Lara telah menghabiskan tiga belas tahun hidupnya sebagai wanita simpanan, terperangkap dalam cinta yang terlarang dengan kekasihnya, seorang pria yang telah menikah dengan wanita lain. Meski hatinya terluka, Lara tetap bertahan dalam hubungan penuh rahasia dan ketidakpastian itu. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu Firman, seorang pria yang berbeda. Di tengah kehampaan dan kerapuhan emosinya, Lara menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka.
Kisahnya berubah menjadi lebih rumit saat Lara mengandung anak Firman, tanpa ada ikatan pernikahan yang mengesahkan hubungan mereka. Dalam pergolakan batin, Lara harus menghadapi keputusan-keputusan berat, tentang masa depannya, anaknya, dan cinta yang selama ini ia perjuangkan. Apakah ia akan terus terperangkap dalam bayang-bayang masa lalunya, atau memilih lembaran baru bersama Firman dan anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah🖤, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih
_
Keesokan harinya, seperti turis pada umumnya, mereka memulai petualangan mereka di Bali. Andre, dengan gayanya yang ceria, membawa mereka ke beberapa tempat wisata terkenal, seperti Monkey Forest dan sawah terasering di Tegalalang. Mereka juga mencicipi makanan lokal di warung kecil yang tersembunyi, dan Firman bahkan mencoba jus buah-buahan tropis yang ditawarkan Andre dengan penuh semangat.
Saat mereka mengunjungi sebuah pantai eksotis di kawasan Jimbaran, Lara mulai merengek pada Firman. "Sayang, aku pengen banget pakai bikini di pantai. Rasanya udah lama aku nggak santai seperti ini, menikmati matahari dan laut."
Firman mengerutkan kening, mengingat kondisinya yang sedang hamil tiga bulan. “Lara, kamu tahu sendiri kan, aku nggak nyaman kalau kamu pakai bikini di tempat umum. Apalagi sekarang kamu hamil. Aku nggak mau orang-orang melihat tubuh kamu, terutama perut kamu yang mulai buncit. Ini bukan tentang penampilan, tapi tentang menjaga privasi dan kenyamanan kita.”
Lara mendesah, merasa sedikit kecewa. “Aku ngerti, sayang. Tapi kan, ini Bali, pantai, dan semua orang juga pakai bikini. Lagi pula, aku juga pengen merasa bebas, bukan untuk pamer, tapi buat menikmati liburan ini.”
Firman tetap tenang tapi tegas. “Aku paham kamu ingin menikmati momen ini, dan aku janji kita akan tetap bersenang-senang. Tapi aku lebih nyaman kalau kamu nggak memakai bikini. Kamu juga sedang hamil, jadi lebih baik kita menjaga kesehatan dan kenyamananmu.”
Lara tidak bisa memungkiri bahwa Firman punya poin yang masuk akal. Meskipun dia ingin merasa lebih bebas, dia juga menghargai pendapat suaminya. Dengan senyum kecil, dia akhirnya menyerah. “Baiklah, Firman. Kamu menang kali ini.”
Firman tersenyum dan mencium kening Lara. “Terima kasih, sayang. Kita bisa tetap bersenang-senang tanpa harus khawatir.”
Mereka menghabiskan hari itu di pantai dengan bermain di pasir, menikmati angin laut, dan merendam kaki di air. Lara merasa lebih tenang setelah merenungkan perkataan Firman. Meski awalnya dia kecewa, dia sadar bahwa bulan madu ini bukan hanya tentang dirinya, tapi juga tentang mereka berdua dan perjalanan mereka ke depan sebagai orang tua. Firman terus memastikan Lara merasa nyaman dan menjaga kesehatannya selama mereka berlibur.
Andre, yang tentu saja tidak melewatkan kesempatan untuk membuat mereka tertawa, memandu mereka dalam perjalanan ke tempat-tempat lain di Bali, seperti Pura Uluwatu dan Nusa Penida. Setiap kali Andre menemani mereka, suasana selalu ceria. Dia bahkan sempat mengajak mereka menonton pertunjukan tari kecak di tepi tebing Uluwatu, yang memukau dan penuh pesona mistis.
Salah satu momen paling berkesan adalah ketika mereka mengunjungi sebuah pantai tersembunyi di Bali yang jauh dari keramaian. Tempat itu tenang, dengan pasir putih lembut dan air yang jernih berkilauan di bawah sinar matahari. Di sana, Lara akhirnya merasa lebih nyaman untuk bersantai dengan memakai pakaian pantai yang longgar, menikmati pemandangan tanpa merasa terintimidasi oleh banyaknya orang di sekitar.
Mereka duduk di tepi pantai, saling menggenggam tangan, memandangi lautan yang luas sambil mendengarkan deburan ombak. Lara menatap perutnya yang mulai membesar, menyadari bahwa hidupnya akan segera berubah dengan kehadiran seorang bayi.
“Aku nggak sabar menunggu bayi kita lahir, Mas,” kata Lara, suaranya penuh harap. “Aku tahu kita akan jadi orang tua yang baik.”
Firman tersenyum, memeluk bahu Lara dengan penuh kasih sayang. “Aku juga nggak sabar, Sayang. Kita akan melalui ini bersama-sama. Dan aku janji, aku akan selalu ada untuk kamu dan anak kita.”
***
Hari-hari bulan madu mereka terus dipenuhi dengan tawa, cinta, dan kebersamaan. Meskipun ada beberapa perbedaan pandangan, seperti saat Lara ingin memakai bikini, mereka selalu berhasil menyelesaikannya dengan penuh pengertian dan cinta. Andre, sebagai pemandu mereka, juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan ini, membawa suasana ceria dan memastikan mereka menikmati setiap momen di Bali.
Malam terakhir bulan madu mereka, Firman mengajak Lara untuk makan malam romantis di sebuah restoran tepi pantai yang indah. Mereka duduk di bawah langit yang penuh bintang, mendengarkan alunan musik tradisional Bali sambil menikmati hidangan lezat. Firman menatap Lara dalam-dalam, matanya penuh cinta.
“Aku bersyukur bisa menghabiskan bulan madu ini denganmu, sayang,” kata Firman. “Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku berjanji akan selalu mencintaimu, apa pun yang terjadi.”
Lara tersenyum, matanya berkaca-kaca. “Aku juga merasa sangat beruntung memiliki kamu di sisiku, Mas. Ini adalah awal dari petualangan baru kita, dan aku nggak sabar untuk menjalani semuanya bersamamu.”
Bulan madu mereka berakhir dengan penuh kenangan indah. Saat mereka bersiap kembali ke Jakarta, Lara dan Firman tahu bahwa meskipun bulan madu ini usai, petualangan hidup mereka baru saja dimulai, dengan cinta yang lebih dalam dan harapan yang semakin kuat untuk masa depan yang lebih cerah.
***
Keesokan harinya, Lara dan Firman memutuskan untuk menikmati waktu berdua tanpa Andre yang memandu mereka. Setelah beberapa hari penuh tawa dan keseruan bersama sahabat mereka itu, mereka sepakat untuk mencari pantai yang lebih tenang dan menikmati ketenangan di Bali sebagai pasangan baru.
Mereka menyewa motor, menelusuri jalan-jalan kecil yang berkelok di Ubud sebelum akhirnya tiba di pantai tersembunyi yang direkomendasikan oleh seorang penduduk lokal. Pantai itu dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi dan pohon-pohon kelapa yang berjajar indah, memberikan suasana yang damai dan jauh dari hiruk pikuk turis. Tidak ada keramaian, hanya suara ombak yang berdebur lembut dan angin laut yang sepoi-sepoi.
Setibanya di sana, Lara berdiri di atas pasir putih yang lembut, menikmati pemandangan laut yang memukau di depannya. Matanya berbinar-binar melihat betapa indah dan sunyinya pantai ini, tempat yang sempurna untuk bersantai dan melupakan sejenak rutinitas sehari-hari. Firman tersenyum melihat istrinya begitu menikmati suasana.
“Tempat ini benar-benar sepi, ya,” kata Firman sambil melepas sandalnya dan merasakan pasir hangat di bawah kakinya.
“Iya, sempurna,” jawab Lara, seraya berjalan beberapa langkah menuju tepi air. Ia merasakan air laut yang dingin menyentuh kakinya, membuatnya merasa segar. Namun, ada satu hal yang masih ingin ia lakukan—memakai bikini, sesuatu yang selama ini ia dambakan selama perjalanan bulan madu mereka.
Lara menoleh ke arah Firman, bibirnya tersenyum nakal. “Sayang, gimana kalau aku pakai bikini sekarang? Di sini sepi banget, nggak ada orang. Aku yakin nggak ada yang bakal memperhatikan kita.”
Firman mengerutkan kening, ingat betapa kerasnya dia menolak permintaan yang sama sebelumnya. "Lara, aku udah bilang, aku nggak nyaman kalau kamu pakai bikini, terutama dengan kondisi kamu yang sedang hamil."
Namun, Lara tidak menyerah. Dia berjalan mendekati Firman dengan senyum manis di wajahnya, lalu berkata dengan nada menggoda, “Tapi kali ini beda, sayang. Ini keinginan si jabang bayi.” Dia menatap Firman sambil mengusap perutnya yang mulai membesar, memberi isyarat seolah-olah bayi yang sedang mereka kandung memiliki keinginan khusus.
"Kamu mau nanti anak kita ngeces"
Firman terdiam sejenak, berusaha menahan senyum. Lara tahu cara membujuknya dengan manis, dan kali ini dia bahkan menggunakan bayi mereka sebagai alasan. Ia tahu betapa besarnya keinginan Lara untuk merasa bebas dan nyaman saat menikmati suasana pantai. Firman akhirnya menyerah, sambil menghela napas dan tersenyum kecil.
“Baiklah, Lara,” kata Firman sambil mengangkat bahu. “Kalau itu keinginan si jabang bayi, aku nggak bisa bilang tidak.”
Mendengar hal itu, Lara kegirangan. Ia segera berlari kecil menuju tasnya dan mengeluarkan bikini yang sudah lama ia bawa sejak pertama kali tiba di Bali. Lara mengenakannya dengan semangat, dan meskipun perutnya sudah mulai membesar karena kehamilannya, ia merasa tetap cantik dan nyaman dalam pakaian tersebut.
Setelah mengenakan bikini, Lara melangkah keluar menuju pantai, merasa bebas seperti yang sudah lama ia dambakan. Firman menatap istrinya dari kejauhan, menggelengkan kepala sambil tersenyum. Meski ia masih sedikit khawatir, melihat Lara begitu bahagia membuatnya merasa keputusan ini adalah hal yang tepat. Ia ingin memastikan bahwa bulan madu mereka adalah pengalaman yang tak terlupakan bagi mereka berdua, terutama bagi Lara yang sedang hamil.
Lara berlari menuju air, membiarkan ombak kecil menyentuh kakinya dan tawa riangnya memenuhi udara. Firman akhirnya menyusulnya ke tepi pantai, duduk di atas pasir sambil memperhatikan Lara bermain-main di air. Sekali lagi, ia merasa bersyukur memiliki Lara sebagai istri, wanita yang begitu penuh energi, ceria, dan selalu bisa membuatnya tertawa.
Setelah beberapa saat, Lara keluar dari air dan duduk di samping Firman. Keduanya menikmati keheningan pantai sambil memandangi cakrawala yang luas.
“Terima kasih, sayang, sudah mengizinkan aku memakai bikini,” kata Lara sambil menyandarkan kepalanya di bahu Firman. “Aku merasa sangat bebas dan bahagia hari ini.”
Firman tersenyum, mengusap punggung Lara dengan lembut. “Aku hanya ingin kamu bahagia, Lar. Lagipula, kalau itu benar-benar keinginan si jabang bayi, bagaimana mungkin aku bisa menolaknya?”
Lara tertawa kecil, lalu mengusap perutnya dengan lembut. “Bayi kita pasti suka pantai ini. Aku bisa merasakan tendangan kecilnya saat aku berlari di air tadi.”
Firman memandang perut Lara dengan penuh cinta, membayangkan bayi kecil mereka yang tumbuh dengan sehat di dalam kandungan. Meskipun awalnya ada banyak kekhawatiran, sekarang ia mulai merasa lebih rileks dan siap untuk menjalani perjalanan sebagai calon ayah. Pantai yang sepi ini menjadi latar sempurna untuk momen refleksi, cinta, dan harapan mereka akan masa depan.
~
Salam Author;)
Katanya perlu bicara ujung2nya perlu waktu lagi dan lagi baik sama lara juga sama arini beberapa bab muter itu2 aja, Maaf ya Thor kayak ceritanya hanya jalan di tempat aja 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻