Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Perjanjian Terbaru
Esok hari, setelah semalam Farisa kembali ke rumahnya bersama Jasmin. Kini mereka kembali kemansion keluarga Omar.
***
Ruang kerja Manaf dipenuhi ketegangan. Farisa duduk di hadapannya dengan wajah tegang, sementara Jasmin duduk di sampingnya, mencoba menyembunyikan rasa cemas. Manaf, dengan tatapan tajam dan penuh kendali, mulai membuka pembicaraan mengenai perjanjian terbaru antara dirinya dan Farisa.
"Aku akan langsung pada intinya. Sesuai dengan keputusanku kemarin. Mulai hari ini, kita akan tinggal di rumah yang berbeda. Uang bulanan yang kamu dapatkan juga akan jauh berkurang." jelas Manaf dengan nada tegas.
Farisa menelan ludah, merasakan tekanan besar yang menggelayuti dirinya. Jasmin tampak gelisah, namun mencoba menahan diri.
"Berapa banyak uang yang akan aku dapatkan, Manaf?" tanya Farisa gugup.
"Lebih sedikit dari yang pernah kamu terima sebelumnya. Cukup untuk hidup, tapi tidak untuk kemewahan." jelas Manaf dingin.
Jasmin langsung bereaksi, wajahnya memerah karena marah.
"Ini tidak adil, Manaf! Kau tahu betul betapa pentingnya uang itu bagi Farisa. Kamu tidak bisa begitu saja memotongnya!" ucap Jasmin membela.
"Aku tidak butuh pendapatmu, Jasmin. Ini urusan antara aku dan Farisa. Kamu seharusnya tidak ikut campur." ucap Manaf menatap tajam Jasmin.
"Tapi Farisa adalah anakku! Kamu tidak bisa memperlakukannya seperti ini. Kamu sudah menikahinya, dan kamu tahu tanggung jawabmu sebagai suami!" ucap Jasmin tak menyerah.
"Tanggung jawab? Setelah semua yang dia lakukan? Perselingkuhannya bukan lagi rahasia, Jasmin. Aku berhak menuntut perjanjian baru. Dan kamu adalah saksi perjanjian pernikahan kontrak kita!" jelas Manaf suara dingin.
Farisa, yang sedari tadi terdiam, akhirnya berbicara.
"Tinggal di rumah yang berbeda? Apa kau serius? Bagaimana ini akan terlihat di mata orang lain?" tanya Farisa dengan nada cemas.
"Itu bukan urusanku. Kamu sudah membuat keputusan untuk mengkhianatiku, dan inilah akibatnya. Aku tidak akan membiarkan diriku terus ditipu fan di manfaatkan. Bukan kah itu adalah resiko dari yang kamu perbuat di luar sana?" ucap Manaf dengan tangan yang mengepal keras.
Farisa terdiam, tak mampu berkata apa-apa lagi. Manaf melanjutkan, mempertegas poin-poin perjanjian terbaru mereka.
"Kita hanya akan bertemu satu hari dalam seminggu, dan itu pun tanpa kedekatan yang berlebihan. Jika kamu ketahuan selingkuh lagi, kita akan langsung bercerai. Aku masih berbaik hati memberikan kesempatan ini padamu, bijaklah!" lagi Manaf dengan nada tegas.
"Hanya satu hari? Dan berjarak seperti biasanya?" tanya Farisa penuh tekanan.
"Benar. Satu hari seminggu, tanpa ada kontak fisik berlebihan. Kalau kamu tidak setuju, kita bisa akhiri ini sekarang juga." jelas Manaf tegas lagi.
Jasmin mencoba sekali lagi untuk mempengaruhi keputusan Manaf.
"Manaf, kau tidak bisa melakukan ini pada Farisa! Dia sudah berusaha mempertahankan pernikahan kalian, dan—" ucap Jasmin mendesak.
"Cukup, Jasmin! Kamu hanya memperburuk keadaan. Ini adalah antara aku dan Farisa." marah Manaf memotong dengan tajam.
Jasmin terlihat semakin marah, tapi dia tahu bahwa perdebatan ini tidak akan menghasilkan apapun. Farisa, yang sedari tadi diam, akhirnya berbicara dengan nada yang berat.
"Aku tidak punya pilihan lain, kan? Mau tidak mau, aku harus setuju." lirih Farisa dengan suara rendah.
"Itu benar. Kamu sudah kehilangan kepercayaanku, dan perjanjian ini adalah satu-satunya cara kita bisa melanjutkan. Jika kamu tidak setuju, kita bisa bercerai sekarang juga." lagi Manaf tanpa emosi.
Farisa menggigit bibirnya, merasa terjebak. Jasmin, meskipun kesal, akhirnya mengalah dan menunduk.
"Baiklah, Manaf. Kami akan menerima perjanjian ini... meskipun berat." ucap Jasmin dengan nada rendah.
"Bagus. Tanda tangani dokumen-dokumen ini, dan baca lagi. Mulai hari ini, perjanjian baru kita berlaku." ucap Manaf dengan dingin.
Farisa yang mengambil dokumen itu, di bacanya dan di balik lembar demi lembar kembali di baca dengan sangat teliti.
Ya Tuhan, uangnya jauh sekali dari biasanya. Bagaimana aku bisa hidup? Jika uang itu buatku saja sih kemungkinan cukup. Tapi Mama, dia jauh lebih besar.
Apakah aku harus jujur jika uang yang selama ini aku minta adalah untuk Mama, hanya alasan saja untukku dan keperluanku? Tapi disini ada Mama, bagaimana aku mau mengatakannya. Aku sungguh takut. Batin Farisa.
Di sana tertulis hanya 100juta perbulan, jauh sekali di bawah seperti biasanya yang bisa 1M perbulannya.
Dengan menghela nafas berat, Farisa akhirnya menandatangani itu.
"Bagus! Kalian bisa keluar dari sini!" usir Manaf.
Ck! Sombong sekali! Lihat saja, aku sumpahi kamu cepat mati! Kesal dalam hati Jasmin.
***
Setelah kepergian Farisa dan Jasmin, Manaf beristirahat di sana dan menutup matanya dan seketika itu teringat Mahreeen. Tidak perlu menunggu lama menyiapkan diri untuk video call dengan Mahreeen. Ketika layar teleponnya menyala dan wajah Mahreeen muncul, ekspresi Manaf berubah drastis. Dari yang tadinya dingin dan penuh ketegangan, kini dia tampak lebih lembut dan tenang.
"Hai, Manaf. Bagaimana kabarmu hari ini?" sapa Mahreeen dengan lembut.
"Lebih baik setelah melihatmu. Bagaimana di sana? Hanin?" ucap Manaf tersenyum tipis.
"Mereka baik. Hanin bertanya kapan kamu akan ke sini lagi." jawab Mahreeen tersenyum.
Manaf tertawa pelan, merasa sedikit lega setelah hari yang panjang.
"Aku akan segera datang. Aku rindu mereka... dan tentu saja, aku rindu kamu." ucap Manaf lembut
Mahreeen tersenyum malu, tapi senyumnya itu membuat hati Manaf terasa lebih ringan.
"Kamu terlihat lelah. Apa kamu bekerja terlalu keras lagi?" ucap Mahreeen dengan nada perhatian.
"Sedikit. Banyak hal yang harus diurus... termasuk hal-hal yang sulit." ucap Manaf menghela napas.
"Jangan terlalu memaksakan diri. Aku tidak ingin kamu jatuh sakit lagi." ucap Mahreeen khawatir.
"Aku akan lebih berhati-hati. Terima kasih sudah selalu peduli padaku, Mahreeen." ucap Manaf tersenyum hangat.
Terdiam sejenak keduanya, Mahreeen masih tampak malu dan canggung.
"Kamu tahu, Mahreeen... Aku sangat bersyukur punya kamu dalam hidupku." ucap Manaf dengan nada lembut memecahkan kesunyian. Karena Hanin baru saja tidur karena obat.
Mahreeen tersenyum hangat, sedikit terkejut dengan ungkapan perasaan Manaf.
"Aku juga, Manaf." jawab Mahreeen dengan lembut tapi malu malu.
Sementara suara pintu terbuka dari ruangan Mahreeen. Matanya seolah menatap pintu yang terbuka, sangat terkejut karena kedua anaknya datang dengan dua orang asing.
"Apa apa Mahreeen?" tanya Manaf bingung.
Dan tanpa sadar Mahreeen mengganti posisi camera jadi belakang, memperlihatkan siapa tamu yang datang disana.
Sementara Mahreeem yang diam terpaku dan terkejut. Bukan itu saja, ada banyak pelayan yang masuk ikut di belakangnya membawa banyak makanan dan cemilan seolah ruangan rumah sakit ini akan ada pesta.
Siapa mereka? Kenapa Rasya dan Chana datang bersama dengannya? Batin Mahreeen
...****************...
Hi semuanya! Like dan komentarnya ya di tunggu ya.
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.