(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman
"Mau apa kau di rumahku?!" Wira membentak dengan keras lagi, ketika Via hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan itu. Kakinya telah terasa lemas mendengar bentakan anak dari majikannya itu. Ada perasaan antara takut dan malu.
"Ma-maaf ... " ucapnya terbata-bata sambil menunduk. "Aku kemari untuk ...."
"Untuk apa? Kau kemari untuk merayu siapa?" teriaknya lagi sembari mencengkr*m pergelangan tangan wanita di depannya.
Dengan cepat Via menggeleng, dengan mata berkaca-kaca. "Ti-tidak! Bukan begitu ... aku hanya ke-kemari untuk ..."
"Untuk menjadi wanita simpanan ayahku? Begitu kan? Dasar wanita murahan! Sekarang juga kau pergi dari rumah ini dan jangan coba menginjakkan kakimu di rumah ini lagi! Kalau kau berani kemari lagi, lihat saja bagaimana aku akan menghancurkanmu!"
"Tapi aku kemari bukan untuk tujuan itu, aku hanya merawat nyonya." Via mencoba membela diri, namun Wira tak peduli. Baginya apapun yang keluar dari mulut wanita itu adalah kepalsuan.
"Kau tidak perlu membela diri. Aku tahu apa yang diinginkan wanita sepertimu. Kau hanya ingin uang kan? Berapa yang kau mau? Aku bisa memberimu asal kau segera pergi dari sini. Dan ingat satu hal, aku tidak hanya melarangmu kembali ke rumah ini, tapi juga melarangmu mendekati Bu Lany lagi. Karena kau tidak pantas bekerja di tempat yang baik seperti di sana. Ingat, aku bisa menghancurkan hidupmu kalau kau berani memunculkan dirimu lagi!"
Wira mendorong tubuh Via dengan keras sehingga terhuyung ke teras, lalu mengeluarkan dompet dari saku celana dan melemparkan sejumlah uang tepat di hadapan Via. "Ambil itu dan pergi dari sini!" Setelah itu, tanpa sepatah kata pun, Wira masuk ke rumah dengan membanting pintu.
Via mengusap air matanya, lalu beranjak meninggalkan rumah besar itu. Uang yang dilemparkan Wira padanya ditinggalkan begitu saja.
Di dalam sana, Wira beberapa kali menghela napas, mencoba meredam emosinya.
Ini sudah keterlaluan. Ayah ... teganya dia membawa wanita malam itu ke rumah di saat ibu sedang sakit. ucap Wira dalam batin.
Bibi Arum baru saja keluar dari kamar setelah mendengar keributan yang berasal dari lantai bawah. Terlihat Wira sedang mengatur napasnya yang memburu. Wanita paruh baya itu pun segera mendekati anak majikannya itu. "Ada apa, Den?"
Selama beberapa detik, Wira belum menjawab. Matanya terpejam dengan tangan mengepal.
"Bibi, mau apa wanita murahan itu di rumah ini?" tanya Wira dengan wajah jelas terlihat menggeram.
Bibi Arum pun dipenuhi pertanyaan di benaknya, tentang siapa yang dimaksud Wira sebagai wanita murahan. "Wanita murahan? Maksud Den Wira siapa?"
"Wanita yang baru saja keluar dari rumah ini, Bibi!"
"Maksud Den Wira, Via?"
"Siapa lagi, Bibi. Mau apa dia di rumah ini?" tanya Wira kesal membuat kerutan di dahi Bibi Arum semakin dalam pertanda masih bingung.
"Kalau yang Den Wira maksud itu Via, dia kemari untuk merawat nyonya. Tuan yang meminta."
Ayah yang meminta? Ya sekarang sudah semakin jelas. Ayah meminta wanita itu pura-pura kemari untuk merawat ibu. Aku benar-benar tidak percaya ini.
"Lalu dimana ayah?"
"Tuan belum pulang, Den. Sejak Den Wira berhenti dari perusahaan, Tuan jarang pulang cepat." Mendengar jawaban Bibi Arum membuat Wira malah semakin gusar. Pikirannya sudah menjelajah kemana-mana.
Dia selalu terlambat pulang pasti untuk bertemu wanita murahan itu. Wira menggerutu dalam hati.
"Baiklah, dimana ibu, Bi?"
"Nyonya sudah tidur."
Wira masih terlihat meredam emosi yang seakan membakar jiwanya. Laki-laki itu tak habis pikir, ayahnya sampai membawa Via ke rumah. "Bibi, mulai sekarang aku tidak mau wanita itu datang ke rumah ini lagi, apapun alasannya."
Ucapan Wira pun disambut raut wajah penuh tanya oleh Bibi Arum. Wanita paruh baya itu masih tak mengerti mengapa Wira tidak ingin Via merawat ibunya. Mencoba memberanikan diri, Bibi Arum mengusap bahu Wira sembari menatapnya dalam-dalam.
"Memang kenapa dengan Via, Den? Dia merawat nyonya dengan baik. Sekarang nyonya mengalami banyak kemajuan sejak dirawat Via." Bibi Arum mencoba menjelaskan pada Wira tentang keberadaan Via di rumah itu.
"Pokoknya aku tidak mau dia ke rumah ini lagi, Bibi! Walaupun alasannya untuk merawat ibu."
"Tapi Tuan yang minta Via kemari untuk merawat nyonya."
"Itu semua hanya sebuah alasan karena sebenarnya ayah mau ..." Wira menggantung ucapannya. Memejamkan mata kasar, sambil menghela napas. Hampir saja ia mengatakan apa yang tidak ingin orang lain ketahui, tentang kemungkinan perselingkuhan sang ayah dan seorang wanita malam. "sudahlah, Bibi! Aku mau melihat ibu dulu. Jangan katakan pada ayah kalau aku bertemu wanita itu di rumah ini. Kalau ayah tanya bilang saja tidak tahu."
"Baik, Den!"
Setelah itu, Wira meninggalkan Bibi Arum, menuju kamar sang ibu.
Sesampainya di kamar, Wira duduk di bibir tempat tidur, menatap wajah sang ibu yang hampir sebulan tidak pernah ditemuinya.
Kasihan ibu ... Ibu sakit dan kelakuan ayah seperti ini. batin Wira.
********
Via baru saja tiba di panti ketika terdengar suara kepanikan yang berasal dari arah sebuah kamar. Wanita muda itu mempercepat langkahnya dengan pikiran kalut. Sudah menduga sesuatu terjadi pada putri kecilnya.
Di dalam sana terlihat Bu Retno sedang menangis sambil menggenggam tangan si kecil Lyla. Seketika sendi-sendi Via kembali terasa lemas. Air matanya lolos begitu saja melihat tubuh Lyla mengalami kejang. Ia berjalan mendekat, dan duduk di bibir tempat tidur itu.
"Bu ... Lyla kenapa?" tanya Via dengan paniknya.
"Lyla kejang-kejang, Via. Tadi ibu sudah kasih obat turun panas, tapi demamnya naik lagi."
Via mengusap pucuk kepala gadis kecil itu. Wajahnya bahkan telah pucat pasih. Dan saat kejang mulai terhenti, tanpa banyak berpikir lagi, Via meraih tubuh Lyla dan menggendongnya. "Ayo, Bu! Kita bawa Lyla ke rumah sakit."
Dengan segera mereka membawa Lyla ke rumah sakit dengan menumpang taksi. Sepanjang jalan Via terus menangis mencoba menyadarkan gadis kecilnya itu. Rasanya wanita itu tidak akan sanggup jika harus kehilangan sosok Lyla yang selama ini menjadi penyemangat hidupnya.
Setibanya di rumah sakit, Bu Retno menunggu di depan ruang IGD sementara Via mengurus administrasi rumah sakit. Wanita itu pun terlihat bingung, memikirkan biaya rumah sakit Lyla. Uang yang diberikan Tuan Gunawan sudah habis untuk berobat Lyla yang belakangan ini kondisinya semakin menurun. Dan kini, Via tidak punya simpanan lagi, sementara Wira sudah memberinya ancaman untuk tidak ke rumah itu lagi.
Sambil menunggu antrian, wanita itu duduk di sebuah kursi panjang. Kedua bola mata coklatnya kembali dipenuhi cairan bening. Pasrah adalah satu-satunya yang ia rasakan sekarang. Tak ada lagi tempatnya mengadu selain kepada sang Maha Pencipta.
Aku harus bagaimana sekarang? Dari mana aku akan mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit Lyla.
Via mengusap setitik air matanya yang jatuh, mana kala panggilan nama Lyla terdengar melalui sebuah pengeras suara. Dengan segera wanita itu mendekat pada seorang petugas dan memberikan sebuah map.
*****
Tak pernah dibayangkan Via sebelumnya jika hidupnya akan penuh perjuangan seperti sekarang. Melihat kondisi Lyla yang semakin memburuk membuatnya tidak dapat berpikir dengan baik. Ia sudah mencari pekerjaan kemana-mana, namun belum mendapatkannya.
Hari itu, setelah melamar kerja di sebuah percetakan, Via berjalan kaki menuju rumah sakit tempat Lyla di rawat. Langkahnya terhenti saat sebuah mobil mewah berhenti di sisi jalan. Seorang pria paruh baya keluar dari mobil dengan senyum teduh.
"Tuan ..." Via menghentikan langkahnya ketika menyadari siapa yang berdiri di hadapannya.
"Via, bisa kita bicara sebentar?" ucap Tuan Gunawan.
Wanita itu menundukkan kepalanya. Teringat kembali ancaman Wira beberapa waktu sebelumnya yang mengancam akan menghancurkan hidupnya jika ia masih mendekati keluarganya. "Maaf, Tuan. Tapi aku sedang buru-buru."
"Via, istriku beberapa kali mencarimu. Dia tidak mau makan kalau bukan kau yang menyuapinya."
"Tapi, aku benar-benar tidak bisa merawat nyonya lagi, Tuan. Maaf ...."
Tanpa mereka sadari, di seberang jalan sana seseorang sedang mengawasi dari jarak aman. Pria berkacamata hitam itu mengambil gambar Via bersama Tuan Gunawan dan mengirimkannya pada seseorang.
****
tp ntar mau baca ulang lagi 😁😁
lubang yang salah 😆😆😆😆😆😆
banyak mengandung bawang 😭😭😭😭
lyla kn anakmu 😏😏😏😏
blm bisa move on