NovelToon NovelToon
BETWEEN THE NUMBERS

BETWEEN THE NUMBERS

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / BTS / Cinta pada Pandangan Pertama / Office Romance
Popularitas:767
Nilai: 5
Nama Author: timio

Satu digit, dua, tiga, empat, lima, hingga sejuta digit pun tidak akan mampu menjelaskan berapa banyak cinta yang ku terima. Aku menemukanmu diantara angka-angka dan lembar kertas, kau menemukanku di sela kata dan paragraf, dua hal yang berbeda tapi cukup kuat untuk mengikat kita berdua.

Rachel...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NUMBERS KIDS

📞 "Sam .... Tolongh ak-akuuh... P-panikh Attacknya... Kambuh... Sam... Muel. Hh...

Bruk ponsel itu jatuh dengan keadaan masih tersambung.

📞 " Halo...? Raa.... Rara.... Rachel.... Shit....

Umpatnya sembari berlari ke apotik terdekat, beruntung ia berada di dekat Numbers. Lalu dengan gaya kalang kabut ia masuk ke lift lantai 4 dimana Rachel berada.

Samuel adalah orang lama yang masih ingat betul bagaimana Rachel. Ia juga pernah beberapa kali menyaksikan serangan panik Rachel kumat.

Brakk...

"Ra.... Raraaa..... Raa...... ", panik Samuel menegakkan tubuh Rachel.

"Rachel kenapa pak Sam?!", Mikha tiba-tiba saja sudah berada di pintu. Ia mengikuti Samuel ketika pria itu terlihat sangat panik memasuki lift dan menekan tombol untuk lantai 4.

"Mikhaela, tolong kami angkat kakinya. Dia punya serangan panik, lagi kambuh ini, cepat Mikha, napasnya berat."

Kedua orang itu membaringkan Rachel, beruntunglah ia bisa menelan obat penenang yang biasa ia konsumsi. Mikhaela dan Samuel akhirnya lebih tenang setelah wajah Rachel kembali putih normal tidak pucat pasi seperti beberapa saat yang lalu.

Samuel bergerak dan meneliti seluruh meja dan sisi ruangan itu yang dekat dengan meja Rachel. Seperti mencari sesuatu.

"Nyari apa pak?".

"Ngga ada darah kan? Ngga ada cairan merah atau apapun juga. Dia biasanya begitu kalau lihat darah aja. Apa dia punya masalah disini Mikha?".

"Ngga pak. Dia biasa aja."

"Jadi kenapa dia bisa gitu? Apa Vano buat dia menderita kerja disini?", tuding Samuel.

"Iya Pak menderita di tempat tidur mah kalo sama Kak Vano." Batin Mikhaela sempat-sempatnya.

"Ngga juga pak Sam. Kak Vano udah hampir 2 minggu dicopot sementara dari jabatannya sama Bu Margareth."

"HAH? Kenapa?".

"Karena Numbers jadi anjlok sekarang. Jadi Kak Vano di copot sama petinggi katanya. Boleh balik lagi kalau ada program baru, yang menjanjikan. Gambarannya begitu, tapi detailnya saya ngga tahu pak. Rachel mungkin juga ngga tahu." Jelas Mikha.

"Nggh... ", drang Rachel pelan.

Kedua orang di dekatnya itu segera memasang wajah siaga masing-masing.

"Raa... "

"Hel... "

Rachel perlahan mengumpulkan kesadarannya. Samuel dan Mikhaela melihat dengan jelas mata Rachel bengkak. Sepertinya ia menangis sebelum-sebelumnya.

"Makasih pak Sam...", seru Rachel.

"Kamu kenapa? Ada masalah disini?".

Rachel menggeleng.

"Agak kaget aja sama situasi baru, agak cape karena nge handle segalanya sendirian, biasanya bareng Kak Vano. Jadi agak hectic."

"Dia ngapain aja sih, kok bisa jadi gini." Kesal Rachel.

"Kak Vano lagi ngerancang programnya, nanti juga terbiasa nge handle sendirian. Beliau juga pusing itu."

"Iya dia pusing. Kamu juga jadi sakit kayak gini."

"Makasih banyak pak Sam, udah nolongin."

"Beneran udah baikan kan?", Mikhaela ragu.

Rachel mengangguk dan tersenyum.

"Ayo Hel, tinggal besok aja kok. Habis itu ayo kabur...".

🍀🍀

Pov Rachel :

Jangan tanya hati gua pecah berapa? Lu banting aja gelas kaca kuat-kuat, terus hitung deh belingnya, males kan lu. Gua juga.

Kalau ternyata gua di kejar secara ugal-ugalan kemarin, hanya untuk dibanting secara ugal-ugalan juga mending pas dia nyungsep didepan gua, gua cuekin aja ga sih atau gua injek balik.

Orang yang gua seneng, bahkan ikhlas ngambil gadisnya gua ternyata ba to the ji to the ngan. Apa gua se ngga bernilai itu. Gua punya hati, ini hati Vano setan... Bukan ubi jalar.

Ayo Hel sampai besok aja, sampai besok anjir jangan nangis, plis, mata lu udah pasti bengkak... Plis sampai besok aja.

Samuel tidak se impulsif kemarin lagi pada Rachel, dia sudah terlihat lebih tenang sekarang. Seolah ia tahu saat itu Rachel memang sudah hope less sekali, tidak tahu mencari bantuan pada siapa, bertepatan dia memang sedang ada urusan di Numbers. Soal Vano yang sedang berjuang untuk posisinya, bodo amat lah. Itu juga bukan ranah pekerjaannya.

Rachel kembali ke kediamannya. Sepanjang jalan ia sudah memikirkan untuk tidak perlu pulang ke rumah karena pasti Vano di sana, tapi bucin tolol tidak bisa marah lama kan?

Ia mengutuk dirinya sendiri, kenapa ia menjadi bodoh seperti ini. Bagaimana ia menjadi kekasih seorang yang akan bertunangan dalam waktu dekat ini? Benarkah Vano sejahat itu? Teks yang ia kirimkan yang berisi umpatan itu bahkan habis di tariknya, ia tidak tega memaki Vano, sedangkan Vano????

Ahh sudah lah...

🍀🍀

Bip bip bip bip klek

"Ah syaland, bau itu lagi... ", kesal Rachel dalam hati mendapati rumahnya terang benderang.

Vano sepertinya sedang mandi. Buru-buru ia mengganti pakaiannya dengan piama, tidak ingin mandi sama sama sekali hari itu. Lalu masuk dan menyelimuti dirinya lalu menutup mata rapat-rapat tapi bukan untuk tidur.

Ia sedang menghapal dalam diam, merangkai kata dari materi-materi yang sudah ia kutip poinnya di otaknya.

"Ayaang... Udah tidur? ".

Tangan dingin Vano menggoyang bahu Rachel dengan pelan dan terulur meraba kening kesayangannya itu, masih hangat.

"Yaang.... Yaaang... Kamu masih demam itu.. Ayaang... ", berusaha mendudukkan Rachel.

"Apa sih kak... Aku ngantuk, aku cape... ", kesal Rachel lalu membaringkan dirinya kembali.

Vano menghela napasnya. Benar, pasti lelah sekali menjadi Rachel yang mengerjakan semuanya sendirian. Andaikan ia tidak di copot kekasihnya tidak akan emosian seperti ini. Mereka pasti masih makan siang bersama, atau berkeringat bersama di meja kerja Vano, setidaknya itulah yang di pikirkan pria yang sedang menjadi pengangguran itu. Meski sempat di tolak Vano tetap memeluk Rachel dari belakang, seperti yang biasa ia lakukan.

"Ayaang... Maaf ya, kamu jadi cape gara-gara aku. Aku usahain ngga sampe sebulan bakal balik ke Numbers yaang. Sabar ya sayang..."

Hari berganti untuk Rapat Terbuka

Hingga akhirnya hari besar pun tiba, hari penentuan kelangsungan nama baik Vano dan pemulihan Numbers. Vano terbangun karena mendengar grasak grusuk dari rak sepatu.

"Ayaang... ", serunya dengan suara serak khas baru bangun.

"Kakak kebangun ya? Berisik ya. Maaf Kak. Aku lagi nyari sepatu." masih kecarian.

"Ini masih subuh Yaang, Kamu mau ngapain jam segini? Mau ke mana? ".

"Ingatkan buku-buku anak TK itu? Sepupunya jevon minta tolong dianterin hari ini."

"Kok jadi kamu yang repot sih, kan dia bisa jemput sendiri? ", keluh Vano.

"Nggak apa-apa, kasihan Kak dia lagi hamil. Aku berangkat dulu ya Jangan lupa sarapan."

"Ehhemm... ", kode.

Cup, satu kecupan lama di kening Vano, membuat pria putih itu terkejut karena Rachel tidak pernah seperti itu. Ia rasa ciuman itu seolah pamit, dalam dan sedih sekali.

"Kamu beneran nggak papa kan Yaang? ". Vano memastikan

"Ngga Ayaang, maaf semalem aku ketus, aku cuma lagi kecapean aja. "

Vano hanya tersenyum dan memeluk erat kesayanhannya itu.

"Semangat hari ini, Ayaang...", seru Vano sambil mengecup pelipis Rachel.

"Iya kak, kamu juga semangat. Semangat tidur. Baru tinggal bareng 2 minggu sama aku, Pipi kamu makin tembem gitu, double chinnya udah kelihatan banget."

Vano hanya menanggapinya dengan terkekeh kecil, lalu melepas Rachel dengan tenangnya tanpa tahu apapun yang akan terjadi hari itu dan kembali tertidur.

Sejujurnya Rachel tidak yakin ia bisa menang atau tidak, dan tidak yakin juga ia bisa bernafas lega setelahnya. Ia sampai di aula pertemuan numbers dengan bahan rapat yang dibawanya dengan dua paper bag besar di kiri dan kanan.

"Oke... Gua nggak bakal mati hari ini, nggak akan. Ayo Hel...", gumamnya sambil menghempas nafasnya yang berat.

Rapat terbuka pun berjalan dengan lancar, berisi dengan pembicaraan yang membosankan dan itu-itu saja. Rachel tidak henti-hentinya keluar masuk toilet menunggu gilirannya. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada Margareth yang maju ke atas podium.

"Terima kasih untuk kesempatan ini, saya sebagai CEO numbers Institute mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pemegang saham karena sudah hadir di rapat terbuka ini. Mengingat penurunan tajam Yang Terjadi, Sesuai dengan keputusan para petinggi numbers, Direktur Utama Revano Anggasta yang juga menjabat sebagai pengajar diberhentikan sementara dari jabatannya.

Revano memiliki tim yang solid, dan sejauh ini teknik mengajarnya diakui oleh numbers Pusat, dan anggota tim tersebut mengajukan keberatan akan pemberhentian yang dilakukan dengan menawarkan sesuatu yang baru untuk numbers Institute. Waktu dipersilahkan Ms Rachel Capistran."

Seluruh staf, pengajar dan asisten pun sedikit riuh. Ada apa? Dan bagaimana bisa? Samuel sebagai tim pengawas yang duduk di barisan kedua juga tersentak dan ikut bingung. Rachel terlihat dengan balutan pakaian yang formal, raut wajahnya serius, dengan segaris senyum yang cukup membingungkan, entah itu panik atau takut.

Ia membagikan bahan yang sudah dipersiapkannya dengan tenang, meletakkan satu persatu modul itu. Tidak semua petinggi numbers berwajah ramah, ada beberapa yang memandang Rachel dengan remeh. Lalu wanita mungil itu naik ke podium dan tidak terlihat lagi. Seluruh aula pun langsung hening.

"Permisi, apa saya boleh minta sesuatu yang lebih tinggi? ", tanya Rachel yang tak terlihat itu.

Seluruh aula tertawa riuh, merasa lucu dengan situasi itu, mengingat Rachel yang memang kelewat mungil dan mikrofonnya juga jauh lebih tinggi. Setelah masalah teratasi, ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, sungguh ia merasa sedang dikelilingi Dementor yang siap menghancurkannya jika salah langkah sedikit saja.

Ia mulai beraksi dan mengeluarkan semua perangkatnya yang susah payah ia bawa sendirian dengan keadaan hati dan fisiknya yang sakit.

"Aayang, aku bakal menangin perang ini.", batinnya.

"Terima kasih untuk ibu Margareth untuk kesempatan yang sangat berharga ini. Perkenalkan saya Rachel Capistran, asisten sekaligus pengajar direktur utama Numbers Institute Revano Anggasta. Berbicara tentang penurunan jumlah siswa yang cukup drastis di pertengahan tahun ini bukan sepenuhnya kesalahan direktur sendiri, karena sebagai anggota tim beliau saya sendiri melihat bagaimana apiknya Kak Revano bekerja, tapi sebenarnya tanpa disadari di dalam tubuh numbers juga ada kesalahan... ", seketika aula riuh atas kontranya Rachel.

"Woah... Singanya bangun." batin Samuel.

"Maaf Ms Capistran, maksudnya anda menyalahkan sistem di dalam Numbers, begitu?", tanya seorang pria berdasi yang duduk di barisan paling depan.

"Kurang lebih seperti itu Pak, mohon kita perhatikan layar bersama-sama. Numbers mengharuskan siswanya berusia minimal 9 tahun, Kenapa demikian? Kenapa tidak kita mulai dari usia atau balita? Bukankah lebih mudah membentuk karakternya di usia yang seperti itu? Kita tidak akan menuntut nilai akademis mereka seperti yang selama ini kita lakukan pada siswa pada umumnya, tapi kita utamakan membentuk sikap belajar dan disiplin. Untuk materinya kita awali dengan 3M."

Margareth tersenyum lepas, ia yakin asisten anaknya ini lebih dari mampu.

"M yang pertama adalah Mendengarkan, berikut contoh rancangan Ws yang saya buat, kita kembali melihat layar. Ws yang berwarna dan bergambar sangat menarik bagi anak kecil, selain Ws itu akan ada audio yang didengarkan yang menyebutkan nama gambar di setiap Ws.

M yang kedua Mengulangi, jadi setiap batita atau balita akan mengulangi ucapan yang mereka dengar berdasarkan audio.

Yang terakhir yang ketiga, Motorik. Pada lembar terakhir WS akan dibuatkan titik yang terpisah atau lebih, jadi kita membimbing mereka untuk menarik garis dari titik ke titik yang terpisah tersebut. Tujuannya melatih motorik anak, kita bisa melihat langsung gerakan dia cepat tanggap atau lambat, lalu kita bisa menentukan perlakuan seperti apa yang bisa kita berikan sesuai kemampuannya."

Rachel menghempas napasnya lega, yang terberat sudah ia lewati tanpa cacat sedikitpun. Bahkan ia sudah lupa masalah hatinya, saking gugupnya di sesi presentasi. Kalau Margareth jangan ditanya lagi, senyum nya lebar sekali. Salah satu pencapaian Vano yang baik menurutnya adalah menemukan Rachel sebagai asistennya. Tanpa ia ketahui Rachel lebih dari asisten bagi Vano.

"Cewe gua kenapa ? "

.

.

.

TBC... 💜

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!