Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Enam - Jangan Bahas Soal Perasaan
Adrian memeluk tubuh Asyifa. Ia tahu bagaimana menderitanya Asyifa setelah kepergian kedua orang tuanya. Dari hidup berkecukupan, bahkan menjadi orang berada yang mungkin memiliki segalanya, sekarang Asyifa berada di titik paling bawah, dan bekerja sebagai istri kontrak demi adiknya, supaya kedua adiknya menempuh pendidikan yang layak.
“Aku janji, aku akan membahagiakan kamu, Fa. Jangan pernah merasa sendiri, aku akan selalu bersamamu,” ucap Adrian dengan mencium puncak kepala Asyifa.
“Tapi, aku tidak janji untuk itu, Mas. Aku sadar diri, sadar posisiku itu apa,” ucap Asyifa.
“Tidak usah memikirkan kontrak pernikahan kita. Aku hanya mau kamu, aku akan ceraikan Naura,” ucap Adrian.
Asyifa mendongakkan kepalanya menatap Adrian yang berani bicara seperti itu. Tidak disangka Adrian berniat untuk menceraikan Naura.
“Enggak, jangan lakukan itu, Mas. Aku tidak mau dicap sebagai perebut suami orang. Aku di sini bekerja, aku terima bayaran dari Mbak Naura, aku harus profesional dengan pekerjaanku,” ucap Asyifa.
“Aku sudah tidak ada perasaan dengan Naura, Fa.”
“Kamu salah, Mas, yang mas rasakan itu hanya emosi sesaat, tolong jangan melanggar apa yang sudah kita sepakati bertiga,” ucap Asyifa.
“Meski kamu mencintaiku, kamu tidak mau terus bersamaku?”
Asyifa terdiam, tidak tahu harus menjawab apa, karena memang sudah ada perasaan di hatinya untuk Adrian. Namun, tidak bisa Asyifa ungkapkan, karena akan menyakiti hati wanita lain yang begitu mencintai Adrian, wanita yang sudah menolong dirinya untuk membiayai sekolah kedua adiknya, meskipun dengan cara dirinya menjadi istri dari suami wanita tersebut.
“Aku tidak mencintai kamu Mas, karena aku sudah berjanji untuk menaati semua peraturan dalam perjanjian kerjaku dengan Mbak Naura, jadi tolong sekali, Mas hargai semua ini,” ucap Asyifa dengan tatapan sendu.
“Aku tahu kamu mencintaiku, Fa. Tolong jangan takut dengan ancaman Naura, aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu, Asyifa,” ungkap Adrian dengan sungguh-sungguh.
“Sudah jangan bahas soal perasaan, Mas, karena tidak ada dalam perjanjian. Lebih baik kita bersiap untuk turun, karena sebentar lagi giliran kita untuk turun,” ucap Asyifa.
Bianglala berhenti berputar, Adrian dan Asyifa keluar dari dalam. Mereka tak seceria dan sebahagia tadi saat masuk ke wahana permainan. Sekarang mereka malah saling diam, saling bicara pada hati mereka masing-masing. Adrian memang salah jika jatuh cinta pada Asyifa, karena Naura tidak akan pernah mengizinkannya. Akan tetapi, semua itu karena Naura yang membuatnya jatuh cinta pada Asyifa.
Tidak ada yang salah, jika dua orang terbiasa bersama, apalagi berstatus suami istri itu jatuh cinta. Adrian tidak mau menganggap Asyifa hanya pemuas nafsunya saja. Dari awal sebelum menyentuh Asyifa, Adrian sudah memiliki sedikit perasaan pada Asyifa. Awalnya hanya rasa kasihan dan iba dengan Asyifa, tapi itu salah, ternyata perasaan itu adalah cinta.
Adrian menggamit tangan Asyifa, ia tidak mau membiarkan istrinya hilang di tengah kerumunan orang di Pasar Malam. Adrian harus berusaha meyakinkan Asyifa lagi, kalau dirinya tidak main-main dengan perasaannya. Berbeda dengan Asyifa yang sedang berusaha membuang rasa cinta untuk Adrian, karena mencintai Adrian adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya, apalagi sampai merusak mahligai pernikahan Adrian dan Naura.
**
“Ra, kapan kamu akan memberikan Mami sama Papi cucu? Kamu ini anak kami satu-satunya, Mami sama Papi sudah tua, pengin banget punya cucu, supaya rumah Mami rame ada cucu,” pinta seorang perempuan yang tak lain adalah ibu kandung Naura.
“Iya, Ra. Papi juga sudah pengin nimang cucu,” ucap Papinya Naura.
“Mnch ... gak ada obrolan lain selain membicarakan soal anak?” cebik Naura.
Hari ini Naura pergi ke rumah kedua orang tuanya, itu karena Naura mendengar kabar kalau Maminya sedang sakit. Naura begitu menyayangi Maminya, meskipun beliau selalu cerewet pada Naura soal keturunan. Naura bersama Adrian pergi ke rumah orang tua Naura. Tadinya Adrian tidak ingin ikut dengan Naura, tapi karena Naura memaksa, juga karena Papi mertuanya juga ingin bicara penting dengan dirinya, Adrian terpaksa ikut dengan Naura.
“Tuh anak Mami selalu begitu kalau ditanyain soal anak, Mi!” cetus Adrian.
“Mas bisa gak, gak usah ikutan bahas ini, toh aku sudah ikut program hamil, ya sudah tunggu saja, makanya Mas jangan sibuk terus, sesekali quality time berdua, biar aku cepat hamil!” cebik Naura.
“Bukannya kamu yang lebih senang quality time dengan geng sosialitamu, Ra?” ujar Adrian.
“Adrian, Naura, kenapa malah ribut? Kalian menikah sudah sepuluh tahun, jadi Papi dan Mami tidak salah dong tanya kapan kalian punya anak? Toh kita tanyanya juga kalau ketemu begini, gak setiap hari tanya seperti itu?” ucap Danar, ayah dari Naura.
“Iya, Ra. Mami juga baru tanya ini, kok kamu kesannya marah sekali kalau Mami tanya kamu kapan hamil?” ucap Heni, ibu dari Naura.
“Mami mau tahu, kenapa aku belum hamil? Jawabannya ada pada Papi! Kita pulang mas, gak ada gunanya bahas seperti ini. Aku ke sini tujuannya untuk jenguk Mami! Bukan untuk bahas soal anak!” pekik Naura.
“Papi? Kenapa jawabannya ada pada papi?” tanya Danar bingung.
“Pikir sendiri! Kita pulang saja, Mas! Gak ada gunanya kita di sini!”
Naura langsung pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Murka sekali rasanya melihat laki-laki yang ia panggil Papi. Laki-laki yang melumpuhkan mentalnya untuk menjadi seorang ibu. Laki-laki yang sudah menanamkan rasa takut sejak dia masih kecil.
Terdengar isak tangis Naura sambil berjalan ke arah mobilnya. Naura berjalan dengan gontai, pikirannya berkecamuk, ia takut jika mengingat ucapan papinya dulu, yang sudah melumpuhkan mentalnya sampai detik ini.
“Akkkhhh!!!” teriak Naura kencang sambil meremas kepalanya dan menarik rambut indahnya, hingga membuat Adrian berlari dan memeluknya.
“Ra ... kenapa?” Adrian bingung dengan Naura yang tiba-tiba teriak seperti itu. Wajahnya menyiratkan sebuah ketakutan, tubuhnya bergetar hebat seperti orang yang sedang mengalami trauma hebat.
“Hei .... kenapa begini ada apa, Naura?” ucap Adrian yang mulai iba dengan istrinya yang seperti menyembunyikan banyak beban di pikirannya.
Naura memeluk Adrian sangat erat seperti orang yang sangat ketakutan. “Jangan tinggalin aku,” lirih Naura dengan suara bergetar.
“Masuk dulu ke mobil, ya?” Adrian memapah tubuh Naura untuk masuk ke dalam mobil.
Dua pasang mata menatap Naura dan Adrian dari kejauhan, siapa lagi kalau bukan orang tua Naura, yang juga merasa aneh dengan sikap Naura kali ini. Biasanya saat ditanya kapan dia mau hamil, Naura sangat santai menanggapinya, tapi kali ini mereka melihat Naura begitu kacau saat mereka tanya perihal kehamilan.
“Papi pernah bicara apa dengan Naura, Mi? Sampai Naura seperti itu, sampai dia bicara kasar dengan papi, dan marah besar dengan papi,” ucap Danar dengan tatapan sendu melihat putrinya yang seperti itu dari kejauhan.
“Mami juga tidak tahu, Pi. Apa papi pernah menyinggung masalah kehamilan dengan Naura, atau papi sangat memaksa Naura untuk hamil?” tanya Heni.
“Demi Allah, Papi tidak pernah seperti itu, Mi. Papi bingung, apa karena masalah dulu, Mi? Saat Papi selingkuh dengan sekretaris Papi itu? Tapi Naura sepertinya biasa saja, dan tidak mau tahu urusan kita waktu itu?” ucap Danar menerka-nerka.
“Mami tidak tahu juga, Pi. Nanti kita hubungi Adrian saja, biar mereka selesaikan masalah mereka sendiri, bagaimana pun mereka sudah berumah tangga, biar mereka urus semuanya sendiri,” tutur Heni.
Danar merangkul istrinya untuk kembali masuk ke dalam. Pikirannya masih tidak tenang melihat putrinya seperti itu. Setelah di kamar, Danar duduk di sofa, dengan pandangan kosong, sambil mengingat-ingat hal apa yang pernah Danar lakukan pada putrinya hingga putrinya berkata seperti itu padanya, dan terlihat marah besar pada dirinya.
**
Adrian masih memeluk Naura, menenangkan Naura yang masih menangis hingga sesegukkan. Wajahnya berubah pucat, seperti orang yang benar-benar ketakutan.
“Kamu kenapa, hmm?” tanya Adrian dengan masih memeluk Naura.
“Apa kamu akan meninggalkanku, Mas? Apa semua laki-laki akan meninggalkan istrinya jika tubuh istrinya sudah berubah bentuk setelah melahirkan? Aku tahu kamu pasti akan melakukan itu, apalagi kamu sudah membenciku,” ucapnya dengan tatapan kosong.
“Kamu bicara apa, Ra? Apa itu alasan kamu, kenapa kamu gak mau hamil?” tanya Adrian.
“Itu alasannya, Mas. Karena aku sangat mencintaimu, hal itu selalu menghantuiku sejak dulu, sejak aku remaja. Itu kenapa aku memilih kamu untuk menjadi suamiku, yang mau menerimaku jika aku tidak ingin hamil,” ucap Naura.
“Kenapa, Ra? Kenapa kamu berpikir seperti itu? Kamu tahu aku mencintaimu? Tapi kamu malah begini, Ta. Kamu nyuruh aku nikah lagi, dan sekarang aku ...,”
dr ibu pertma anaknya 4 perempuan smua
dr ibu kedua anaknya 2 laki2 smua.
SMP skrang smua anak2 sudah berkeluarga dan mereka tampak akuuur bgt.. sering liburan bareng.
salut si sma yg bisa kaya bgtu,
jdi laki ko serakah ga ada tuh perempuan yg bnr" ikhlas d madu toh rasa nya kaya racun pergi ja lh Asyifa dari pada makin sakit mana ga berdarah itu lebih berbahaya