Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 - Kabar Tidak Baik
1 mingu berlalu.
Sean terus saja tertawa ketika dia berhasil membuat mbak Ajeng kesal. Saat sedang berdua, Sean akan selalu memanggil mbak Ajeng dengan sebutan mama.
Ajeng tentu marah dan kesal, berulang kali mengancam akan memarahi Sean andai bocah itu berani memanggilnya seperti itu apalagi jika di tempat umum.
Entahlah, Ajeng tak bisa membayangkan akan jadi apa dia andai ada anggota keluarga Aditama yang mendengar.
Mungkin saat itu juga Ajeng akan dibuat adonan kue.
Hii, Ajeng sungguh takut.
"Sean benar-benar menyebalkan, selalu saja membuat aku takut, sama seperti papa Reza," gerutu Ajeng. Dia menutup kamar Sean dan hendak pergi ke kamarnya sendiri.
Saat ini sudah jam 9 malam, Sean baru saja tertidur.
Baru 1 langkah kaki Ajeng berjalan, dia langsung berhenti saat merasakan ponselnya di tangan bergetar. Ada 1 pesan masuk, dari Nia sang adik.
Tanpa pikir panjang dia pun segera membuka pesan tersebut.
'Mas Erwin tadi datang ke rumah Mbak, dia tanya sekarang mbak dimana. Tapi aku nggak jawab apa-apa. Dia datang ke rumah buat ngundang acara 3 bulanan anaknya.'
Tulis Nia dalam pesan itu.
Deg!
Ada bagian di sudut hati Ajeng yang masih saja terasa sesak tiap kali membahas pria tersebut.
Ada bagian hatinya yang seperti luluh meski hanya ditanya keberadaannya saat ini.
Bodoh, bodoh kamu Jeng kalau masih mencintai pria seperti itu. Bodoh. Batin Ajeng, mengumpat dirinya sendiri.
Tak ingin semakin larut dengan masa lalu, Ajeng lantas melanjutkan langkah.
"Bodoh!" umpatnya dengan sangat kesal.
"Siapa yang bodoh?" balas Reza.
Dan seketika berhasil membuat Ajeng tersentak, berjangkit kaget dan memegangi daddanya yang bergemuruh. Lagi-lagi jantung Ajeng seperti mau copot. Mana tau dia jika papa Reza sudah naik ke lantai 2, seingatnya tadi pria itu masih duduk di bawah.
Bisa tidak sih Pa, jangan mengagetkan aku! gerutu Ajeng. Di dalam hatinya.
"Siapa yang bodoh?" tanya Reza sekali lagi, dia sudah curiga pasti Ajeng sedang mengumpat dia.
"Bu-bukan siapa-siapa Pa, a-aku yang bodoh," balas Ajeng.
Reza diam sesaat, memandang Ajeng lekat.
Gadis ini memang bodoh, pikirnya.
"Besok Oma, Kakek, Rilly dan Ryan akan pergi ke Jogja, aku akan mengantar mereka ke bandara. Jadi besok pergi ke sekolah bersama Deri saja, mengerti?"
"Baik Pa." balas Ajeng, dia hanya bicara 2 kata itu, meski sebenarnya sangat ingin bicara banyak, ingin tau kenapa semua orang tiba-tiba pergi ke Jogja, padahal belum ada pembicaraan apapun yang dia dengar.
Dan setelah mengatakan itu pun, Reza langsung pergi dari sana dan masuk ke dalam kamarnya.
Ajeng yang sangat penasaran ada apa, lantas buru-buru turun ke lantai 1, berharap Oma Putri masih berada di sana.
Dan untung lah yang dia harapkan terwujud, Oma Putri dan kakek Agung masih duduk di ruang tengah.
"Oma!" panggil Ajeng dengan suara cukup tinggi, pasalnya dia habis berlari.
"Kenapa Jeng?"
"Besok Oma pergi ke Jogja? kenapa?" tanya Ajeng pula dengan nafas terengah.
"Duduklah dulu," titah Oma Putri .
"Baik Oma." Ajeng duduk.
"Kakaknya kakek Agung sakit, kritis sekarang di rumah sakit. Kami sekeluarga akan kesana kecuali Reza dan Sean. Mungkin sekitar 1 Minggu Oma pergi, bisa lebih cepat atau lebih lama. Kalau lama ya nanti Ryan dan Rilly yang pulang duluan. Oma dan kakek berada di sana setidaknya sampai keadaan beliau lebih baik."
Ajeng mengangguk, ternyata ada kabar tidak baik. Ada anggota keluarga yang sakit.
Pagi datang.
Penerbangan Oma Putri dan seluruh keluarga dijadwalkan jam 07.30 pagi.
Jadi berangkatnya bersamaan dengan Sean yang pergi sekolah.
"Ajeng, di rumah nanti tidak ada siapa-siapa. Sehabis pulang sekolah langsung saja datang ke kantor ku. Mengerti?" titah Reza.
"Baik Pa."
"Sean, jangan nakal."
"Baik Pa," jawab Sean patuh.