(#HIJRAHSERIES)
Keputusan Bahar untuk menyekolahkan Ameeza di SMA Antares, miliknya mengubah sang putri menjadi sosok yang dingin.
Hidup Ameeza terasa penuh masalah ketika ia berada di SMA Antares. Ia harus menghadapi fans gila sepupu dan saudaranya, cinta bertepuk sebelah tangan dengan Erga, hingga terlibat dengan Arian, senior yang membencinya.
Bagaimanakah Ameeza keluar dari semua masalah itu? Akankah Erga membalas perasaannya dan bagaimana Ameeza bisa menghadapi Arian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Hasna Raihana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Dugaan
Hari ini Ameeza memilih berangkat sekolah sendiri menggunakan sepeda. Padahal Bahar sudah mencabut hukumannya itu. Tapi, entah kenapa saat ini Ameeza tidak mood membawa mobil. Ia hanya ingin membawa sepeda, mungkin karena pikirannya sedang ruet.
Tak terasa sudah seminggu Ameeza tak lagi bersinggungan dengan Erga. Tentu saja Ameeza peka dengan apa yang terjadi. Semenjak ketahuan membeli perban dan plester banyak, Erga benar-benar menjauhinya. Sebenarnya Ameeza ingin sekali membuang sejenak kekhawatiran terhadap kondisi Erga. Tapi, sial! Kenapa kepalanya tidak bisa diajak kompromi.
Jika saja Ameeza bisa mengatur atau membatasi pikirannya sudah pasti ia lakukan sejak awal. Tapi, mengontrol pikiran sendiri kadang sesusah itu.
Kaki Ameeza yang semula berjalan tak tentu arah karena pikirannya yang masih berkelana ke sana ke mari, akhirnya berhenti di area loker kelas X.
Bola mata Ameeza melotot kaget melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan lokernya. Di sana Aludra sedang bersusah payah mendobrak loker milik Ameeza. Si ketua eskul karate itu terus memaksa, menarik-narik pegangan loker sekuat tenaga.
"Hoy!" tegur Ameeza membuat atensi Aludra teralihkan.
"Lo ngapain, Kak?"
"Mau bobol loker lo! Udah semingguan lo gak buka loker. Jadi, gue inisiatif buat buka sendiri," jelas Aludra dengan senyuman. Perempuan itu merapikan ikatan rambutnya dan merapikan seragamnya.
"Al! Gimana? Bisa?" tanya Avior tiba-tiba muncul macam setan.
Ameeza mendelik. Namun tatapan itu dibalas Avior dengan tatapan tajam. "Apa?!"
Ameeza mendecih. Kesal dengan sikap sepupunya itu.
"Gak bisa, nih. Padahal gue udah coba buat narik paksa pegangannya," keluh Aludra lesu.
Avior mendekat lantas menjitak kepala Aludra. Perempuan itu mengaduh kesakitan menyorot Avior tajam. "Kelakuan lo bar-bar amat, dah." Avior berkacak pinggang. Memiringkan kepalanya tak habis pikir. Ia menyentuh pelipisnya. "Kali-kali tuh, yah kalau mau ngelakuin sesuatu dipikir pake otak. Bisa-bisanya lo mau ngebobol loker. Padahal ada cara yang lebih simple."
Aludra Memandang Avior kesal. "Apa?"
Avior berbalik. Memandang Ameeza yang masih terdiam tak jauh dari tempatnya berdiri. "My, pinjem kunci loker."
Ameeza merogoh tasnya, mengambil kunci loker lantas melemparkannya pada Avior. Laki-laki itu menangkapnya, lalu menyingkirkan Aludra yang berdiri di depan loker Ameeza.
"ISH! PELAN-PELAN DONG BUKA LOKERNYA!!" jerit Aludra sembari memukul-mukul Avior kesal.
"Yah gue mana tahu kalau hadiahnya bakal amburadul kayak gini!" protes Avior tak terima.
"Pikir, dong pake otak! Dalam jangka seminggu udah pasti banyaklah!"
Perdebatan antara Aludra dan Avior tak berhenti. Bahkan sampai melewati beberapa kelas suara perdebatan antara Aludra dan Avior masih terdengar. Walau suaranya sudah semakin tak terdengar akibat jarak.
Ameeza sampai di kelasnya bertepatan dengan Melva yang juga menatapnya. Ameeza duduk di kursi, menopang dagu, kemudian menatap teman-teman sekelasnya yang asik dengan kegiatan masing-masing.
"Ada masalah apa?" tanya Melva tanpa melepaskan pandangannya pada HP.
Ameeza tak menjawab. Perempuan yang hari ini menguncir rambutnya itu hanya menghela napas pelan. Dia menyalakan data, lantas memainkan media sosialnya. Walau pada akhirnya Ameeza hanya scroll beranda saja.
Tring!
Om Sidik
Amy tolong kasih tahu Aludra, suruh cek HP-nya. Kayaknya dia matiin HP-nya deh. Tolong, yah.
^^^Me^^^
^^^Oke, Om.^^^
Awalnya Ameeza melangkah malas. Perempuan itu buru-buru pergi ke kelas XII MIPA 3 yang terletak di lantai atas. Ameeza celingukan di depan pintu kelas, sebelum akhirnya mendapati Aludra yang duduk dipojokan kelas. Ameeza melangkah mendekati.
"Kak kata Om Sidik suruh cek HP," beritahu Ameeza.
"Ouh, iya-iya." Aludra segera merogoh saku roknya, lantas menghidupkan HP.
"Ah, ayah kenapa, sih protes. Please lah, tolongin temen Aludra." Usai melakukan vn cewek itu menyandarkan tubuhnya lesu ke kursi.
Ameeza yang tadinya sudah mau berbalik pergi mengurungkan niatnya. Ameeza jadi penasaran ada apa dengan sepupunya. "Kenapa, Kak?"
Aludra menatap Ameeza. "Temen gue lagi pusing sama masalahnya, nah makanya gue minta ayah gue supaya jadi pendengar buat temen gue ini. Kasian aja gue ngelihatnya, tahu gak, sih. Gue tuh takut temen gue tiba-tiba bundir gegara stress mikirin masalahnya."
"Terus masalahnya?"
"Ayah gue bilang dia juga sibuk, gak bisa selalu stand by jadi pendengar."
"Ouh, Om Sidik kerja apa emang?"
Aludra menatap Ameeza lagi. "Lo gak tahu?" Sejenak Aludra menggeleng-gelengkan kepalanya. "Psikolog."
Seolah ada sesuatu yang nyambung dengan kata psikolog. Ameeza memilih berpamitan pada Aludra sebab bel masuk sebentar lagi berbunyi.
^^^Me^^^
^^^Om Amy mau nanya sesuatu^^^
^^^Send ^^^
...-oOo-...
Di sisi lain Ameeza merasa senang, tapi si sisi lain juga Ameeza merasa kesal setengah mati. Sumpah! Rasanya tuh Ameeza ingin menyeleding Erga yang sedari tadi diam saja, padahal Ameeza nanya loh. Nanya!
Ameeza bertanya karena ingin mencairkan suasana yang mendadak canggung. Yah, sekarang Ameeza juga jadi hanya diam saja sembari memunguti kok yang berserakan. Sedangkan Erga membersihkan lapangan indoor dengan pel-an.
Kecanggungan ini gara-gara Bella yang tiba-tiba asal memilihnya untuk membereskan dan membersihkan lapangan indoor bersama Erga.
Ameeza menghentakkan kakinya kesal. Perempuan itu buru-buru pergi ke area gudang tempat penyimpanan alat-alat eskul. Namun, sialnya Ameeza terpeleset dan mendarat dengan bokongnya.
"Sialan!" umpat Ameeza.
Erga tampak menghentikan aktivitas mengepelnya. Namun, laki-laki itu tak berniat membantu Ameeza untuk berdiri. Erga hanya membantu membereskan kembali kok yang berserakan. Setelahnya Erga kembali mengepel.
"Nyebelin!" desis Ameeza sebelum pergi ke area gudang peralatan eskul.
Erga tak menyahut. Laki-laki itu tampak tak peduli dengan perkataan Ameeza.
Kenapa dia masih aja ngerecokin? Bukannya gue udah berusaha ngejauh.
...-oOo-...
Usai pulang dari beres-beres di lapangan indoor bulu tangkis, Ameeza menghampiri Cafe Bintang, Cafe yang ada di depan SMA Antariksa.
"Om udah lama nunggu?" tanya Ameeza begitu mendapati Om Sidik yang sedang menyesap Coffee late-nya. Ameeza duduk di kursi yang berhadapan dengan Om Sidik.
Om Sidik menatap Ameeza. "Ouh, gak. Barusan sampe, kok. Tadi soalnya ada kerjaan." Om Sidik menatap Ameeza penuh selidik. "Tumben mau ketemu, Om? Kenapa? Ada urusan urgent?" tanya Om Sidik heran dengan Ameeza yang tiba-tiba mengajaknya untuk bertemu. Pasalnya yang Om Sidik tahu, Ameeza tidak terlalu dekat dengan para bibi, tante dan om-omnya, bahkan pada para sepupunya juga.
Ameeza menatap cangkir milik Om Sidik.
"Om kalau boleh tahu ciri-ciri orang yang terkena gangguan psikis itu kayak apa?" tanya Ameeza ragu.
Alis Om Sidik naik. "Kenapa? Ada temen kamu yang ngalamin hal itu emangnya?" tanya Om Sidik sudah tahu kemana arah pembicaraan ini.
Ameeza menghela napas pelan. Lantas mengangguk.
"Coba sebutin aja apa yang kamu lihat dari temen kamu itu." Om Sidik tampak berpikir sebentar. "Mungkin ... kayak ... kondisi fisik? Atau perilakunya?"
Ameeza tersentak. "Ah, iya, Om. Dia itu kayak lesu, terus kantung matanya item kek sering begadang, badannya juga kurus banget." Ameeza menjeda kalimatnya. Nampak mengingat-ingat kembali apa yang ia lihat dari Erga. "Dan ... dia pendiem. Lebih sering menyendiri."
"Dia punya temen selain kamu gak?"
Ameeza menggeleng. "Gak, bahkan mungkin aja dia gak anggep Amy temennya, Om." Ameeza mengembuskan napas penat. "Kayaknya ... dia itu terlalu membatasi diri, deh."
"Ouh, iya ... terakhir kali Amy sempet lihat di tangannya itu kayak ada bekas luka gitu. Bekas lukanya tuh kayak cakaran gitu .... um entahlah, Om. Amy masih belum yakin. Soalnya Amy cuma lihat sekilas."
Om Sidik memijat pelipisnya. "Dari cerita kamu, Om bisa menduga kalau temen kamu itu ... punya gangguan psikis." Om Sidik menatap Ameeza. "Itu cuma dugaan sementara, kalau kamu mau tahu lebih jauh ... kamu harus ajak temen kamu untuk konsultasi sama Om."
Om Sidik beranjak dari kursinya setelah melihat jam tangan. Ia menatap Ameeza lagi dengan senyuman. "Kalau kamu udah bisa bujuk temen kamu, kamu bisa hubungi, Om. Biar Om atur jadwalnya." Usai mengatakan itu Om Sidik pergi.
Ameeza hanya menatap sekilas kepergian Om Sidik. Cewek itu menunduk menatapi layar ponselnya.
^^^Me^^^
^^^Ga, gue mau ngomong sesuatu sama lo^^^
^^^Read ^^^
Foto Profil WA Erga yang semula gambar pemandangan, berubah. Yah, berubah jadi tidak ada foto profilnya sama sekali. Dan ketika Ameeza mencoba chat lagi, hanya ceklis satu. Fiks ini sih diblokir.
Sialan!
Ameeza menahan diri untuk tidak mengumpat terang-terangan di sini. Perempuan itu juga menahan diri untuk tidak mengacak-acak rambutnya sendiri. Sekarang apa yang harus Ameeza lakukan? Bahkan untuk sekadar membalas pesannya pun Erga enggan.
...-oOo-...
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan like dan komentar ya🫶