Tiga sahabat, Reza, Bima, dan Fajar, terjebak dalam sebuah misi absurd di tengah gurun pasir setelah disedot oleh portal misterius. Dengan hanya lima nyawa tersisa, mereka harus menghadapi tantangan aneh dan berbahaya untuk mencapai harta karun legendaris. Setiap kali salah satu dari mereka mati, mereka "respawn" seperti dalam permainan video, tetapi jumlah nyawa mereka berkurang, mendekatkan mereka pada nasib terjebak selamanya di gurun.
Setelah berlari dari kejaran buaya darat dan selamat dari angin puting beliung yang disebut "Angin Putri Balalinung," mereka menemukan helikopter misterius. Meskipun tidak ada yang tahu cara mengendalikannya, Bima mengambil alih dan, dengan keberanian nekat, berhasil menerbangkan mereka menjauh dari bahaya.
"Bro, lo yakin ini aman?" tanya Reza sambil gemetar, memandangi kokpit yang penuh dengan tombol.
Bima mengangguk ragu, "Kita nggak punya pilihan lain, kan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vyann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Dimulai: 100Hari di Pulau Hara
Di sebuah ruangan briefing kecil di markas besar agen rahasia, tiga pria duduk di depan layar proyektor yang tampak usang. Mereka adalah Reza, seorang hacker jenius tapi pemalas; Bima, mantan militer dengan sikap serius dan tegas; dan Fajar, seorang petualang berjiwa bebas yang selalu mencari kesenangan di tengah-tengah kekacauan.
"Jadi, misi kalian kali ini..." Suara Komandan mereka, Pak Anton, terputus sebentar karena ada suara kertas yang berdesir. "Adalah misi yang sangat penting untuk masa depan negara kita."
Reza langsung melirik ke arah Bima dan Fajar, lalu bergumam pelan, "Kayak kita gak pernah denger yang kayak gitu sebelumnya."
Bima hanya memutar matanya, sementara Fajar tersenyum lebar, jelas antusias dengan tantangan baru.
Pak Anton kemudian menyalakan proyektor, memperlihatkan gambar sebuah pulau kecil terpencil di tengah lautan. "Ini adalah Pulau Hara. Tugas kalian adalah bertahan hidup di sana selama 100 hari."
"Hah?!" seru Reza. "Maksud lo, kita disuruh camping selama 100 hari di pulau yang bahkan gak ada sinyal?"
"Ini bukan camping, Reza. Ini Misi 100H. Kalian harus bertahan hidup tanpa bantuan teknologi modern. No phones, no internet, no electricity." Pak Anton menekankan dengan serius.
"Buat apa, Komandan?" tanya Bima dengan nada curiga. "Apa hubungannya dengan keamanan negara?"
Pak Anton tersenyum tipis, "Ada sesuatu di pulau itu yang harus kalian temukan. Informasi rahasia yang tidak bisa kita dapatkan melalui satelit atau teknologi lainnya. Semua orang yang pernah dikirim ke sana... tidak pernah kembali."
Reza langsung menelan ludah, sementara Fajar bersenandung pelan, seakan sudah tidak sabar. "Menarik. Jadi kayak *Survivor* tapi versi agen rahasia?"
"Jangan lupa, kalian tetap akan diberi bekal dasar seperti air, makanan kaleng, dan beberapa alat," lanjut Pak Anton. "Tapi ingat, kalian tidak bisa kabur dari pulau itu sampai waktu 100 hari selesai."
Reza mengangkat tangannya, "Kalau kita nggak balik dalam 100 hari?"
Pak Anton memandang Reza dengan tatapan tajam. "Jangan terlalu khawatir. Kami akan memastikan kalian balik... entah hidup atau mati."
Bima menggelengkan kepalanya. "Baiklah, kapan kita mulai?"
"Besok pagi," jawab Pak Anton. "Dan ingat, ini bukan hanya sekadar bertahan hidup. Ini adalah misi kalian untuk menemukan kunci yang bisa menyelamatkan negara kita."
***
Keesokan harinya, ketiga pria tersebut diterbangkan dengan helikopter ke Pulau Hara. Begitu mereka mendarat, suara mesin helikopter menjauh, meninggalkan mereka bertiga di tengah hamparan pasir putih dan hutan lebat.
Fajar melihat sekeliling dengan senyuman lebar. "Yah, ini sih kayak liburan gratis, ya gak?"
Reza mengerutkan dahi, memandangi hutan yang terlihat menakutkan. "Kalau ini liburan, gue pilih buat liburan di Bali aja, bro. Di sini gak ada sinyal, gak ada Wi-Fi. Bahkan gak ada listrik! Ini mimpi buruk buat gue!"
Bima dengan tenang menyiapkan perlengkapan mereka. "Daripada ngeluh, mending kita mulai cari tempat untuk bikin basecamp. Kita punya 100 hari, dan itu bakal jadi neraka kalau kita nggak siap."
Reza memutar bola matanya. "Serius, Bim? Lo kayak main *Sims* aja, planning everything."
Sambil tertawa kecil, Fajar menepuk bahu Reza. "Udah lah, bro. Sekali-kali nikmati hidup tanpa teknologi. Siapa tahu lo bakal menemukan makna hidup yang baru di sini."
Reza hanya mendengus, "Makna hidup gue ada di laptop gue yang sekarang gak bisa gue pake."
Setelah beberapa jam mencari lokasi yang tepat, mereka akhirnya menemukan sebuah tempat yang agak terbuka di pinggir hutan, dengan akses langsung ke pantai. Bima mulai menginstruksikan mereka untuk mendirikan tenda dan mengumpulkan kayu bakar.
Fajar, yang seharusnya mengumpulkan air dari sungai terdekat, malah terlihat duduk di pinggir pantai sambil bersantai. "Bro, lo gak lihat ombak ini? Perfect buat surfing!"
Bima mendekati Fajar dengan tatapan marah. "Fajar, lo punya tugas, ingat?"
Fajar hanya tersenyum tak peduli. "Tenang aja, gue cuma istirahat sebentar. Lagi pula, kita punya 100 hari, bro!"
Reza datang dengan beberapa ranting kecil dan menambahkan, "Kalau lo istirahat terus kayak gitu, 100 hari ini bakal terasa kayak 100 tahun, tahu gak?"
Setelah beberapa jam bekerja, mereka akhirnya selesai mendirikan basecamp sederhana. Ketika malam tiba, suara-suara hutan mulai terdengar lebih jelas: serangga yang berdengung, angin yang berdesir di antara pepohonan, dan sesuatu yang menggeram samar-samar dari dalam kegelapan.
Reza, yang sedang duduk di depan api unggun, tiba-tiba berdiri dengan panik. "Guys, lo denger itu gak? Ada yang aneh di hutan."
Fajar melirik sebentar, lalu kembali berbaring di dekat api. "Santai aja, itu cuma suara hewan malam."
Bima menyipitkan mata, mendengarkan lebih seksama. "Tapi kedengarannya kayak... lebih besar dari hewan biasa."
Mereka semua saling berpandangan, ketegangan mulai terasa. Dan tiba-tiba, dari balik pepohonan, sesuatu bergerak cepat menuju mereka.
Reza langsung meloncat ke atas batu terdekat, berteriak, "Gue bilang juga apa! Ini dia, guys! Kita bakal mati di sini!"
Namun, yang muncul dari hutan bukanlah binatang buas. Seekor monyet kecil melompat keluar dan menatap mereka dengan mata penasaran. Fajar langsung tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Serius lo, Reza? Takut sama monyet?"
Bima menghela napas lega, sementara Reza merosot duduk di tanah. "Sialan... gue kira itu predator."
Malam itu, di bawah langit yang dipenuhi bintang-bintang, mereka bertiga akhirnya bisa tertawa bersama. Meski misi ini baru dimulai, mereka tahu bahwa 100 hari ke depan akan penuh dengan tantangan, tawa, dan mungkin sedikit kegilaan.
**Bersabung...
Mati pun gk usah khawatir ya, yg penting balik.