NovelToon NovelToon
Beginning And End : Dynasty Han.

Beginning And End : Dynasty Han.

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Mengubah Takdir / Perperangan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:454
Nilai: 5
Nama Author: raffa zahran dio

cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.

Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.

Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 : Kenzi dan Hanna.

Tiga tahun berlalu sejak menghilangnya Kei dan Reina di Tokyo. Tahun 2028. Kenzi, duduk di teras rumahnya, menyesap kopi hangat di bawah langit malam yang gelap. Suara jangkrik bercicit nyaring, menemani gumamannya yang berat, "Sudah tiga tahun... di mana mereka sekarang...?" Bayangan wajah Kei dan Reina silih berganti dalam pikirannya. Aroma kopi pahit tak mampu membendung getirnya kerinduan.

Di kamarnya, Hanna terbaring di ranjang, air mata membasahi bantal. Tangisnya terisak-isak, pilu dan putus asa. "Reina... aku sangat merindukanmu... di mana kamu...?" Ponselnya berdering, memutus kesunyian malam. Itu Kenzi.

"Halo... Hanna..." suara Kenzi berat, bercampur kelembutan yang berusaha disembunyikan.

"Ada apa, sayang...?" jawab Hanna, suaranya serak karena menangis.

"Aku mau melihat jejak kaki Kei dan Reina tiga tahun lalu... aku masih heran... kenapa jejak terakhir si kulkas dan si pink di depan patung monumen Taman Grenerry?" Kenzi masih terngiang-ngiang misteri itu. Keheranannya bercampur dengan rasa frustasi yang mendalam.

"Jadi... kamu ingin melihatnya besok?" tanya Hanna, suaranya masih bergetar.

"Iya... jangan bilang kamu mau ikut?" tanya Kenzi, suaranya sedikit lebih tegas, namun masih terdengar kelembutan di baliknya.

"Tentu saja... bagaimana aku bisa tenang? Aku selalu memikirkan mereka, entah mereka masih hidup atau sudah tiada..." Hanna merengek, tangisnya kembali pecah. Ketakutan dan kerinduan bercampur aduk dalam hatinya.

"Hah... baiklah... besok akan kujemput jam sembilan pagi..." Kenzi menghela napas panjang. "Udah... jangan nangis lagi, sayang. Lihat wajahmu sekarang, sudah tidak seperti dulu lagi..." Suaranya lembut, penuh kasih sayang.

"Baiklah, sampai jumpa besok..." Hanna mematikan telepon, air mata masih membasahi pipinya, tapi ada setitik harapan yang menyala di hatinya. Harapan untuk menemukan jejak teman-temannya.

Keesokan harinya, jam sembilan pagi, Hanna sudah menunggu di halaman rumahnya. Saat mobil sedan Kenzi muncul, ia langsung berlari menghampirinya, seakan ingin melupakan sejenak kesedihan yang menyelimuti dirinya.

"Ayo... kita berangkat..." Hanna berkata, memasang sabuk pengamannya dengan tergesa-gesa.

Kenzi melihat wajah Hanna yang masih sembab dan sedih. Ia menyandarkan kepala Hanna ke bahunya, lalu mengelus lembut rambutnya. Sentuhan lembut itu membuat emosi Hanna kembali pecah, tangisnya kembali mengalir deras.

"Hanna... sudah, jangan menangis..." Kenzi berkata, suaranya berat, penuh empati. Ia merasakan kesedihan yang sama dalam hatinya.

"Iya..." Hanna terisak, menghapus air matanya. "Kenzi... aku mau melihat Bunda Ratih sama Mama Ina dulu... aku ingin memastikan mereka baik-baik saja." Suaranya masih serak.

"Baiklah... Hanna..." Kenzi mengangguk, lalu menjalankan mobilnya menuju rumah Kei.

Lima belas menit kemudian, mereka tiba di depan rumah Kei. Rumah itu tampak sunyi, hanya motor sport Kei yang terparkir di halaman, menambah kesedihan yang menyelimuti Hanna. Melihat motor itu, kenangan tentang Kei kembali menyeruak, menimpa hatinya dengan gelombang kesedihan yang lebih dalam.

Mereka turun dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah. Suara langkah kaki mereka terdengar samar di pagi yang tenang.

"Tante Ratih... apakah Tante ada di rumah?" Hanna mengetuk pintu dengan lembut.

Hikari Havik, adik Kei, membukakan pintu. Havik telah tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan, mirip dengan kakaknya.

"Oh... Kak Hanna sama Bang Kenzi... silahkan masuk..." Havik menyambut mereka dengan ramah, namun sorot matanya menunjukkan kesedihan yang sama.

"Baiklah..." Kenzi membuka sepatunya, melangkah masuk dengan hati yang berat.

Mereka duduk di ruang tamu yang diterangi cahaya pagi yang lembut. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam dinding yang terdengar.

"Ada apa pagi-pagi sekali ke rumah Havik?" Havik bertanya dengan sopan.

"Kak Hanna ingin bertemu dengan Bunda-mu dan Mama Reina. Mereka berdua lagi di mana ya?" Hanna bertanya dengan lembut, keceriaannya telah sirna.

"Mereka ada di dalam ruangan doa... Bunda dan Mama Ina sedang berdoa untuk Abang dan Kak Reina..." suara Havik pelan, wajahnya terlihat sangat sedih.

"Sudah, Havik... biar kami berdua yang akan mencari Abangmu dan Kak Reina..." Kenzi berkata, memegang pundak Havik dengan lembut, mencoba memberikan kekuatan. "Bolehkah kita berdua masuk?"

"Boleh... silahkan saja..." Havik mengizinkan mereka masuk ke ruangan doa.

Di dalam ruangan, mereka melihat bingkai foto besar Kei dan Reina dikelilingi lilin. Bunda Ratih dan Mama Ina terlihat sedang berdoa di depan foto tersebut. Suasana di ruangan itu sangat khidmat, menambah kesedihan yang dirasakan Hanna dan Kenzi.

Hanna dan Kenzi bergabung dengan mereka, berdoa bersama untuk Kei dan Reina. Bunda Ratih melihat Hanna dan Kenzi.

"Nak Hanna... sudah lama kalian berdua tidak datang ke sini..." Bunda Ratih berkata dengan suara lembut, suaranya menunjukkan kelembutan dan kasih sayang.

"Iya, Tante... Tante sehat?" Hanna bertanya dengan nada yang sama lembutnya.

"Iya... kami berdua sehat... aku sangat senang melihatmu, Hanna." Mama Ina menjawab, suaranya pelan, wajahnya masih terlihat sedih.

Setelah berdoa, Hanna menyampaikan maksud kedatangan mereka.

"Tante Ratih... Tante Ina, kami berdua ingin melihat jejak kaki Reina dan Kei di Taman Grenerry." Hanna meminta izin dengan hormat.

"Tapi... tim khusus tidak menemukan Kei dan Reina... apakah kalian berniat untuk mencari mereka berdua?" Mama Ina bertanya dengan suara khawatir.

"Iya... Tante Ina... kami tidak bisa diam saja..." Kenzi menjawab dengan suara pelan, tetapi penuh tekad.

"Hu.... baiklah... hati-hati lah, Kenzi... Hanna..." Bunda Ratih mengizinkan mereka, suaranya penuh kekhawatiran.

Mereka keluar dari rumah, kembali ke mobil Kenzi. Perjalanan ke Taman Grenerry terasa panjang, dipenuhi dengan harapan dan kecemasan.

"Kenzi... aku berharap ada keajaiban di sana..." Hanna berkata pelan, tatapannya tertuju ke depan.

Kenzi melihat Hanna, wajahnya yang sangar biasanya tampak lebih lembut saat ini. "Aku juga berharap seperti itu," katanya, lalu menjalankan mobilnya dengan perlahan, menuju Taman Grenerry, menuju tempat Di mana jejak terakhir teman-temannya menghilang.

1
MomoCancer🦀
awal yang bagus 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!