Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.
Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.
Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.
Apakah Elara dan Orion mampu m
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Api yang Tak Pernah Padam
Suara ledakan yang mengguncang Norvalis itu seakan menghentikan waktu. Kerlapannya yang mengerikan memancarkan cahaya terang di tengah kegelapan, menerangi langit yang penuh dengan debu dan asap. Setiap langkah terasa semakin berat, seperti dunia itu sendiri berusaha menelan mereka hidup-hidup.
Elara merasakan tubuhnya terlempar ke samping oleh getaran hebat dari ledakan. Asap tebal menyelimuti ruangan, membuatnya sulit untuk melihat lebih dari beberapa inci di depannya. Suara desingan peluru, ledakan, dan jeritan mulai terdengar di luar, tapi di dalam ruangan itu, hanya ada keheningan yang menekan.
“Kita harus keluar!” teriak Ardan, menahan napas sambil menarik Elara ke arah dinding yang masih kokoh.
Mereka berdua, yang hampir terpisah oleh ledakan, kini berlari melalui lorong sempit yang dipenuhi reruntuhan. Rasa sakit dari luka-luka mereka mulai terasa, tapi mereka tidak punya waktu untuk itu. Setiap detik yang terlewat semakin memperpendek hidup mereka.
“Mira! Alden!” Elara berteriak, berharap ada jawaban, tetapi hanya keheningan yang datang. Hati Elara berdegup lebih cepat. Jika mereka tidak segera keluar, semuanya akan berakhir.
Ketika mereka akhirnya mencapai pintu keluar yang sempit, sebuah suara familiar terdengar.
“Jangan pergi!” Cassandra muncul dari kegelapan, berdiri dengan tenang di hadapan mereka.
Wajahnya terlihat tanpa ekspresi, namun matanya menyiratkan rasa puas yang dalam. “Kalian kira kalian bisa mengalahkan saya?” kata Cassandra dengan suara tenang, seolah-olah mereka baru saja bertemu dalam pertemuan biasa.
Elara menggenggam senjatanya lebih erat. “Kalian mungkin berhasil merusak segalanya, tapi tidak hari ini. Kami akan menghentikanmu, Cassandra.”
Cassandra tertawa kecil, tatapannya dingin. “Kalian tidak mengerti. Ini bukan tentang menang atau kalah. Ini adalah tentang siapa yang lebih kuat untuk bertahan. Dan aku yang bertahan.”
Tiba-tiba, sebuah dentuman keras terdengar, dan seluruh ruang bergetar lebih keras dari sebelumnya. Ternyata, ledakan yang terjadi tadi bukanlah yang terakhir. Ruangan tempat mereka berdiri kini mulai runtuh, menghancurkan fondasi yang telah dibangun bertahun-tahun.
“Waktu kalian sudah habis,” ujar Cassandra.
Elara menatap Cassandra dengan amarah yang membara. “Aku akan mengakhiri ini.”
Dengan gerakan cepat, Elara melompat ke depan, menghindari serangan yang datang dari tangan Cassandra, yang penuh dengan energi destruktif. Cassandra memang bukan musuh biasa, tetapi Elara tahu, mereka tidak punya pilihan lain.
Pertempuran mereka berlangsung sengit. Cassandra, dengan kekuatannya yang hampir tak terbatas, mencoba untuk menghancurkan mereka dengan ledakan energi dan teknik-teknik mematikan. Namun, Elara dan Ardan terus bertahan, mencari celah di antara serangan-serangan brutal itu.
“Sekarang!” teriak Ardan, memberi isyarat pada Elara.
Dengan keberanian yang tidak terduga, mereka bergerak bersamaan menuju Cassandra. Elara berhasil memukulnya, sementara Ardan menyelinap di belakang untuk menghancurkan perangkat yang terhubung dengan reaktor Norvalis. Namun, Cassandra tidak menyerah begitu saja.
Dalam sekejap, Cassandra memanipulasi ruang di sekitar mereka, menciptakan medan energi yang membatasi gerakan mereka. “Kalian tidak bisa menghentikan ini,” katanya dengan suara datar, penuh keyakinan.
Tapi Elara tidak mundur. “Kami akan menghentikanmu. Jika dunia ini harus terbakar untuk menghentikanmu, maka kami akan membakar dunia itu sendiri.”
Dengan kekuatan yang tersisa, Elara dan Ardan terus menyerang, masing-masing berjuang untuk menghancurkan fondasi yang telah dibangun Cassandra di bawah Norvalis.
---
Di luar, api mulai menyebar. Ledakan yang mengguncang Norvalis merambat ke luar, menghancurkan benteng pertahanan Eden. Pasukan yang tersisa kebingungan dan terpecah. Apa yang dimulai sebagai serangan terencana dari Cassandra kini berubah menjadi kekacauan yang meluas. Dunia yang telah dibangun dengan ketat, sistem yang telah diciptakan untuk mengontrol, kini mulai runtuh.
Saat Elara dan Ardan berhasil memukul mundur Cassandra, mereka mencapai inti reaktor Norvalis. Namun, Cassandra masih berdiri, tertawa dengan penuh kejam, meskipun jelas kelelahan. “Kalian kira ini akhir dari segalanya?”
“Tidak, Cassandra,” jawab Elara dengan dingin, “ini hanya permulaan.”
Dengan tangan gemetar, Elara menyarankan Ardan untuk menekan tombol yang bisa menghentikan reaktor tersebut.
Namun, sebuah suara terdengar, suara dari Alden yang muncul kembali dari bayang-bayang. “Tunggu!”
Elara dan Ardan terkejut, tetapi Alden mendekat dengan wajah penuh kegelisahan. “Jika kalian menghentikan reaktor ini, kalian juga akan menghancurkan semua yang ada di sini. Semua orang yang masih hidup di dalam fasilitas ini akan mati.”
Elara memandangnya dengan tajam, nafasnya berat. “Jadi kita membiarkan Eden menang begitu saja?”
Alden terdiam sejenak. “Tidak. Tapi jika kalian menghentikan reaktor ini sekarang, kalian akan kehilangan kesempatan untuk menggulingkan Cassandra secara total.”
Cassandra, yang tampaknya sudah mengetahui setiap rencana mereka, tersenyum. “Betul, Alden. Dunia ini sudah berada di bawah kendali saya. Apa yang kalian lakukan di sini hanyalah perjuangan sia-sia.”
Namun, Elara tidak gentar. “Setidaknya kita akan mati dengan perlawanan.”
Dengan satu gerakan yang tegas, Elara dan Ardan menekan tombol penghancur yang bisa mematikan reaktor, meskipun tahu konsekuensinya.
Ledakan besar itu terjadi begitu cepat, menghancurkan seluruh pusat energi Norvalis dalam sekejap mata. Tapi dalam kekacauan itu, sebuah pintu keluar rahasia terbuka, memberi mereka satu kesempatan terakhir untuk melarikan diri.
“Kita keluar!” teriak Elara, menarik Ardan ke arah pintu.
Tapi sebelum mereka bisa mencapai pintu keluar, Cassandra sekali lagi menghadang mereka, kali ini lebih marah dan lebih berbahaya. “Kalian pikir kalian menang? Kalian hanyalah bagian kecil dari kekalahan besar yang akan datang!”
Sebuah ledakan hebat kembali menghantam ruang sekitar mereka, dan dalam sekejap, dunia yang mereka kenal pun berubah selamanya.