Dua orang Kakak beradik dari keluarga konglomerat dengan sifat yang berbeda, sama-sama jatuh cinta pada seorang wanita.
Satria yang diam-diam telah menjalin cinta dengan Aurora terpaksa menelan kenyataan pahit saat mengetahui wanita yang dinikahi Kakaknya Saga adalah kekasih hatinya, Aurora.
Satria yang salah paham pada Aurora, jadi sakit hati dan frustasi. Cintanya pada Aurora berubah menjadi dendam dan kebencian.
Satria melakukan banyak hal untuk merusak rumah tangga kakak dan mantan kekasihnya itu.
Hingga akhirnya, Saga meninggal karna penyakit kelainan jantung yang ia derita dari kecil.
Satria malah menuduh, Aurora lah peyebab kematian sang Kakak.
Rasa benci yang mendalam, membuat Satria terus menerus menyiksa batin Aurora.
Apakah Aurora sanggup bertahan dengan ujaran kebencian Satria? Sementara Aurora masih sangat mencintai Satria.
Jangan lupa mampir ke karya author yang lain ya, 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Saga dan nilam
Raut wajah Nilam yang terlihat sedikit cemas dan salah tingkah membuat Satria makin curiga. Tanpa bertanya lagi, dia berjalan menuju dapur dan menemui mbok Tina yang asyik mencuci piring.
"Mbok...,!" panggil Satria mengejutkan mbok Tina yang latah.
"Eeh mbok..., saya mbok..., iya mbok...," jawab mbok Tina latah memegang jantungnya yang hampir copot.
Untung saja piring yang ia pegang tidak lepas dari tangannya.
"Ada apa tuan? Mbok jadi kaget." bibir mbok Tina merungut masam karna Satria terlihat nyengir cengengesan mendengar kelatahannya.
"Barusan, istri saga sama mama berantem ya?" tanya Satria mencoba mengorek keterangan dari mulut mbok Tina.
"Mbok kurang tau juga tuan. Soalnya pas nyonya besar manggil mbok ke dapur, si mbok habis dari belakang tuan. Mbok cuma disuruh ambil salep buat nyonya muda Aurora. Katanya nyonya besar, kepala nyonya muda tadi ke jedot pintu, jadinya bengkak." jawab mbok Tina jujur.
Satria tertegun sejenak. Rasa penasarannya tak lenyap begitu saja saat mendengar jawaban mbok Tina yang kurang memuaskan hatinya.
Matanya memandang pintu dapur yang selalu terbuka lebar dengan seksama. Pintu itu jarang tertutup, kecuali mereka semua berpergian keluar rumah. Tidak mungkin, Aurora membenturkan kepalanya sendiri pada pintu itu.
Tanpa bertanya apa-apa lagi, Satria berbalik menuju ruang depan. Dari balik sebuah dinding langkahnya terhenti sejenak, mengintip ke ruang depan. Dia menyaksikan Saga yang telah bersiap hendak berangkat kerja ke kantornya berdiri di samping Aurora yang tampak menunduk saja tanpa memandang wajah suaminya.
Suami istri itu tak terlihat mesra sama sekali. Aurora dan Saga tampak kaku dan canggung tanpa bicara.
"Aku berangkat." dua kata singkat terucap dari bibir Saga.
"Hati-hati." jawaban Aurora pun tak kalah singkatnya.
Satria tercenung melihat mereka berdua. Ada senyuman tipis terukir di bibirnya.
" Kau belum mendapatkan hatinya Saga. Kau belum menang." batin Satria sedikit tenang saat melihat situasi itu.
"Satria, apa yang kau lakukan disitu?" mendadak Wira yang juga hendak berangkat kerja muncul dari belakang punggungnya.
Satria kaget bercampur gugup tatkala tatapan mata Wira yang tajam tertuju tepat menatap kearahnya dengan penuh selidik.
"Aku mau keluar, tapi ada kak Saga dan Aura di depan pintu. Aku gak enak mengganggu kemesraan mereka." jawab Satria gugup.
Wira melayangkan pandangannya kearah Saga dan Aurora yang ikut kaget menyadari ada Satria sedari tadi mengintip mereka berdua dari balik dinding ruangan sebelah.
"Hmm..., kau jangan bertingkah lagi Satria. Papa tidak mau ada masalah selama kau tinggal dirumah ini." ucap Wira penuh penekanan dalam kalimatnya.
Pria setengah baya yang berwibawa itu kemudian berlalu begitu saja mengabaikan Satria dan berhenti sejenak didekat Saga dan Aurora. Matanya yang tajam, menatap Aurora yang langsung menunduk takut sesaat, kemudian tangan kekarnya menepuk bahu Saga memberi isyarat agar segera berangkat kerja.
"Ayo kita berangkat." ucap Wira mengajak Saga pergi.
Saga mengangguk patuh dan mengikuti papanya dengan hati sedikit berat. Ekor matanya sempat mendelik tajam pada Aurora seolah memberi peringatan pada Aurora yang kini tinggal dirumah bersama Satria adiknya.
"Masuk ke kamarmu! Jangan macam-macam kau ya!" bentak Nilam yang tiba-tiba saja datang dari belakang Satria membentak Aurora yang masih berdiri didekat pintu depan rumah.
Kemunculan Nilam, membuat saga sedikit bernafas lega. Tanpa ada rasa cemas, Saga pun berangkat mengikuti Wira yang telah lebih dulu meninggalkannya.
Aurora pun langsung pergi mengikuti perkataan Nilam. Dia tak mau cari penyakit dengan tetap berada di antara Nilam dan Satria.
"Mulai hari ini, fokuslah dengan bisnismu Satria. Jangan bikin Mama dan Papa stress memikirkan kamu terus!" ujar Nilam dengan nada jengkel setelah bayangan Aurora tak terlihat lagi.
Satria menghembuskan nafas panjang. Gerak geriknya terasa sulit, karena selalu dipantau Wira dan Nilam.
"Bisnisku takkan hancur ma, aku punya tenaga ahli yang sudah profesional di bidangnya masing-masing. Semua urusan perusahaan sudah ku serahkan pada Annie sekretaris ku. Dia perempuan brilian, dia menyelesaikan semuanya tanpa aku perlu turun tangan." tutur Satria sembari duduk santai diruang tamu.
"Annie?! Apa dia cantik?" tanya Nilam menunjukan minatnya saat mendengar nama Annie meluncur dari bibir Satria.
"Tentu saja cantik." sahut Satria cuek.
Nilam jadi bersemangat mendengarnya. Dia pun segera duduk disamping Satria dan memandang putranya dengan pandangan menyelidik.
"Apa dia punya pacar?" tanya Nilam lagi penasaran.
"Belum, dia masih single." jawab Satria sengaja memancing reaksi Nilam.
"kamu simpan fotonya gak? Coba mama lihat?" desak Nilam makin penasaran.
"Aku tak punya. Untuk apa aku menyimpan fotonya?" ujar Satria enteng.
Nilam menggerutu melihat sikap putranya yang santai membicarakan perempuan lain. Padahal Nilam berharap, ada secercah harapan yang bisa meringankan beban deritanya untuk menjodohkan Satria dengan perempuan lain.
"Sudahlah, mama akan cari sendiri perempuan yang tepat untukmu." ujar Nilam dengan nada putus asa.
"Mama tak perlu repot mencarikan ku. Aku bisa mencari sendiri. Tak hanya satu, aku bisa dapat lima perempuan sekaligus jika aku mau. Saat ini aku cuma butuh waktu untuk melupakan Aura. Cuma Mama yang bisa membantuku melakukannya." ucap Satria memandang Nilam penuh arti.
Nilam tertegun sejenak.
"Bantuan apa yang kau mau dari Mama?" tanya Nilam bingung bercampur heran.
"Usir dia pergi dari rumah ini! Suruh dia bercerai dengan Saga! Setelah itu, aku dan Saga bisa tenang. keluarga kita akan kembali tenang seperti sediakala." ujar Satria mencoba mempengaruhi pikiran Nilam.
Nilam termenung mendengar ucapan Satria. Apa yang dikatakan Satria selama ini, sudah menjadi rencananya dari dulu. Sayangnya, rencana itu selalu gagal karena Saga yang selalu keras kepala mempertahankan Aurora.
"Itu tidak mudah. Mama harus punya bukti yang kuat agar Aurora bisa kita singkirkan dari rumah ini." ujar Nilam merenungi perbuatannya yang selam ini telah mencoba keras untuk membuat Aurora tak betah tinggal dirumah itu.
"Jalan satu-satunya hanya membiarkan Aura mendekatiku Ma, Mama bisa mengumpulkan banyak bukti bahwa dia selalu mencoba menggodaku. Mama harus percaya padaku, kalau aku takkan tergoda oleh Aurora. Aku akan menjebak Aurora untuk masuk ke kamarku. Mama bisa jadi saksi dan mengatakan pada Saga kalau Aura lah yang salah bukan aku." tutur Satria menjelaskan rencana gilanya pada Nilam.
Nilam kaget dan agak shock mendengar rencana Satria itu.
"Kau gila! Mama tidak setuju! Kau pikir mama seburuk itu? Memfitnah Aurora dengan perbuatan yang begitu keji." tukas Nilam menolak rencana satari yang tidak masuk akal baginya.
Satria tersenyum dalam hati. Usahanya untuk merebut hati Nilam, sedikit sudah mulai berhasil.
"Aku tahu itu keji. Tapi itu juga demi kebaikan kita semua. Selagi aura tinggal disini, aku takkan nyaman. Aku ingin dia cepat pergi dari rumah ini." sambung Satria lagi memanasi hati Nilam.
"Lebih baik Mama menuduhnya sebagai pencuri daripada kau menjebaknya masuk ke dalam kamarmu. Mama tak mau kau dan Saga lah yang akan perang gara-gara perempuan sial itu!" dengus Nilam merasa kesal membayangkan Aurora.
"Tidak, itu tidak bagus. Kalau mama melakukan ide itu, Aura bisa mendekam di penjara. Tujuan kita bukan untuk memenjarakan Aura, tapi mengusirnya pergi dari rumah ini Mama...," Satria jadi khawatir jika mamanya melakukan rencana itu.
Harapannya untuk kabur bersama Aurora setelah perceraian itu terjadi, tentu takkan terlaksana jika Aurora mendekam dipenjara.
.
.
.
BERSAMBUNG
suami kasar, si emak kasar juga