Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perempuan Asing
Bunyi sepatu yang berdecit akibat bergesekan dengan lantai marmer, bergema memecah kesunyian. Aroma lumut kian menyengat saat ayunan langkah kaki Andre membawa dirinya masuk semakin jauh ke bagian dalam villa. Andre mengedarkan pandangan, sorot lampu senternya tak tentu arah. Napas Andre tak beraturan bahkan terdengar kasar berlomba dengan bunyi degup jantung.
Di hadapan Andre terdapat sebuah ruangan yang cukup luas. Sepertinya dulu tempat itu berfungsi sebagai ruang keluarga dengan design ala eropa lawas. Ada sebuah perapian di bagian tengah dinding dengan bara yang masih menyala merah. Yang artinya villa tersebut memang berpenghuni.
Andre mendekati perapian. Tangan kanannya memegang senter. Sedangkan tangan kiri menggenggam liontin dari batu akik yang dia percaya memiliki kekuatan sebagai jimat. Meski begitu, tetap saja kedua lututnya gemetar. Andre ketakutan, sehingga berulang kali menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya.
Semakin dekat dengan perapian, sensasi panas menerpa wajah Andre. Ada sesuatu yang tergeletak di atas bara api. Aromanya wangi menyengat, mengepulkan asap hitam tipis yang membuat rasa penasaran Andre bergejolak.
Andre melepas genggamannya dari liontin akik, kemudian meraih bilah besi yang tersandar di dinding sebelah perapian. Dengan besi itulah, Andre mengambil benda aneh di atas perapian yang terbakar separuh bagian itu.
"Sesajen?" gumam Andre. Tubuhnya membeku. Dia terdiam mematung di depan perapian. Meski hatinya sudah dikuasai perasaan takut, tangan Andre seolah bergerak sendiri. Menggunakan bilah besi dia membongkar bungkusan daun pisang yang sudah hangus sebagian. Di dalamnya terdapat tiga jenis bunga dan potongan kemenyan sebesar jempol tangan. Aroma wangi semakin menyeruak di udara.
Duk Duk Duk Duk
Suara ketukan di dinding membuat Andre terlonjak kaget. Ketukan itu terus berulang, berasal dari dinding di sebelah kiri tempat Andre berdiri.
"Sebaiknya aku kembali ke ruang depan saja," gumam Andre memutar badan. Bunyi ketukan semakin cepat dan kencang, selaras dengan degup jantung Andre.
"Singgah-singgah kolo singgah. Aku ra nggangguu," pekik Andre mengayun langkah. Dia ingin berlari tetapi lututnya terasa lemas. Gerakannya malah lambat, tapi napasnya sudah tersengal kelelahan.
Andre sampai di bagian lorong, dengan dua persimpangan yang sama-sama gelap gulita. Saking gugup dan takutnya Andre pun terlupa. Untuk kembali ke ruang depan dia bingung harus memilih jalur kiri atau sebelah kanan.
"Iisshhh, siallll!" umpat Andre menggigiti kuku jari tangannya.
"Cap cip cup kembang kuncup siapa yang mau di kuncup, sesuka hatimuu," ujar Andre sembari telunjuknya mengundi harus ke arah kiri atau kanan. Dan akhirnya Andre memutuskan ke arah kanan, sesuai arah telunjuknya.
Andre kembali berlari. Suara langkahnya bergema. Lorong villa entah menuju ke bagian mana, terasa sempit dan pengap. Senter di tangan Andre berayun-ayun. Sinarnya kesana kemari tak beraturan.
Saat mencapai ruangan yang cukup luas, tiba-tiba saja kaki Andre tersandung sesuatu. Andre jatuh tersungkur. Suara tubuhnya menghantam lantai cukup keras. Senter terlepas dari genggaman tangannya, menggelinding ke sudut ruangan dan padam. Kegelapan yang pekat langsung mengurungnya. Tidak ada ventilasi, tidak ada jendela. Benar-benar ruangan tertutup tanpa ada seberkas cahaya.
Andre mengaduh, merasakan lututnya nyeri. Karena pada bagian itulah yang pertama kali menyentuh lantai dengan cukup keras. Andre memegangi tempurung lutut, khawatir retak ataupun bergeser.
Setelah rasa sakitnya mereda, Andre merangkak, meraba lantai untuk mengambil senter di sudut ruangan. Tidak perlu waktu lama, senter kecil itu berhasil dia temukan. Lalu Andre mengarahkan senter pada lutut kanannya. Memeriksa apakah ada bagian tulangnya yang cidera. Ternyata hanya memar, meskipun memang cukup besar bekas membiru di sekitar lutut.
"Brengsek! Benda apa yang menjegal kakiku tadi?" umpat Andre. Kali ini dia mengarahkan senter pada dinding di hadapannya.
Andre tidak dapat bersuara saat melihat yang ada di hadapannya adalah seorang perempuan cantik tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Rupanya kaki jenjang sang perempuan asing yang telah menjegal langkah Andre.
"Si- siapa kamu?" pekik Andre ketakutan. Tentu saja Andre curiga jika perempuan di hadapannya bukanlah manusia.
Sorot lampu senter masih terus mengarah pada sang perempuan. Mata Andre memindai dan mengamati. Rambut perempuan itu panjang 'ngombak banyu', hitam legam dan sedikit basah. Kulitnya putih bersih cenderung pucat. Sorot mata perempuan itu menggambarkan rasa takut. Bola matanya bergetar dan berair.
"Hey! Siapa kamu?! Aku polisi!" pekik Andre semakin berani. Dia yakin sosok di hadapannya adalah manusia. Andre juga langsung memberitahukan identitasnya sebagai petugas kepolisian dengan maksud menggertak. Sayangnya perempuan itu diam bergeming, mengatupkan mulutnya yang mungil.
Setelah beberapa saat, fokus Andre mulai beralih. Perempuan di hadapannya memang benar-benar cantik, apalagi tak berbusana. Mata laki-laki memang terlalu mudah tergoda oleh keindahan.
Andre menepuk-nepuk pipinya sendiri. Dia sadar telah berpikiran kotor. Perempuan di hadapannya tampak semakin ketakutan. Menekuk tubuhnya dan memeluk lututnya sendiri.
Andre melepas jaket dan bajunya. Kini dia hanya mengenakan kaos oblong putih yang sedikit basah oleh keringat. Perlahan Andre berjalan mendekati perempuan asing.
"Pakai baju dan jaketku untuk menutupi tubuhmu. Udara terlalu dingin bukan?" ucap Andre menyodorkan bajunya. Perempuan asing itu menatap sekilas Andre kemudian menerima baju pemberian sang petugas kepolisian.
Melihat sikap dan tingkahnya, Andre menduga perempuan asing di hadapannya itu merupakan orang dengan gangguan jiwa. Andre menghela napas sejenak. Dia tersenyum kini.
"Akhirnya kasus selesai. Tidak ada hal menakutkan di villa ini," ujar Andre merasa lega. Suara tangis perempuan yang tadi dia dengar pastinya berasal dari perempuan asing di sebelahnya.
"Maaf, maukah kamu ikut denganku? Aku berjanji akan membawamu ke tempat yang lebih layak dan nyaman dibanding di tempat ini," ujar Andre merayu perempuan asing yang dia duga ODGJ.
Tiba-tiba saja perempuan itu terisak. Tangannya menunjuk ke bagian sebelah kanan tempat Andre berdiri. Andre mengarahkan lampu senter ke arah yang ditunjuk oleh perempuan asing. Sebuah pintu bercat hitam. Entah ada apa di balik pintu itu. Yang pasti perempuan asing tampak ketakutan.
"Ada apa disana?" tanya Andre. Rasa takut yang tadi sempat hilang, kini kembali menggerogoti hatinya.
Perempuan asing tidak menjawab. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Namun telunjuknya terus menerus diarahkan pada pintu hitam di ujung ruangan.
"Apakah disana ada orang jahat?" bisik Andre bertanya. Perempuan asing tetap diam bergeming.
"Aku tadi kemari bersama dua rekan. Sebaiknya kita keluar dulu dari ruangan ini dan memanggil rekanku untuk memeriksanya," ajak Andre. Namun perempuan asing di hadapannya menggeleng cepat, menolak ajakan Andre. Sorot lampu senter Andre tetap mengarah pada pintu hitam yang entah kenapa semakin dilihat kian membuat bulu kuduk meremang.
"Kumohon, menurut lah. Kita keluar dari sini terlebih dahulu. Kamu mengerti ucapanku kan?" Andre sedikit membentak. Perempuan asing menatap Andre. Mulut mungilnya mulai bergerak-gerak. Suara yang keluar lirih nyaris tak terdengar. Andre mendekatkan telinganya.
"O-no Ma-yit!" bisik perempuan asing.