Agistya dan Martin awalnya pasangan yang bahagia.
Namun, semuanya berubah saat Agistya hamil di luar rencana mereka.
Martin yang ambisius justru membencinya dan merasa hidup mereka berantakan.
Tak lama setelah anak mereka lahir, Martin menceraikannya, meninggalkan Agistya dalam kesendirian dan kesedihan sebagai ibu tunggal.
Dalam perjuangannya membesarkan sang buah hati, Agistya bertemu dengan seorang pria yang baik hati, yang membawa kembali kebahagiaan dan warna dalam hidupnya.
Apakah Agistya akan memaafkan masa lalunya dan membuka hati untuk cinta yang baru?
Bagaimana pria baik ini mengubah hidup Agistya dan buah hatinya?
Apakah Martin akan menyesali keputusannya dan mencoba kembali pada Agistya?
Akankah Agistya memilih kebahagiaannya yang baru atau memaafkan Martin demi keluarganya?
Semuanya terjawab di setiap bab novel yang aku update, stay tuned terus ya!✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Donor darah
"Mau gak mau kamu harus ke rumah Martin, itu jalan satu-satunya, ibu rasa dia pasti bersedia ... apalagi ini menyangkut nyawa anak kandungnya."
"Tapi Tya gak yakin Bu."
"Di coba dulu Tya, ayo sekarang baru jam 5 pagi, sepertinya kamu bisa datang ke rumah Martin sebelum dia pergi ke kantor."
"I-iya Bu." Tya langsung berlari di koridor rumah sakit, tujuannya adalah rumah Martin.
Tiba-tiba tangan Tya ada yang menarik dan menggenggam erat, saat Tya akan keluar dari lobby rumah sakit.
Dimas, dengan baju tidur dan sendal jepit ada di rumah sakit saat ini, Dimas tau kabar ini dari Gisel, karena semalam Tya langsung meminta izin tidak masuk kerja pada Gisel dan menceritakan semua yang terjadi pada anaknya.
"Maaf saya baru tau kalau Kevin sakit ... Kamu mau kemana sekarang?" Tanya Dimas dengan nada lembut.
Tya menyeka air matanya yang sedari tadi mengalir terus, membayangkan jika Martin tidak mau mendonorkan darahnya.
"Saya gak ada waktu jelasinnya Dimas, kamar Kevin di Melati 403, ada ibu disana." Tya berbalik lalu melanjutkan langkahnya, Tapi Dimas tidak tinggal diam, dia terus mengikuti Tya.
"Saya antar Tya, kamu mau kemana hah?"
"Ke rumah mantan suami saya." Tya lalu menghentikan langkahnya, dan menerima penawaran Dimas, karena hanya itulah jalan tercepat daripada harus menunggu taxi.
"Saya antar!" Dimas lalu menarik Tya menuju tempat mobilnya terparkir, padahal Tya sudah menyetujui penawaran Dimas untuk mengantarnya.
Dimobil Tya menceritakan semua yang terjadi, sejak hari pertama Kevin sakit sampai berakhir di bawa ke IGD.
"Maaf saya datang terlambat."
"Gak terlambat Dim, buktinya kamu bisa antar saya."
"Kuat ya Tya, saya selalu ada buat kamu." Dimas memberanikan menggenggam tangan Tya, dan Tya tidak melakukan penolakan apapun, Tya hanya mengangguk sambil terus terisak.
*Sampai di rumah Martin.
Dimas memandang rumah Martin, rumah yang pernah di tinggali oleh Tya selama beberapa tahun itu.
"Saya ikut turun ya Tya."
Tya mengangguk menyetujui.
Setelah bel di bunyikan, pintu terbuka dan Yunita yang menampilkan wajahnya pertama kali.
"Tya? Ada apa?" Tanya nya dengan sinis.
"Itu Bu, Kevin masuk rumah sakit, dia butuh darah ... Dan hanya Martin yang sesuai golongan darahnya." Ucap Tya, Yunita sama sekali tidak memberikan akses masuk, mereka berbicara di depan pintu.
"Biasanya rumah sakit punya stok darah, masa harus Martin juga yang turun tangan? Makanya kamu bawa anak kamu ke rumah sakit besar, Jangan ke klinik ! Terbukti kan omongan ibu waktu dulu, kalau punya anak itu nyusahin! Sekarang aja cuma bisa nangis kamu!"
Dimas mengepalkan tangannya kuat, rasa ingin menganiaya wanita paruh baya ini sangat kuat, tapi beruntung Dimas bisa menahannya.
"Tante, maaf sebelumnya ... Apakah anak Tante se menyusahkan itu? Sehingga Tante berbicara kata-kata yang tidak pantas seperti tadi? masalahnya ini menyangkut nyawa seseorang, cucu kandung anda sendiri, apakah tidak ada setitik rasa iba atau naluri anda sebagai seorang nenek? Sampai tega berbicara seperti itu." Dimas tiba-tiba maju dan berdiri tepat di depan Tya, melindungi wanita yang sedang hancur hatinya itu.
"Kamu siapa? Gak sopan kamu berbicara seperti itu sama saya?!"
"Dim, udah Dim jangan ribut." Bisik Tya yang tangannya terus di genggam oleh Dimas agar tidak mendekati mantan mertuanya itu.
"Sekarang gini aja deh Tante, mana Papa nya Kevin? Atau saya teriak dari sini biar semua orang denger? Nanti ujung-ujungnya Tante juga yang bakal malu."
"Gak sopan sekali pria ini! Tunggu kalian disini ... Saya ga Sudi rumah saya di masuki oleh dua orang pengacau seperti kalian ini." Yunita akhirnya menyerah, dan masuk kembali ke rumah untuk memanggil Martin.
Selagi menunggu, Dimas berbalik dan saling berhadapan dengan Tya, menghapus air mata yang sudah membuat wajahnya memerah. "Ini nangis dari kapan? Muka kamu bengkak, mata kamu jadi sipit banget." Ucapnya dengan lembut.
"Dari tengah malam." Ucap Tya dengan suara seraknya.
"Hey ... Hey ... Ada yang pamer pasangan baru disini." Suara tepukan tangan Martin muncul dari dalam rumah melihat adegan Dimas yang sedang menyeka air mata Tya.
Tya langsung melepas genggaman tangan Dimas, dia langsung berlutut di sebelah kaki Martin, "Martin, tolong ... tolong Kevin, dia butuh kamu."
"Butuh apa dia? Uang? tabungan kamu sudah habis? Hah?" cecar Martin tanpa mendengar kelanjutan perkataan Tya.
Bajingan, rasanya ingin ku bunuh dia! Batin Dimas geram melihat Martin memperlakukan Tya seperti itu.
"Darah Martin, Kevin butuh darah kamu, dia lagi sakit sekarang."
"Waaaaaah anak itu, semenjak ada di dalam perut sampai sekarang kerjanya hanya membuat kerusuhan, apa kamu tidak ada niatan untuk membuangnya ke panti asuhan? Karena sepertinya Kevin itu anak pembawa sial!"
"Terserah Martin, terserah kamu mau berkata apa ... Tolong Kevin sekarang juga aku mohooon."
"Gak bisa! Darahku sangat berharga, jika aku donorkan pada anak itu, bisa-bisa aku lemah dan tidak fokus saat bekerja, kamu tau sendiri kan aku bekerja di bagian keuangan dan membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi."
*Bugh
Dimas memukul wajah Martin dengan sekuat tenaga, Sampai tubuhnya terlempar dan membentur pintu yang ada di belakangnya.
"Entah saya harus mendeskripsikan diri anda seperti apa, karena seekor babi pun sangat peduli pada anaknya." Ucap Dimas dengan nafas terengah-engah yang berusaha menahan emosinya, Tya memeluk Dimas agar berhenti melakukan pemukulan pada Martin.
Seluruh keluarga Martin keluar, dan melihat Martin dengan keadaan terjatuh di lantai dengan darah yang mengalir di kedua lubang hidungnya. "Martiiiiin!!!!!!" Teriak Yunita.
Erlangga dan Komala hanya bisa diam melihat kejadian ini, karena sebelumnya Yunita sudah menceritakan apa tujuan kedatangan Tya dan juga laki-laki yang mengantarnya.
"Ayo Tya, kita pergi dari sini. Iblis kalian semua!" Umpat Dimas lalu menarik Tya berjalan dan masuk ke dalam mobil.
Didalam mobil, Tya menangis sejadi-jadinya tidak tau lagi harus seperti apa menghadapi situasi yang sedang terjadi sekarang.
"Kuat Tya, kuat ... Sabar sebentar saya sedang berusaha." Dimas terus menenangkan Tya di dalam mobil, dengan sebelah tangannya memegang stir mobil.
Dimas menyuruh Gisel untuk mengecek darah para karyawan di kantor, dan yang sesuai di perintahkan untuk mendonorkan darahnya, tentunya tidak percuma ... Dimas akan membayar dengan harga tinggi untuk sang pendonor.
Gisel dengan cepat merespon, dan ternyata ada 5 orang dengan golongan darah yang sesuai, Dimas meminta untuk 5 orang itu untuk pergi ke rumah sakit tempat Kevin di rawat untuk dilakukan pengecekan oleh dokter, siapa yang memenuhi syarat untuk mendonorkan darahnya.
"Tya ... saya sudah dapat pendonor, ada 5 orang yang akan di cek kesehatannya di rumah sakit, jika memenuhi syarat mereka bisa mendonorkan darahnya untuk Kevin." Kata Dimas sambil mengelus puncak kepala Tya lembut.
Hari ini spesial banget aku nulis 3 bab... Moga kalian sukaaa💜
**Kalau ada salah ketik atau nama tolong di komen ya, biar langsung aku edit. Makasih semuanya**
thank you Thor 😘😍🤗
semangat lanjut terus yaaa 💪💪😘🤩🤗🤗