NovelToon NovelToon
Ketika Benci Menemukan Rindu

Ketika Benci Menemukan Rindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.

Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3. Hati Yang Carut Marut

Cincin pernikahan yang kemarin disematkan oleh Arlen dalam acara akad pernikahan yang tertutup itu rupanya lupa Kalila lepas dari jari manisnya.

Cincin itu masih melingkar dengan manis pada jari yang biasanya kosong. Tentu saja hal itu membuat Rafa bertanya.

"Cincin nikah? Kata siapa ini cincin nikah?" Kalila terkekeh rikuh sambil menyiapkan kopi untuk Rafa.

"Aku pernah melihat cincin itu di toko perhiasan waktu menemani sepupuku mencari cincin untuk pernikahannya. Dan cincin yang kamu pakai direkomen sebagai cincin couple pernikahan yang harganya lumayan nguras dompet." jawab Rafa, tanpa nada menghakimi.

Untuk sesaat Kalila menatap cincin yang masih dikenakannya itu. Ia merasa miris, untuk apa dia memakai cincin yang mahal jika pernikahannya hanya untuk jangka waktu satu tahun saja?

"Ini imitasi." sahut Kalila asal.

"Imitasi?"

Kalila mengangguk.

"Sejak kapan kamu pakai perhiasan sampai pakai yang imitasi segala?"

"Sejak hari ini."

Klik!

Kalila selesai dengan pesanan Rafa dengan menutup paper cupnya. "Ini kopi kamu."

Rafa menerima kopinya sembari matanya tak lepas dari Kalila.

Kalila meresponya dengan senyuman ringan, seolah ia tidak merasakan jantungnya yang mulai berdegup tak karuan karena gugup. Pernikahannya dengan Arlen memang setertutup itu, Kalila bahkan tidak memberitahu siapa pun, termasuk Rafa dan Miska, dua temannya. Begitu pun dengan Arlen, tidak ada rekan kerja atau teman dari masa kuliah atau sekolah yang diundang.

Pernikahan itu hanya dihadiri oleh keluarga saja.

"Terima kasih ya udah bantu aku membangunkan si tua ini." katanya seraya menepuk mesin kopinya.

Rafa mengangguk lalu menyeruput kopinya.

"Omong-omong, katakan pada Arlen, jika dia mampu memberikan yang sungguhan, jangan berikan yang imitasi."

Seketika itu juga, senyum pada wajah Kalila lenyap sempurna. Keterkejutan terpampang nyata pada wajahnya, sementara Rafa malah menyunggingkan senyum lalu mengangkat gelas kertasnya sebelum dia pamit pergi dari kedai kecil itu.

Rafa...tahu?

    *

Rafa tahu dari mana?

Pertanyaan itu terus mengulang di dalam kepala Kalila sepanjang hari ini, bahkan dalam keramaian gerbong KRL yang membawanya dari satu stasiun ke stasiun lainnya tidak mampu mengalihkan pikiran Kalila.

Apakah Arlen tahu kalau Rafa tahu tentang pernikahan mereka?

Bagaimana reaksi Arlen jika ternyata dia tidak tahu kalau Rafa tahu?

Bagaimana jika Arlen tahu bahwa Rafa tahu?

Akh! Rasanya Kalila ingin kabur saja, membawa serta uang puluhan juta yang ada di dalam rekeningnya juga dengan kartu debit milik Arlen. Baru dua hari, tapi batinnya sudah begitu tertekan.

Tapi dia harus bertahan, dia sudah berjuang sejauh ini, dia harus bertahan sampai apa yang dia usahakan terselesaikan.

Suara mesin operator pun kembali berbunyi, memberikan informasi stasiun berikutnya yang menjadi tempat pemberhentian Kalila.

Ia berjalan keluar bersama puluhan orang-orang yang mungkin sama letihnya seperti dia. Yang mungkin mempunyai tekanan emosional yang sama seperti dirinya. Tapi mereka bertahan. Pun dengan Kalila.

Kalila terus menggerakkan kakinya meski hatinya merasa enggan karena mulai kali ini dia akan 'pulang' ke tempat yang begitu asing untuk dia sebut sebagai rumah.

"Selamat malam, Nona." Lelaki dengan pakaian formal menyambutnya begitu dia keluar dari pintu stasiun.

Kalila mengenalnya, lelaki itu Noe, supir sekaligus asisten Arlen.

"Loh, Noe? Kenapa ada di sini?" tanya Kalila tanpa menyembunyikan keterkejutannya.

"Tuan Arlen meminta saya untuk menjemput Nona dari stasiun ini menuju ke apartemen."

"Apartemen Arlen?"

"Benar Nona."

"Jadi, sudah ga ke hotel lagi?"

Noe mengangguk. Ia kemudian mempersilakan Kalila untuk melaluinya. Kalila senang dengan sikap Noe yang tidak berubah kepadanya meski Arlen sudah berubah pesat.

Tidak ada obrolan sepanjang perjalanan menuju apartemen yang ada di bilangan kota pusat Jakarta. Noe memang tidak banyak bicara, tapi dia cukup ramah.

Satu jam perjalanan karena macet yang merayap, akhirnya mereka tiba di gedung apartemen kalangan elit itu.

"Apa Arlen ada di sini juga?" tanya Kalila sebelum keluar dari dalam mobil.

Tapi Noe hanya menjawab pertanyaan Kalila dengan seulas senyuman tipis. Dan itu sudah cukup menjawab.

Kalila keluar dari dalam mobil dengan perasaannya yang carut marut.

Dia masuk ke dalam unit apartemen itu dengan kode kunci yang sudah diberikan oleh Noe sebelumnya.

Kosong dan asing. Dua hal itu yang Kalila rasakan begitu kakinya melangkah masuk. Dia bukan tidak pernah masuk ke dalam unit itu. Dia, Rafa dan Miska pernah datang, bahkan sering berkunjung ke apartemen Arlen, karena pribadi Arlen yang sangat luar biasa manja dan tidak mandiri ketika sakit. Jadi, terkadang Kalila, Miska bahkan Rafa harus bergantian menjaga teman mereka itu.

Tapi kenangan hangat itu seolah tidak lagi memiliki makna. Arlen kini hanya melihatnya sebagai gold digger yang sudah menjebaknya dalam sebuah pernikahan demi uang.

Ah, jika saja....

Suara kode kunci pintu yang ditekan membuat Kalila kembali melihat pintu, menunggu sosok yang Kalila pikir tidak akan datang.

Mata mereka bersibobrok untuk sesaat, namun Arlen lah yang lebih dulu berpaling. Wajahnya lelah, ikatan dasinya sudah longgar. Melihat bagaimana Arlen yang begitu lelah, Kalila hampir saja ingin menghampirinya dan bertanya apa yang bisa Kalila lakukan untuk mengurangi lelah Arlen.

Namun begitu mata Arlen berpaling dan dia belalu begitu saja dari hadapan Kalila seolah Kalila hanya sebuah benda mati yang tidak penting yang tidak memiliki arti, Kalila pun mengurungi niatnya.

Dia harus kembali mengingatkan dirinya, Arlen-nya telah berubah.

"Kamarmu di sana." kata Arlen tanpa melihat Kalila, hanya tangannya yang bergerak menunjuk pintu kamar lain yang bersebelahan dengan pintu kamarnya.

"Ya." jawab Kalila singkat.

"Jangan pernah masuk ke dalam kamarku."

"Oke."

"Lakukan apa yang mau kamu lakukan, tapi jangan menghalangi aku."

"Baik. Aku harap kamu juga berlaku sama."

Arlen masuk ke dalam kamarnya tanpa menengok lagi ke belakang.

Kalila menyunggingkan senyuman miris. Hatinya terasa perih.

Tidak pernah sekali pun Kalila membayangkan bahwa suatu hari Arlen akan begitu dingin dan begitu membencinya. Tak terasa, air mata menetes begitu saja. Apakah dia bisa membiasakan dan menerima kebencian yang diberikan Arlen?

.

.

.

Bersambung

1
Kiky Mungil
Yuk bisa yuk kasih like, komen, dan ratingnya untuk author biar tetep semangat update walaupun hidup lagi lelah lelahnya 😁

terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️

Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻
Ana Natalia
mengapa selagi seru2nya membaca terputus ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!