Ariella, seorang wanita muda yang dipilih untuk menjadi pemimpin organisasi pembunuh terkemuka setelah kematian sang mentor. Kejadian tersebut memaksanya untuk mengambil alih tahta yang penuh darah dan kekuasaan.
Sebagai seorang wanita di dunia yang dipenuhi pria-pria berbahaya, Ariella harus berjuang mempertahankan kekuasaannya sambil menghadapi persaingan internal, pengkhianatan, dan ancaman dari musuh luar yang berusaha merebut takhta darinya. Dikenal sebagai "Queen of Assassins," ia memiliki reputasi sebagai sosok yang tak terkalahkan, namun dalam dirinya tersembunyi keraguan tentang apakah ia masih bisa mempertahankan kemanusiaannya di tengah dunia yang penuh manipulasi dan kekerasan.
Dalam perjalanannya, Ariella dipaksa untuk membuat pilihan sulit—antara kekuasaan yang sudah dipegangnya dan kesempatan untuk mencari kehidupan yang lebih baik, jauh dari bayang-bayang dunia pembunuh bayaran. Di saat yang sama, sebuah konspirasi besar mulai terungkap, yang mengancam tidak hanya ker
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Musuh Dalam Selimut
Malam itu, markas rahasia tim Ariella kembali sunyi setelah berminggu-minggu ketegangan. Namun, di balik keheningan, ada bayang-bayang yang terus mengintai. Setelah menghancurkan markas utama The Obsidian Circle, mereka tahu ancaman belum berakhir. Hanya masalah waktu sebelum organisasi itu memukul balik.
Ariella duduk di ruang perencanaan, dikelilingi layar-layar yang menampilkan peta dunia, laporan intelijen, dan data yang baru saja mereka peroleh. Di seberang meja, Alex dan Liana memperhatikan dengan seksama, sementara Rael, yang masih dalam tahap pemulihan, duduk dengan wajah penuh keseriusan.
"Kita telah menghancurkan salah satu markas mereka," kata Ariella sambil menunjuk layar yang menunjukkan reruntuhan fasilitas The Obsidian Circle. "Tapi ini hanya puncak gunung es. Mereka memiliki cabang di berbagai negara—dan mereka tidak akan tinggal diam."
Liana mengangguk, membuka laptopnya untuk menampilkan data baru yang ia dapatkan. “Aku menemukan ini pagi tadi,” katanya, menunjuk pada jaringan transaksi keuangan yang mencurigakan. “Kelihatannya ada cabang besar mereka di Eropa Timur, tepatnya di Bucharest. Mereka memindahkan sumber daya dalam jumlah besar ke sana.”
Alex menyipitkan mata, mencoba memahami pola yang ditampilkan. “Jika mereka mengumpulkan sumber daya di satu tempat, kemungkinan besar mereka merencanakan sesuatu yang besar. Kita tidak bisa menunggu mereka menyerang lebih dulu.”
“Tapi kita tidak bisa gegabah,” balas Ariella. “Mereka lebih terorganisir daripada yang pernah kita hadapi sebelumnya. Jika kita salah langkah, kita akan masuk ke perangkap mereka.”
Rael, yang selama ini diam, akhirnya angkat bicara. “Lalu apa rencananya? Kita tidak bisa hanya menunggu dan berharap mereka membuat kesalahan.”
Ariella menatap rekan-rekannya dengan tatapan tegas. “Kita akan menyusup ke Bucharest. Kali ini, kita tidak hanya akan menghancurkan fasilitas mereka, tetapi juga mencari tahu siapa yang memimpin mereka. Kita butuh kepala dari organisasi ini.”
---
Dua hari kemudian, tim tiba di Bucharest dengan identitas baru. Liana menyamar sebagai pengusaha teknologi yang ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan lokal, sementara Ariella dan Alex berperan sebagai pengawalnya. Rael, yang masih belum sepenuhnya pulih, tetap berada di markas darurat mereka, memantau dari jauh dan memberikan arahan melalui komunikasi.
“Aku berhasil menemukan salah satu kontak lokal mereka,” kata Liana melalui earpiece saat dia berjalan melewati jalanan yang penuh gedung-gedung tua. “Namanya Viktor Dragomir, seorang pedagang senjata yang memiliki hubungan dekat dengan The Obsidian Circle. Dia sering terlihat di klub malam eksklusif di pusat kota.”
“Bagus,” jawab Ariella. “Pastikan kau tidak menarik perhatian. Kita harus masuk tanpa ada yang curiga.”
Malam itu, mereka menyusup ke klub malam yang disebut Nocturne, tempat Viktor sering mengadakan pertemuan rahasia. Klub itu penuh dengan orang-orang berpakaian mewah, suasananya gelap namun penuh energi. Musik keras dan lampu-lampu neon membuatnya sulit untuk fokus, tetapi Ariella tetap waspada.
Di sudut ruangan, mereka melihat Viktor duduk di sebuah sofa kulit hitam, dikelilingi oleh penjaga bersenjata dan wanita-wanita glamor. Liana mendekat dengan percaya diri, memainkan perannya dengan sempurna sebagai pengusaha ambisius.
“Viktor Dragomir?” tanya Liana dengan senyum tipis.
Pria itu memandangnya dengan curiga. “Siapa kau?”
“Orang yang bisa membantumu menjadi lebih kaya,” jawab Liana dengan nada menggoda, menyerahkan kartu nama palsu. “Aku mendengar kau orang yang tepat untuk menjalin kerja sama, terutama dalam hal teknologi.”
Viktor menyipitkan mata, tetapi akhirnya tersenyum kecil. “Aku suka wanita yang tahu apa yang dia inginkan. Duduklah, kita bicara.”
Sementara Liana berbicara dengan Viktor, Ariella dan Alex menjaga jarak, memastikan tidak ada yang mencurigakan. Namun, naluri Ariella memberitahunya bahwa sesuatu tidak beres. Dia melihat seorang pria di sudut ruangan, matanya terus mengamati mereka.
“Alex, kau lihat pria di pojok itu?” bisik Ariella melalui mikrofon tersembunyi.
Alex mengangguk, menyentuh earphonenya. “Dia jelas bukan tamu biasa. Mungkin salah satu pengawas mereka.”
Ariella mengencangkan cengkeraman pada senjatanya yang tersembunyi di balik jaket. “Kita harus segera keluar dari sini. Liana, secepatnya selesai.”
---
Setelah pertemuan dengan Viktor selesai, mereka kembali ke markas darurat mereka di pinggiran kota. Liana membawa dokumen yang berisi lokasi-lokasi rahasia yang digunakan oleh The Obsidian Circle di Bucharest.
Namun, saat mereka sedang mempelajari dokumen itu, sebuah ledakan besar mengguncang markas mereka.
“Apa yang terjadi?” teriak Rael, berusaha melindungi dirinya dari puing-puing yang berjatuhan.
Ariella segera meraih senjatanya, memimpin tim keluar dari ruangan yang kini penuh dengan asap dan api. Di luar, mereka diserang oleh sekelompok orang bersenjata—bukan pasukan biasa, tetapi jelas anggota The Obsidian Circle.
“Mereka menemukan kita!” teriak Alex, berlindung di balik dinding yang hampir runtuh.
“Tapi bagaimana mereka bisa tahu lokasi kita?” tanya Liana dengan panik, menembak balik musuh yang mendekat.
Saat itu, sebuah pemikiran mengerikan melintas di benak Ariella. “Seseorang mengkhianati kita,” gumamnya.
Pertempuran sengit terjadi, dengan tim berusaha melawan dan melarikan diri pada saat yang sama. Rael, meskipun terluka, menunjukkan keberanian luar biasa dengan menembak musuh dari jarak jauh. Namun, jumlah musuh terlalu banyak.
“Kita harus mundur!” perintah Ariella.
Dengan susah payah, mereka berhasil melarikan diri, meninggalkan markas mereka yang kini hancur total. Namun, kecurigaan Ariella terus menghantuinya. Siapa yang membocorkan lokasi mereka?
---
Malam itu, mereka bersembunyi di sebuah apartemen kecil yang aman di pusat kota. Ariella mengumpulkan timnya, mencoba menganalisis situasi.
“Ada yang tidak beres,” katanya dengan nada dingin. “Hanya kita yang tahu lokasi markas itu. Jadi, salah satu dari kita pasti telah memberitahu mereka.”
Ruangan menjadi hening. Semua orang saling memandang dengan curiga.
“Aku tidak mungkin melakukan itu!” kata Liana, suaranya penuh emosi.
“Dan aku? Kau pikir aku akan membahayakan nyawaku sendiri?” balas Alex.
Rael hanya diam, tetapi matanya menunjukkan bahwa dia merasa tersinggung dengan tuduhan itu.
Ariella menghela napas, mencoba mengendalikan emosinya. “Aku tidak ingin menuduh siapa pun. Tapi kita harus menemukan jawabannya, atau kita tidak akan pernah bisa percaya satu sama lain lagi.”
Namun, sebelum mereka bisa menyelidiki lebih jauh, sebuah pesan masuk ke perangkat komunikasi mereka. Pesan itu hanya berisi satu kalimat:
"Kalian tidak akan pernah bisa mempercayai satu sama lain lagi."
Ariella merasakan dingin menjalar ke tubuhnya. The Obsidian Circle tidak hanya menyerang secara fisik, tetapi juga mencoba menghancurkan kepercayaan di antara mereka.
Dengan tatapan penuh tekad, Ariella berkata, “Kita akan mencari tahu siapa musuh kita, bahkan jika itu berarti menghadapi kebenaran yang paling menyakitkan sekalipun. Mereka mungkin mencoba memecah belah kita, tapi kita akan tetap bertahan.”
Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa pertempuran ini baru saja dimulai, dan musuh terbesarnya mungkin bukan hanya The Obsidian Circle, tetapi juga pengkhianatan di dalam timnya sendiri.