Kenzo Abriano sang mafia datang kenegara X untuk bertemu ibunya, ia tidak menyangka hari pertama kedatangan dia dituduh melakukan pembunuh, untuk membersihkan namanya ia harus berkerja sama dengan polisi, bagaimana ia akan menghadapinya saat orang terdekat dan tersayang menjadi terancam karena keterlibatannya mengungkap kematian saudaranya yang tidak memiliki kejelasan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Loka Jiwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab XIX Pesan maut
Dikantor polisi Kenzo langsung dimasukkan kedalam penjara setelah melewati prosedur pemeriksaan dan catatan, ia diputuskan untuk dipenjara selama 3 hari untuk memberi efek jera, Anggraini sudah menangis sesenggukan melihat Kenzo dipenjara, Kenzo benar-benar merasa bersalah melihat ibunya tidak berhenti menangis dipenjara.
" Jika papa melihat ini, apakah papa akan membunuhku?" batin Kenzo, sudah 2 kali ia membuat ibunya menangis, ia mengusap airmata sang ibu dan terus mencoba menenangkannya, Adriana dan Han tidak tega melihat Anggraini menangis.
" Ma, Kenzo tidak apa-apa, jangan nangis terus..." hibur Kenzo.
" Bagaimana tidak apa-apa, kau dipenjara sekarang, mama khawatir." ia semakin kencang menangis, hingga matanya merah hidungnya meler. Mereka berdiri hanya dibatasi jeruji, didalam jeruji itu hanya Kenzo seorang diri, itu adalah tempat penahanan sementara.
" Ma, Kenzo benar-benar tidak apa-apa, mama lupa, mereka teman Kenzo, percayalah Kenzo tidak akan sampai menderita disini, hanya 3 hari, gak lama ma..." Anggraini tersedu-sedu melihat Kenzo, hatinya masih berat walaupun Kenzo menghiburnya.
" Mama sekarang pulang, mama capek, mama tenang gak usah memikirkan Kenzo..mama sekarang pulang ya..." berkali-kali Kenzo membujuk agar ibunya pulang, Han dan Andriana juga mengatakan bahwa mereka akan menjaga Kenzo, akhirnya Anggraini tenang dan ia pulang.
Adriana menghela nafas lalu tersenyum saat melihat Anggraini pulang, ia teringat bagaimana ibunya saat mengetahui ia akan pergi meninggalkannya, sang ibu tidak berhenti menangis bahkan memohon agar tidak pergi karena mereka akan berbeda kota, karena itu saat melihat Anggraini khawatir ia seperti melihat ibunya sendiri dan kini ia merindukan sang ibu.
" Kenapa? Rindu ibumu ?"Tanya Han melihat Adriana memandang Anggraini sampai hilang dari pandangan. Adriana tersenyum lalu mengangguk kepala, Han menepuk pelan pundak gadis itu.
Mereka bersama-sama masuk kedalam kantor, ruangan kantor dan penjara sementara itu satu ruangan, Adriana melihat Kenzo duduk disudut, borgolnya sudah dilepas, ia menjadi tidak tega jadi ia duduk berjongkok didepan jeruji besi itu menemani Kenzo.
" Kenapa duduk disini?" tanya Kenzo lalu duduk disamping Adriana yang dibatasi oleh jeruji besi.
" Kenapa? Tidak boleh?" kata Adriana, Kenzo tersenyum tidak mengatakan apapun lagi begitu juga dengan Adriana, Han melihat mereka sebentar lalu kembali fokus pada layar komputernya.
Han teringat saat-saat mereka mendaftar polisi bersama, gadis yang memiliki tekad yang kuat, ceria, jujur dan matanya selalu berbinar itu tidak bisa dilupakan oleh Han, ia tidak tau sejak kapan ia menyukai Adriana ia hanya suka melihat gadis itu tersenyum, tertawa asalkan ia bahagia Han rela memendam perasaannya, perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan sampai kapanpun.
Persahabatan mereka, Han tidak tega untuk menghacurkannya karena penyataan cinta bisa membuat mereka canggung, ia hanya ingin melindungi gadis itu walaupun pada akhirnya bukan ia yang dipilih, baginya sudah cukup untuk menjadi bayang-bayang gadis itu.
Ponsel Han berbunyi karena notif pesan yang baru saja masuk, sudah beberapa hari ini ia mendapat pesan dari orang tak dikenal, pesan anonim ini ia dapatkan sejak kematian Bastian Rylee ini yang berisi bahwa dalam 3 hari kedepan akan ada pembunuhan, pesan ini seperti hitungan mundur, ini hari keempat dari pesan dan ia belum memberitahu siapapun tentang hal ini, jadi ia mengabaikannya karena ia fikir ada orang yang iseng apalagi sekarang marak dengan penipuan dan berita panas tentang pembunuhan.
Tetapi kali ini Han tidak bisa mengabaikannya karena pesan ini berbeda, ia mengatakan bahwa target gadis itu adalah Ambrita Sena, gadis yang sekarang naik daun setelah pulang membawa mendali emas lomba renang pada olimpiade internasional, gadis itu sering muncul diberita karena prestasinya.
" Apa ini benar?" gumam Han setelah membaca pesan singkat itu, ia menoleh pada Kenzo dan Adriana yang mengobrol apakah ia harus memberitahu mereka tentang pesan singkat ini atau tidak, pada akhirnya ia tidak memberitahukan siapapun dan mengabaikan pesan itu.
3 hari sudah berlalu, hari ini Kenzo dibebaskan, setiap hari Anggraini akan datang menjenguknya. Han mengobrol sebentar dengan Kenzo sampai ia mendapat panggilan, Andriana mengangkat telepon kantor yang berdering dan mengangkat telepon setelah berbicara sebentar menatap Kenzo dan Han.
" Ada apa?" tanya Han.
" Ditemukan mayat dikolam berenang umum." kata Adriana, Jantung Kenzo berdegup kencang, ia takut bahwa pesan anonim itu kenyataan, segera ia menenangkan diri.
" Siapa korbannya?" tanya Han hati-hati.
" Ambrita Sena, gadis yang sedang naik daun setelah memenangkan mendali emas pada olimpiade internasional...ayo pergi." jawab Adriana, Han langsung roboh mendengar berita itu membuat Adriana dan Kenzo terkejut.
Jiwa Han serasa hilang, jantungnya terus berdebar hingga membuat ia sedikit sesak, pesan yang ia abaikan kenyataan, harusnya ia memeriksa gadis itu dan memantaunya untuk mencegah kemungkinan yang terjadi walaupun itu hanya pesan anonim, kini ia menyesali nya.
" Kau baik-baik saja?" tanya Adriana khawatir melihat Han yang tiba-tiba ambruk dan menatap kosong.
" Han kau kenapa?" tanya Kenzo yang juga khawatir.
" Aku ...aku sangat bodoh." kata Han gagap, matanya mulai merah dan akhirnya ia menangis menyesal. Kenzo dan Adriana tidak mengerti apa yang terjadi pada Han, mereka saling memandang.
" Ada apa?" tanya Kenzo.
" 7 hari yang lalu aku mendapat pesan anonim, pesan itu setiap hari dikirim dan mengatakan bahwa akan terjadi pembunuhan pada Ambrita Sena, aku mengabaikannya karena ku fikir orang hanya iseng mengirim pesan, tetapi... tetapi..." Han tidak bisa melanjutkan kata-katanya, ia menangis merasa bersalah, menyalahkan kebodohan yang sudah ia lalukan.
" Sekarang kau tenang, kita akan memeriksa mayat itu lalu melihat pesan anonim yang kau katakan, ayo Han." Adriana menghapus air mata Han yang di pipinya, lalu menepuk pelan pundak pria itu. Han mengangguk, hal ini belum dipastikan jadi ia merasa sedikit tenang.
Mereka masuk mobil, melaju tempat kejadian, Kenzo yang menyetir, Han menceritakan pesan anonim yang ia dapatkan, ia tidak tau siapa pengirim pesan, Han sudah mencari tau tetapi tidak ketemu, ia seperti penggunaan ponsel sekali pakai, Han mencoba menghubungi nomor itu tetapi tidak aktif lagi setelah pesan ia dapatkan, jadi ia fikir orang sedang iseng untuk mengerjainya kata Han bercerita dalam mobil, Kenzo sudah menghubungi Calvin untuk datang memeriksa mayat di kolam umum.
Mereka sampai disebuah kolam umum, tempat itu memang biasa tempat berlatih atlit renang kadang juga dibuka untuk umum, hari ini saat penjaga kolam membuka tempat ia melihat mayat mengapung didalam air, jadi ia segera menghubungi polisi.
Adriana, Han dan Kenzo datang pertama, setelah bertemu saksi yang melihat mayat mereka segera melihat TKP, mayat itu mengambang terbalik, dan ditengah kolam lambang bintang ditengah lingkaran digambar besar ditengah kolam, pemilik kolam menggigil melihat pola itu, pola yang sudah lama hilang. Han memotret, Adriana dan Kenzo melihat sekitar untuk memikirkan kemungkinan, sampai polisi datang, yang paling parah wartawan tiba-tiba berdatangan, seperti ada yang memperkeruh keadaan saat polisi melakukan investigasi.
Tidak ada yang melaporkan pada wartawan tentang berita ini, polisi segera memblokir jalan masuk agar wartawan tidak menerobos masuk, setelah difoto dan diberi garis TKP, mayat diangkat, Han menelan ludah melihat mayat yang sudah membengkak didalam air itu, dadanya terasa sesak tetapi segera ia mengendalikan diri, Adriana yang melihat wajah cemas Han menepuk pundak pria itu agar tenang.
Lambang besar ditengah kolam digambar menggunakan cat yang digambar ditengah kolam, Kenzo langsung terjun kedalam kolam setelah mayat diangkat membuat semua orang yang ada disana terkejut. Ia memeriksa lambang itu, jelas digambar menggunakan cat, setelah memastikannya ia naik, Adriana membantunya, Calvin datang melihat Kenzo sudah ada didalam kolam, ia melihat situasi yang terjadi, Adriana menjelaskan sedikit padanya sambil menunggu Kenzo naik.
" Bagaimana?" tanya Calvin pada Kenzo yang sudah naik.
" Gambar itu dari cat, dan sepertinya kolam ini dikeringkan terlebih dahulu untuk menggambar pola ini, benar-benar memperhitungkannya dengan matang." Kata Kenzo mendengus kesal. bajunya sudah basah kuyup, ia mengusap rambutnya yang basah. Adriana yang memperhatikan Kenzo tertegun sejenak segera ia mengalihkan pikirannya.
" Dia sengaja membunuh atlit renang untuk mati dikolam renang, jika kita berfikir seperti dia, dia tidak membunuh secara acak melainkan ada ciri khas dari setiap korban yang membuat Dia memilih korban." kata Kenzo.
" ciri khas yang sama disetiap korban?" tanya Adriana. Mereka sedang berfikir tiba-tiba bunyi geleduk diluar bahwa bentrok antara Polisi dan wartawan yang sudah berkumpul diluar, mereka serempak menoleh.
" Sepertinya kota akan dilanda kekacauan lagi karena berita ini." kata Calvin menghela nafas.
" Dia memang sengaja melakukan ini untuk menciptakan kekacauan." kata Kenzo.
Mereka melihat mayat yang sudah dibungkus menggunakan kantong jenazah dan siap dibawa, Han menarik nafas melihat mayat itu dibawa, hatinya merasa tidak tenang.
" Aku pulang dulu untuk berganti pakaian, kalian pergi dulu untuk melihat hasil forensik." kata Kenzo, Adriana mengangguk lalu mengikuti Han, Calvin yang ingin pergi segera ditahan Kenzo.
" Bisakah kau periksa identitas dokter Rhyan?"tanya Kenzo pelan.
" Dokter Rhyan, Si tangan tuhan?" tanya Calvin bingung, Kenzo mengangguk."
" Nanti akan ku ceritakan." kata Kenzo, Calvin mengangguk lalu menyerahkan kunci mobilnya setelah itu pergi mengejar Adriana dan Han yang mengawal Mayat.