Di sebuah SMA ternama di kota kecil, siswa-siswi kelas 12 tengah bersiap menghadapi ujian akhir. Namun, rencana mereka terganggu ketika sekolah mengumumkan program perjodohan untuk menciptakan ikatan antar siswa. Setiap siswa akan dipasangkan dengan teman sekelasnya berdasarkan kesamaan minat dan nilai akademis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYANOKOUJI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 1 awal yang tak terduga
Suara bel sekolah memecah keheningan pagi itu. Aku, Andi Pratama, siswa kelas 11 SMA Citra Bangsa, berjalan gontai memasuki gerbang sekolah. Entah mengapa, perasaanku tidak enak hari ini. Mungkin karena semalam aku begadang mengerjakan tugas matematika yang menumpuk.
"Hei, Andi! Tunggu!"
Suara familiar itu membuatku menoleh. Ternyata Dimas, sahabatku sejak SMP, berlari-lari kecil mengejarku.
"Pagi, Dim. Tumben kamu datang pagi?" tanyaku heran.
Dimas nyengir lebar, "Iya nih, bangun kepagian. Eh, kamu udah denger gosip terbaru belum?"
Aku menggeleng. Dimas memang langganan gosip terhangat sekolah. Entah dari mana dia selalu dapat info tercepat.
"Katanya bakal ada murid pindahan baru lho! Cewek cantik dari Jakarta!" ujar Dimas bersemangat.
Aku hanya menanggapi dengan "oh" pelan. Sejujurnya, aku tidak terlalu tertarik dengan gosip semacam itu. Tapi Dimas sepertinya sangat antusias.
"Ayo cepat masuk kelas! Siapa tau dia sekelas sama kita!" Dimas menarik tanganku, memaksaku berjalan lebih cepat.
Sesampainya di kelas, suasana sudah ramai. Anak-anak perempuan berkerumun di satu meja, sepertinya sedang membicarakan sesuatu dengan seru. Sementara anak laki-laki juga tak kalah heboh, berdiskusi di pojok kelas.
"Wah, sepertinya gosipmu benar, Dim," gumamku.
Tak lama kemudian, Pak Hendra, wali kelas kami, masuk diiringi seorang gadis cantik berambut panjang. Seisi kelas langsung hening.
"Selamat pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari Jakarta. Silakan perkenalkan dirimu," ujar Pak Hendra.
Gadis itu tersenyum manis, membuat beberapa anak laki-laki di kelas terpesona. "Selamat pagi semuanya. Perkenalkan, nama saya Putri Andini. Saya pindahan dari SMA Pelita Bangsa Jakarta. Mohon bantuannya ya."
Suara riuh rendah terdengar di kelas. Putri dipersilakan duduk di bangku kosong di sebelahku. Jantungku berdegup kencang saat dia mendekat.
"Hai, boleh aku duduk di sini?" tanyanya ramah.
Aku hanya mengangguk kaku. Dimas yang duduk di belakangku menyikut punggungku, memberi isyarat agar aku bicara.
"Oh, i-iya silakan. Aku Andi," ujarku terbata.
Putri tersenyum lagi, "Senang berkenalan denganmu, Andi."
Pelajaran pun dimulai. Sepanjang hari itu, aku tidak bisa berkonsentrasi. Sesekali aku melirik ke arah Putri yang tampak serius memperhatikan penjelasan guru. Entah mengapa, ada sesuatu yang berbeda dari gadis ini.
Saat istirahat tiba, Putri langsung dikerubungi oleh anak-anak perempuan yang penasaran. Mereka menanyakan berbagai hal, mulai dari alasan pindah sekolah hingga hobi dan kesukaan Putri. Aku hanya bisa memperhatikan dari jauh, tidak berani mendekat.
"Andi, ayo ke kantin!" ajak Dimas, menarikku keluar kelas.
Di kantin, kami bertemu dengan Reza, teman sekelas kami yang terkenal sebagai playboy sekolah. Dia tampak bersemangat membicarakan Putri.
"Guys, murid baru itu cantik banget ya! Aku harus bisa dapetin dia," ujar Reza penuh percaya diri.
Entah mengapa, ada rasa tidak suka yang muncul di hatiku mendengar ucapan Reza. Tapi aku memilih diam.
"Eh, tapi katanya Putri itu anak orang kaya lho. Pasti standarnya tinggi," sahut Dimas.
Reza tertawa, "Tenang aja, aku pasti bisa taklukkan dia."
Aku hanya mendengarkan percakapan mereka sambil menyantap makananku. Dalam hati, aku berharap Putri tidak terjebak dengan rayuan Reza.
Sepulang sekolah, aku terkejut melihat Putri masih berada di kelas sendirian. Dia tampak kebingungan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"Putri? Kamu belum pulang?" tanyaku memberanikan diri.
Putri menoleh dan tersenyum, "Oh, Andi. Iya nih, aku masih bingung mau pulang naik apa. Tadi pagi diantar supir, tapi sekarang dia ada urusan."
Tanpa pikir panjang, aku menawarkan bantuan, "Mau kuantar pulang? Aku bawa motor."
Mata Putri berbinar, "Benarkah? Tidak merepotkan?"
Aku menggeleng, "Sama sekali tidak. Ayo."
Sepanjang perjalanan, kami mengobrol ringan. Ternyata Putri orang yang sangat menyenangkan dan mudah diajak bicara. Dia menceritakan alasannya pindah ke kota ini karena mengikuti ayahnya yang dipindahtugaskan.
"Makasih ya Andi, sudah mau mengantarku," ujar Putri saat kami tiba di depan rumahnya yang besar.
"Sama-sama. Besok mau berangkat bareng?" tawarku spontan.
Putri tampak ragu sejenak, tapi kemudian mengangguk, "Boleh. Tapi jangan repot-repot ya."
Keesokan harinya, aku menjemput Putri di rumahnya. Sepanjang perjalanan ke sekolah, kami mengobrol dan tertawa bersama. Entah mengapa, aku merasa sangat nyaman bersamanya.
Setibanya di sekolah, kami disambut tatapan heran teman-teman. Beberapa anak perempuan berbisik-bisik, sementara anak laki-laki menatapku iri. Reza tampak kesal melihatku bersama Putri.
"Wah, Andi. Kamu cepat juga ya geraknya," goda Dimas saat kami di kelas.
Aku hanya tersenyum malu, "Bukan begitu, aku cuma menolongnya saja."
Hari-hari berikutnya, aku dan Putri semakin dekat. Kami sering menghabiskan wak