Ketika dunia manusia tiba-tiba terhubung dengan dimensi lain, Bumi terperangkap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Portal-portal misterius menghubungkan dua realitas yang sangat berbeda—satu dipenuhi dengan teknologi canggih, sementara lainnya dihuni oleh makhluk-makhluk magis dan sihir kuno. Dalam sekejap, kota-kota besar runtuh, peradaban manusia hancur, dan dunia yang dulu familiar kini menjadi medan pertempuran antara teknologi yang gagal dan kekuatan magis yang tak terkendali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rein Lionheart, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26. Awal Retakan
Hari-hari setelah penyatuan kembali dunia memberikan harapan yang baru. Penduduk Kota Baru mulai membangun kehidupan mereka dengan keyakinan yang lebih besar. Kael dan kelompoknya menjadi pahlawan yang disegani, namun beban tanggung jawab yang baru mulai terasa. Setelah pertarungan di Jantung Kegelapan, hubungan antara dunia manusia dan dimensi asing masih rapuh. Meski Bayangan Arka telah dikalahkan, jejak mereka tidak sepenuhnya lenyap. Ada rumor bahwa sisa-sisa organisasi itu masih beroperasi di bayang-bayang, mencari kesempatan untuk merebut kembali artefak.
Namun, ancaman yang lebih besar muncul dari dalam. Dalam diam, rasa ragu-ragu merasuk ke dalam hati Kael. Keputusan yang dia buat saat berada di hadapan artefak itu—membuat perubahan besar pada dunia—membuatnya tidak yakin apakah dia benar-benar telah memilih jalan yang tepat. Ada bisikan di benaknya, suara-suara samar yang mengingatkannya pada saat-saat kritis ketika cahaya artefak menyatu dengannya. Sesuatu yang mengganggu, seperti misteri yang belum terungkap sepenuhnya.
Ceryn melihat perubahan dalam diri Kael. Dia merasa bahwa sahabat dan orang yang selalu dia percayai mulai menjauh. Setiap kali mereka berbicara, Kael tampak lebih tertutup, lebih pendiam, seolah-olah menyembunyikan sesuatu. Sementara itu, Kota Baru mulai dibanjiri oleh laporan tentang anomali energi yang tidak bisa dijelaskan, fluktuasi kekuatan yang tidak wajar, dan makhluk-makhluk asing yang muncul di perbatasan kota.
Saat konflik internal semakin tumbuh, Teral memutuskan untuk melakukan penyelidikan sendiri. Sebagai ilmuwan yang selalu setia, dia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kael tidak seperti biasanya, terlalu sering menyendiri di ruang laboratoriumnya, mempelajari artefak dengan intensitas yang mengkhawatirkan. Teral menemukan catatan-catatan rahasia Kael, diagram tentang struktur dunia dan perubahan energi yang terjadi sejak artefak digunakan. Catatan itu penuh dengan perhitungan yang rumit, dengan diagram yang menunjukkan cara mengendalikan dan memperluas pengaruh artefak.
Ketika Teral akhirnya memutuskan untuk menghadapi Kael, percakapan mereka berubah menjadi argumen yang pahit. “Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Kael?” tuntut Teral, nada suaranya keras. “Kenapa kau merahasiakan penelitian ini dariku? Kita seharusnya bekerja sama, seperti dulu.”
Kael hanya menatapnya dengan tatapan dingin. “Ada hal-hal yang tidak kau pahami, Teral. Dunia ini... keduanya... membutuhkan lebih dari sekadar pemulihan. Kita harus memastikan bahwa tidak ada lagi ancaman yang akan datang dari dimensi asing. Aku harus mencari tahu semua yang bisa aku pelajari dari artefak ini.”
“Ini bukan hanya tentang artefak!” seru Teral, frustrasi. “Kau berubah, Kael! Ini bukan kau yang kukenal.”
Sementara itu, ketidakpastian mulai merasuki kelompok mereka. Ceryn semakin merasa bahwa Kael menyembunyikan sesuatu yang besar. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa Kael masihlah orang yang sama, tetapi setiap kali dia mencoba mendekat, Kael menolak. Kael mulai menghabiskan lebih banyak waktu di laboratorium, mengurung diri dengan artefak, sementara energi aneh terus mengganggu kota.
Ceryn mencari jawaban dari berbagai sumber, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Kael. Dia menemukan dokumen lama tentang kekuatan artefak yang seharusnya tidak dapat dikendalikan oleh manusia biasa. Artefak itu membawa kekuatan yang dapat mengubah realitas, tetapi juga membawa risiko besar bagi siapa pun yang berusaha menguasainya. Ceryn khawatir bahwa Kael mungkin telah terlalu terpengaruh oleh kekuatan tersebut, sehingga pikirannya terdistorsi.
Saat Ceryn semakin dekat dengan kebenaran, dia memutuskan untuk mengonfrontasi Kael secara langsung. Tetapi malam itu, sebelum dia bisa menemui Kael, ada ledakan besar di pusat kota. Bangunan-bangunan hancur, energi liar mengamuk di udara, dan makhluk asing muncul dari celah yang terbuka di langit.
Kael muncul di tengah kekacauan, memimpin serangan untuk melindungi kota. Dia tampak lebih kuat dari sebelumnya, menggunakan kekuatan yang tidak pernah dilihat oleh siapapun, termasuk Ceryn. Namun, ada sesuatu yang mengganggu dalam cara dia bergerak—tatapannya tidak lagi penuh dengan rasa empati, melainkan dingin dan terfokus hanya pada kekuatan.
Setelah pertempuran itu berakhir, Ceryn berusaha mencari penjelasan. Dia menemukan Kael di tepi reruntuhan, memegang artefak dengan tangan yang gemetar, energi di sekitarnya masih berkilauan dengan liar. Ceryn mencoba mendekat, tetapi Kael segera menegurnya.
“Jangan mendekat, Ceryn!” suara Kael terdengar tajam. “Aku tidak akan membiarkan siapapun mengganggu ini.”
“Kau bukan Kael yang aku kenal,” Ceryn berkata pelan, air matanya mengalir. “Apa yang telah kau lakukan? Ini bukanlah tentang menyelamatkan dunia lagi, ini tentang kekuasaan. Kau terobsesi, Kael!”
Kael tersenyum getir. “Aku telah melihat hal-hal yang tidak bisa kau bayangkan, Ceryn. Aku tahu apa yang harus dilakukan agar kita semua selamat. Aku tidak bisa mempercayakan hal ini kepada siapapun, bahkan padamu.”
Dengan rasa sakit yang mendalam, Ceryn menyadari bahwa Kael telah memilih jalannya sendiri—jalan yang tidak lagi ia pahami. Dia merasa kehilangan seseorang yang pernah ia percaya sepenuh hati. Keretakan di antara mereka semakin melebar.
Ketegangan di Kota Baru semakin memuncak. Teral yang merasa dikhianati oleh Kael, memutuskan untuk membentuk aliansi baru dengan beberapa ilmuwan dan penyihir lainnya. Mereka merasa bahwa Kael telah melangkah terlalu jauh, dan bahwa kekuatannya harus dihentikan sebelum menyebabkan kehancuran lebih lanjut. Mereka merencanakan intervensi rahasia, berusaha merebut artefak dari tangan Kael sebelum dia melakukan sesuatu yang tidak bisa dibatalkan.
Di sisi lain, Kael merasa bahwa dunia semakin mendekati kehancuran tanpa arah yang jelas. Dia melihat musuh di setiap sudut, bahkan di antara teman-temannya sendiri. Setiap keputusan yang dia buat tampak semakin berat, dan bisikan dari artefak semakin kuat, seolah-olah memandu langkahnya menuju sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Malam ketika rencana Teral dan Ceryn dieksekusi, konflik yang mereka hindari selama ini tak bisa lagi dihindari. Mereka menyergap Kael di laboratoriumnya, tempat artefak bersinar dengan cahaya aneh. Energi yang memenuhi ruangan membuat udara terasa berat, penuh dengan ketegangan yang menyesakkan dada.
“Kael, berhentilah!” Ceryn memohon, matanya penuh dengan air mata. “Kami di sini untuk menyelamatkanmu, untuk menyelamatkan dunia. Jangan biarkan kekuatan ini menguasaimu.”
Kael menatap mereka dengan tatapan dingin. “Kalian tidak mengerti. Aku melakukan ini demi kita semua, demi masa depan. Aku tidak akan berhenti. Jika kalian mencoba menghentikanku, maka kalian adalah musuh.”
Saat itu, pilihan sulit harus dibuat. Ceryn, yang hatinya tersiksa oleh konflik batin, berdiri di tengah-tengah antara Kael dan kelompok Teral, berharap bahwa masih ada jalan untuk membujuknya kembali. Namun, di balik pandangan Kael, dia tahu bahwa orang yang pernah dia kenal mungkin sudah hilang.
Ketika pertempuran pecah, ruangan itu dipenuhi dengan ledakan energi dan teriakan penuh amarah. Ceryn terpaksa melawan orang yang pernah menjadi sahabat dan pemandu hidupnya, sementara Kael menyerang dengan kekuatan yang luar biasa, penuh kemarahan dan tekad. Masing-masing pukulan membawa beban kehilangan dan pengkhianatan.
Dalam satu momen yang penuh keputusasaan, Ceryn berhasil mendekati Kael, memeluknya di tengah hujan serangan. “Kael, kumohon... berhentilah...,” dia berbisik, suaranya serak oleh air mata. “Kau tidak sendirian. Kita bisa melakukannya bersama, seperti dulu.”
Namun, Kael hanya terdiam, air mata mengalir di pipinya, dan dengan lembut mendorong Ceryn menjauh. “Sudah terlambat, Ceryn,” katanya dengan suara penuh kesedihan. “Aku telah memilih jalanku.”
Dengan satu ledakan energi yang memisahkan mereka, Kael menghilang bersama artefak, meninggalkan Ceryn dan kelompoknya di reruntuhan yang sunyi. Pertarungan mereka berakhir, tetapi luka yang ditinggalkan jauh lebih dalam daripada kekalahan fisik. Kebenaran yang hilang