seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 11
Setelah beberapa menit, Ayah Nabillah kembali ke ruangan. Dokter mengatakan bahwa ibu Nabillah sudah diperbolehkan untuk pulang.
Saat mereka tiba di lobi, hujan semakin deras. Ayah Nabillah tampak kebingungan karena ia datang menggunakan motor, dan hanya ada satu motor.
Melihat keadaan itu, Delvin yang peduli langsung menawarkan untuk mengantarkan mereka pulang ke rumah.
"Permisi, Ayah, kebetulan saya membawa mobil. Biarkan saya yang mengantarkan," ujar Delvin dengan sopan.
"Apa tidak merepotkan, Nak?" tanya Ayah Nabillah.
Ayah Nabillah sudah tahu bahwa Delvin adalah kekasih Nabillah. Sebelumnya, Delvin sempat memperkenalkan diri, dan Alhamdulillah, keluarga Nabillah menerima dengan baik, tapi tahu jika mereka tau kalau ia dan Nabillah berbeda keyakinan.
"Tidak merepotkan sama sekali, Ayah," jawab Delvin dengan tulus.
"Baiklah, terima kasih, Nak," ucap Ayah Nabillah.
Ketika Delvin hendak menuju parkiran, Nabillah menghentikannya.
"Kamu kenapa, sayang?" tanya Delvin dengan lembut.
Mereka tersenyum mendengar kata "sayang" dari mulut Delvin, sementara wajah Nabillah tampak malu.
"Kak, masih hujan, nanti kamu masuk angin," ujar Nabillah, khawatir jika Delvin sampai sakit, karena jarak antara lobi dan parkiran cukup jauh dan pasti membuat Delvin basah kuyup.
"Tidak apa-apa, sayang. Kasihan Ibu kalau menunggu lama," jawab Delvin, sambil menatap Ibu Nabillah yang sedang duduk di kursi roda.
Nabillah menatap Ibu nya, dan benar kata Delvin, kasihan jika Ibu harus menunggu lama.
Delvin tersenyum dan mengelus pipi Nabillah, lalu berlari kecil ke arah parkiran.
Beberapa menit kemudian, mobil hitam Delvin sudah berada di depan mobil keluarga Nabillah. Mereka semua masuk, kecuali Pipah dan Daffa karena mereka harus membawa motor nya.
"Kak, terima kasih. Maaf merepotkan," ucap Nabillah di tengah perjalanan.
"Iya, sayang. Sama-sama," jawab Delvin.
Mereka saling tersenyum. Nabillah merasa beruntung memiliki kekasih seperti Delvin yang siap membantu keluarganya.
Ia melirik ke arah kaca mobil Delvin dan melihat ayahnya yang juga tersenyum. Ia merasa senang karena ayahnya menerima dengan baik, namun sedikit khawatir tentang bagaimana reaksi ayahnya ketika mengetahui bahwa Delvin dan dirinya memiliki perbedaan keyakinan.
Delvin, yang peka, melihat bahwa Nabillah terlihat gelisah. Ia langsung mengelus tangan Nabillah sambil menyetir, lalu tersenyum. Nabillah pun membalas senyuman itu.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di halaman rumah Nabillah. Untungnya, mobil Delvin bisa masuk ke dalam gang rumah Nabillah.
Hujan masih turun dengan deras. Delvin keluar dari mobil, lalu membuka payung yang ada di dalam mobil. Untungnya, ada payung di dalam mobilnya.
Ia lalu membuka pintu mobil dan memayungi Nabillah. Dengan perlahan, ia memegang pinggang Nabillah dan mengantarkannya ke teras rumah. Setelah itu, ia membantu Ayah dan Ibu Nabillah, dengan Ayah Nabillah mendorong kursi roda Ibu Nabillah.
"Nak, terima kasih sekali lagi," ucap Ayah Nabillah.
"Sama-sama, Ayah. Yasudah, saya pamit," jawab Delvin.
"Kamu tidak mau mampir dulu, atau setidaknya ganti baju, Nak? Bajumu basah," tanya Ayah Nabillah.
"Iya, Kak. Kamu ganti baju dulu, ya. Aku nggak mau kamu sakit," ujar Nabillah, ikut merayu Delvin untuk masuk ke dalam rumah dan mengganti bajunya.
Delvin tampak berpikir sejenak lalu melihat jam di tangannya. Ia berharap masih ada waktu untuk menjemput orang tua dan saudara-saudaranya.
"Yasudah, tapi saya nggak bisa lama-lama, Ayah," jawab Delvin, membuat Ibu Nabillah dan Nabillah tersenyum.
"Iya, Nak, tidak apa-apa. Setidaknya kamu ganti baju dulu," kata Ayah Nabillah.
Delvin mengangguk, lalu mereka pun masuk ke dalam rumah Nabillah yang sederhana, tetapi nyaman. Nabillah menyuruh Delvin duduk di sofa, sementara ia mengambilkan baju Daffa yang pas untuk Delvin.
Namun, Delvin malah memperhatikan foto Nabillah kecil yang terpasang di dinding dan tersenyum.
"Imut sekali," gumam Delvin sambil menatap foto itu.
Saat sedang asyik menatap foto tersebut, Ayah Nabillah datang sambil membawa dua cangkir teh manis. Ia meletakkan kedua cangkir itu di meja depan sofa.
"Itu foto Nabillah waktu TK, lucu kan?" ujar Ayah Nabillah.
Delvin menatap Ayah Nabillah dan mengangguk sebagai tanda setuju.
"Ini, Ayah bawakan teh manis. Kamu suka, kan?" tanya Ayah Nabillah.
"Suka, Ayah. Terima kasih," jawab Delvi.
Tak lama kemudian, Nabillah datang membawa baju hitam untuk Delvin.
"Kak, ini bajunya, ganti ya," ucap Nabillah.
Delvin mengikuti Nabillah menuju kamar untuk mengganti bajunya setelah terlebih dahulu meminta izin kepada Ayah Nabillah.
Setelah beberapa menit, Delvin keluar dengan rambut basah yang acak-acakan. Nabillah melihatnya dan membantu mengeringkan rambut Delvin, meskipun harus jinjit karena perbedaan tinggi mereka.
Delvin menatap wajah Nabillah dengan lembut, sementara Nabillah sibuk mengeringkan rambutnya.
Tiba-tiba, Daffa, yang baru saja sampai, melihat adegan romantis itu. Ia melihat adiknya sedang mengeringkan rambut kekasihnya, dengan tangan kekasihnya berada di pinggang adiknya serta tatapannya tulus.
"EKHEM!" Daffa berdehem, membuat mereka berdua menoleh. Dengan reflek, Delvin segera melepaskan tangan dari pinggang Nabillah.
"Eh, Bang, saya pinjam baju dulu, ya?" sahut Delvin dengan sopan.
Daffa tidak menjawab, ia hanya melirik Delvin sekilas, lalu beralih menatap Nabillah yang sudah berganti pakaian.
"Dek, tolong buatkan teh manis untuk Kak Pipah nya," kata Daffa sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.
Mereka berdua saling menatap. Delvin tersenyum, lalu mencium kening Nabillah dengan penuh kasih, sebelum pergi meninggalkannya Delvin mengambil handuk kecil dari tangan Nabillah.
Nabillah tersenyum dan pergi ke dapur untuk membuatkan teh manis untuk Pipah. Setelah selesai, ia bergegas kembali ke ruang tamu di mana ada Ayah Nabillah, Daffa, Pipah, dan Delvin sedang duduk di sana.
"Mas, ini tehnya," ujar Nabillah sambil meletakkan dua cangkir teh di meja.
"Terima kasih," jawab Pipah yang sudah berganti pakaian. Nabillah tersenyum, lalu duduk di samping Delvin.
Delvin menatap ke jendela, melihat hujan yang masih turun. Ia kemudian melirik jam di tangannya, lalu meminum teh yang telah disediakan.
"Ayah, seperti nya saya harus pamit sekarang," ucap Delvin, membuat semua orang di sana menoleh ke arahnya.
"Kenapa buru-buru, Nak?" tanya Ayah Nabillah.
"Sebenarnya, saya harus menjemput orang tua saya yang sedang terapi, Ayah," jawab Delvin.
"Oh, ya sudah, Nabillah, tolong antar dia ke depan," kata Ayah Nabillah. Nabillah hanya mengangguk.
Ayah Nabillah merasa sedikit tidak enak karena Delvin harus meninggalkan keluarganya yang sedang terapi.
Mereka berdua pun pergi keluar setelah Delvin berpamitan kepada keluarga Nabillah. Di depan pintu, Delvin mengambil payung dan tersenyum ke arah Nabillah.
"Masuk gih," ujar Delvin kepada Nabillah.
Nabillah menggelengkan kepala dengan wajah cemberut, membuat Delvin bingung.
"Kamu kenapa, sayang?" tanya Delvin, tapi Nabillah tidak menjawab.
"Sayang, kamu sakit?" tanya Delvin sekali lagi sambil meletakkan tangan di dahi Nabillah, tetapi ia tidak merasakan panas.
Nabillah memegang tangan Delvin dan menggenggamnya, lalu menggigit bibir bawahnya.
"Kakak," panggil Nabillah.
"Iya sayang, kenapa?" tanya Delvin, sambil mengelus tangan Nabillah.
"I love you," jawab Nabillah pelan, lalu buru-buru masuk ke dalam rumah.
Delvin yang melihatnya bingung, namun beberapa detik kemudian, ia tertawa karena Nabillah mengatakannya masih malu-malu.
"I love you more, Nabillah," ujar Delvin sambil pergi menuju tempat terapi.
TBC...