Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Mitos di Balik Gunung
---
Pemandangan yang Mempesona
Perjalanan menuju arah matahari terbenam membawa Raka, Amara, dan Arjuna ke sebuah gunung yang menjulang megah. Gunung itu tampak seperti penjaga abadi, berdiri kokoh dengan puncaknya yang seringkali diselimuti kabut. Di sepanjang perjalanan, mereka disambut dengan pemandangan hutan hijau, suara aliran sungai, dan udara sejuk yang menyegarkan. Namun, di balik keindahan itu, mereka tahu bahaya sedang mengintai.
“Gunung ini disebut Gunung Mawar,” ujar Arjuna sambil menunjuk ke arah puncaknya yang samar-samar terlihat. “Dinamai begitu karena konon ada bunga mawar hitam yang hanya tumbuh di atas sana.”
“Mawar hitam? Bukankah itu hanya mitos?” tanya Amara sambil memperhatikan jalan setapak yang mulai menanjak.
Arjuna tersenyum tipis. “Banyak yang mengatakan demikian. Tapi aku percaya setiap mitos memiliki sedikit kebenaran di dalamnya. Gunung ini menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang kalian kira.”
---
Cerita Sang Penghuni Desa
Saat mereka mendaki, mereka memutuskan untuk berhenti di sebuah desa kecil di kaki gunung untuk beristirahat. Desa itu tampak sepi, dengan hanya beberapa penduduk yang terlihat. Namun, suasananya tidak seperti desa yang ditinggalkan. Ada keheningan aneh, seolah-olah desa itu menyembunyikan sesuatu.
Seorang pria tua mendekati mereka saat mereka duduk di depan sebuah gubuk kayu. Rambutnya putih, wajahnya penuh kerutan, tetapi matanya tajam dan penuh kewaspadaan.
“Kalian datang ke sini untuk apa?” tanyanya dengan suara berat.
“Kami hanya melewati desa ini dalam perjalanan mendaki Gunung Mawar,” jawab Raka sopan.
Pria tua itu terdiam sejenak, lalu duduk di dekat mereka. “Gunung itu bukan tempat biasa. Banyak yang datang ke sana, tapi sedikit yang kembali.”
Amara merasakan bulu kuduknya meremang. “Apa yang terjadi pada mereka?”
Pria itu menatap mereka dengan serius. “Gunung itu dilindungi oleh sesuatu yang lebih tua dari waktu. Mereka yang tidak memiliki hati yang murni akan tersesat selamanya di jalannya.”
“Lalu bagaimana dengan bunga mawar hitam? Apakah itu benar-benar ada?” tanya Raka.
“Bunga itu memang ada,” jawab pria itu. “Tapi bunga itu bukan sekadar tanaman. Ia adalah penanda ujian terakhir. Hanya mereka yang benar-benar layak yang bisa memetiknya.”
Arjuna mendengarkan dengan seksama, lalu mengangguk pelan. “Terima kasih atas peringatannya. Kami akan berhati-hati.”
---
Awal Pendakian
Keesokan harinya, mereka memulai pendakian ke Gunung Mawar. Jalan setapak semakin curam, dan kabut mulai menyelimuti mereka, menciptakan suasana yang menakutkan. Amara berjalan di belakang Raka, mencoba menenangkan dirinya.
“Kau percaya dengan cerita pria tua itu?” tanya Amara.
“Entahlah,” jawab Raka. “Tapi aku rasa ada kebenaran dalam apa yang ia katakan. Gunung ini... terasa berbeda.”
Di tengah perjalanan, mereka menemukan ukiran batu yang tertanam di dinding tebing. Ukiran itu menggambarkan sosok manusia dengan tangan terangkat ke langit, dikelilingi oleh lingkaran cahaya.
“Apa ini?” tanya Amara sambil menyentuh ukiran itu.
“Ini adalah lambang perlindungan,” jawab Arjuna. “Mungkin dibuat oleh mereka yang dulu menjaga rahasia gunung ini.”
---
Tantangan Pertama
Saat mereka melanjutkan perjalanan, kabut semakin tebal, membuat mereka sulit melihat jalan di depan. Tiba-tiba, suara aneh terdengar, seperti bisikan yang datang dari segala arah.
“Apakah kalian mendengar itu?” tanya Amara dengan suara gemetar.
Raka mengangguk, matanya waspada. “Ya. Tetap dekat denganku.”
Bisikan itu semakin keras, dan tiba-tiba, sosok-sosok bayangan muncul dari kabut. Mereka tampak seperti manusia, tetapi gerak-geriknya tidak wajar, seperti boneka yang dikendalikan oleh tali.
“Mereka bukan manusia,” bisik Arjuna. “Jangan biarkan mereka mendekat!”
Raka menghunus pisau kecilnya, sementara Amara memegang erat tongkat kayu yang ia temukan di perjalanan. Bayangan-bayangan itu mendekat, dan ketika Raka mencoba menyerang salah satunya, pisau itu hanya menembus udara kosong.
“Mereka tidak bisa dilawan dengan kekerasan!” teriak Arjuna. “Kita harus menemukan sumber kabut ini!”
Mereka berlari, mencoba menjauh dari bayangan-bayangan itu. Amara melihat sesuatu yang aneh di kejauhan—sebuah batu besar yang tampak bersinar redup.
“Di sana!” seru Amara sambil menunjuk ke arah batu itu.
Mereka bergegas ke sana, dan ketika mereka mendekati batu itu, cahaya dari batu tersebut semakin terang, mengusir bayangan-bayangan yang mengejar mereka.
Arjuna memeriksa batu itu. “Ini adalah Batu Penuntun. Ia akan menunjukkan jalan yang benar.”
---
Puncak Gunung dan Rahasia Mawar Hitam
Setelah melalui berbagai rintangan, mereka akhirnya mencapai puncak gunung. Pemandangan di sana begitu indah, dengan lautan awan yang terbentang sejauh mata memandang. Di tengah puncak, mereka menemukan taman kecil dengan bunga-bunga yang bermekaran, dan di tengahnya tumbuh mawar hitam yang memancarkan cahaya lembut.
“Itu dia,” bisik Amara dengan takjub.
Namun, saat mereka mendekati bunga itu, tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Dari dalam tanah, muncul sosok besar yang tampak seperti patung batu, tetapi hidup dan bergerak.
“Penjaga terakhir,” gumam Arjuna.
Penjaga itu mengeluarkan suara gemuruh, seolah-olah menanyakan niat mereka. Arjuna melangkah maju dan berbicara dengan suara lantang. “Kami datang dengan niat murni, untuk melindungi rahasia yang ada di gunung ini.”
Penjaga itu berhenti, lalu menunduk pelan sebelum menghilang kembali ke dalam tanah.
“Dia menerima niat kita,” kata Arjuna.
Amara dengan hati-hati memetik mawar hitam itu, dan seketika, bunga itu berubah menjadi cahaya yang menyelimuti mereka. Dalam sekejap, mereka merasa tubuh mereka ringan, dan mereka seperti melihat bayangan masa lalu—saat gunung ini dijaga oleh para pendeta kuno yang bersumpah melindungi rahasia Nusantara.
Ketika cahaya itu menghilang, mereka menyadari bahwa mawar hitam itu telah berubah menjadi kunci kecil yang terbuat dari emas.
---
Langkah Selanjutnya
Dengan kunci kedua di tangan mereka, mereka turun dari gunung dengan perasaan lega, tetapi juga dengan kesadaran bahwa perjalanan mereka masih panjang.
“Apa langkah kita selanjutnya?” tanya Raka.
“Kita harus menuju Laut Selatan,” jawab Arjuna. “Di sanalah kunci berikutnya berada. Tapi perjalanan ke sana akan jauh lebih sulit.”
Amara dan Raka saling menatap, menyadari bahwa mereka telah melewati banyak hal bersama, tetapi ini baru awal dari petualangan mereka.
---
Akhir Bab 6
Bab ini memperkenalkan mitos lokal, elemen tantangan fisik dan spiritual, serta hubungan yang semakin erat antara Raka dan