NovelToon NovelToon
Malam Yang Merenggut

Malam Yang Merenggut

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: megawati

Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.

"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.

"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.

Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.

Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab

Apa yang harus dia lakukan selanjutnya?

Terlalu lambat!

Gerakan pelan sang istri membuat Brama sakit kepala. Dia tak sabar ingin segera mendekap Dara. Namun, Brama tetap diam bersabar ketika merasakan sentuhan canggung istrinya.

"Brama, aku capek..." Ujar Dara.

Brama mengusap kening Dara yang berkeringat meskipun di dalam kamar yang begitu dingin. Dia kemudian menepuk dadanya sendiri agar Dara bersandar di sana.

Dara yang sudah sangat kelelahan itu langsung ambruk di dada Brama. Suara detak jantung suaminya terdengar begitu jelas dan cepat, lebih cepat dibandingkan gerakan pinggul sang suami.

Apakah Brama berdebar kencang karena aktivitas mereka? Ataukah karena memiliki perasaan padanya? Dara tiba-tiba jadi penasaran.

Kepala Dara mendongak ke atas untuk melihat ekspresi Brama yang sedang memejamkan mata seraya membuka sedikit mulutnya dengan mengerang lirih. Tangan Dara seolah bergerak dengan sendirinya untuk mengelus rambut halus di wajah suaminya.

Brama membuka mata, menatap Dara sambil menyesap telapak tangannya. Mereka saling bertatapan secara intens selama Brama menuntaskan hasratnya.

Deru napas keduanya memenuhi ruangan itu. Brama mempererat pelukannya sambil mengecup puncak kepala Dara berkali-kali.

Dara masih tak menyangka jika dirinya kini sedang berada di atas tubuh seorang Brama Pranaja. Pria terkaya di negara itu.

Berapa wanita yang pernah menjamah tubuh gagah Brama sebelum dirinya? Apakah Brama sering menyewa wanita seperti pria kaya raya yang di kenal Dara?

Mendadak, perasaan Dara menjadi tak nyaman ketika memikirkannya. Dadanya terasa sesak ketika membayangkan ada wanita yang duduk di atas pangkuan Brama.

Tak mungkin pria matang seperti Brama belum pernah menyentuh seorang wanita. Apalagi, jika Brama mau, dia bisa saja mendapatkan wanita mana pun yang diinginkan.

Bagaimana kalau ada wanita lain yang pernah di hamili oleh Brama sebelum dirinya? Apakah Dara terlalu berlebihan memikirkannya? Dan mengapa Brama perlu bertanggung jawab atas kehamilan Dara? Brama bisa saja memberikan sejumlah uang atau menyuruh Dara untuk menggugurkan kandungan seperti ucapan Brama waktu itu.

Tetapi, Brama malah menikahinya. Apakah Brama tertarik padanya?

Dara segera menyangkal pikirannya sendiri. Brama jelas-jelas hanya memperdulikan kandungan Dara dan memuaskan hasratnya.

"Apa yang sedang kamu pikirkan? Aldo lagi?" Tanya Brama dingin.

"Ada berapa wanita yang pernah tidur sama kamu?" Batin Dara yang ingin sekali bertanya hal tersebut, tetapi suara yang keluar dari mulutnya hanya..

"Aku tidak memikirkan apapun." Ucap Dara.

"Lalu, kenapa kamu menatap aku seperti itu? Apa kamu semakin terpesona sama aku?" Ucap Brama.

Dara mengalihkan pandangan dari wajah Brama.

"Kenapa dia selalu mengatakan hal itu?" Batin Dara dalam hati.

"Ah, permainan singkat ini pasti masih kurang untuk kamu. Istirahatlah dulu, kita juga harus menjaga kandungan kamu. Aku tahu jika kamu sangat menyukai aku, tapi jangan terlalu menggebu-gebu." Ucap Brama.

Sesungguhnya, semua yang Brama tuduhkan kepada Dara merupakan semua yang sedang dia pikirkan sendiri saat ini. Brama hanya tak mau mengakui sebelum Dara mengatakannya lebih dulu.

Oleh karena itu, Brama selalu memancing Dara untuk mengatakan apa yang ingin dia dengar. Agar Brama juga dapat membalas ucapan Dara dengan kalimat yang sama.

"Aku tidak berpikir seperti itu." Bantah Dara.

"Jangan malu-malu. Buktinya, kamu sedang di atas aku dan merayu aku sejak tadi." Ucap Brama tersenyum samar.

Dara selalu di buat tercengang oleh kata-kata Brama.

"Kamu sendiri yang menuntut aku melakukannya." Batin Dara kesal.

***

Untuk menghindari kecurigaan para karyawan, Dara berangkat ke kantor dengan menaiki taksi. Mobil Brama mengikuti di belakang taksi itu.

Brama sudah mengatakan agar Dara berangkat bersamanya, tetapi Dara bersikeras ingin berangkat sendiri. Sampai di halaman depan gedung perusahaan, Brama ikut turun di samping taksi Dara.

"Kamu sudah datang, Nona Dara. Ikut dengan saya!" Titah Brama.

Dara mengikuti Brama dari belakang. Meskipun Brama sudah memperlambat langkahnya, Dara tetap tak mau berjalan di sampingnya.

Gilang datang menghampiri mereka beberapa saat kemudian. Dara dan Gilang pun berjalan berdampingan di belakang Brama. Hal tersebut membuat Brama sangat kesal. Semua orang bisa menganggap Dara dan Gilang memiliki hubungan spesial seperti tuduhan Aldo sebelumnya.

Ketika mereka sampai di lantai teratas, Ayra telah menanti mereka dengan wajah berseri-seri. Wanita itu ingin meminta maaf atas keributan kemarin, juga karena dia tidak teliti saat menyerahkan tugas kepada Dara. Yang terpenting, Ayra ingin memastikan Dara sudah dipecat.

Badan Brama yang tinggi dan kekar menutupi Dara yang berjalan di belakangnya. Dan ketika Dara memisahkan diri untuk masuk ke ruangannya, Ayra barulah melihatnya.

"Kenapa dia masih ada di sini? Apa yang dipikirkan Om Brama dengan mempertahankan pencuri itu? Apa mungkin Om Brama akan memecat dia hari ini?" Batin Ayra sembari menggigit kecil bibir bawahnya.

"Selamat pagi, Om," sapa Ayra dengan wajah ceria seperti biasa.

"Apa yang kamu lakukan sepagi ini di sini?" Tanya Brama tanpa melihat ke arah Ayra dan hanya melewatinya saat masuk ke dalam ruangannya.

"Aku harus menyapa Om Brama lebih dulu sebelum mulai bekerja." Ucap Ayra berusaha keras memperlihatkan sopan santunnya.

"Om Brama ternyata sangat baik hati. Nona Dara masih bekerja disini setelah semua kesalahan yang dia lakukan." Ucap Ayra sengaja menyindir masalah itu.

Ayra sebenarnya sangat marah ketika tahu Dara masih muncul di perusahaan. Setahunya, Brama bukanlah pria pemaaf yang dengan mudahnya masih mau menerima karyawan yang telah berbuat kesalahan. Lalu kenapa Brama belum memecat kakak tirinya?

Brama menaikkan kedua alisnya seraya menghentikan gerakan badan ketika sedang merapikan dokumen di atas meja.

"Dia sekretaris yang kompeten." Ucap Brama.

"Lalu bagaimana dengan masalah kemarin, Om? Apakah Nona Dara sudah mengganti uang yang dia curi?" Tanya Ayra.

Uang yang dicuri Dara? Brama tersenyum masam. Tak menyangka Aldo memilih pembohong besar sebagai istrinya.

Jika bukan karena Ayra istri keponakannya dan adik tiri istrinya, Brama pasti sudah mengusir Ayra dari Perusahaan, sebaik apapun rancangan perhiasan Ayra.

"Benar. Dia mengganti uang perusahaan sepuluh kali lipat." Ucap Brama menatap tajam Ayra untuk mencari tahu tujuannya bertanya tentang pemecatan Dara.

"Apa? Itu tidak mungkin! Dari mana pengemis itu bisa memiliki uang dua puluh miliar?" Batin Ayra terkejut setengah mati.

"S-sepuluh kali lipat?" Ucap Ayra yang masih terkejut.

"Kembalilah ke ruangan kamu. Kamu tidak perlu menyapa saya setiap hari jika niat kamu datang ke sini untuk bekerja. Ruangan kamu berada di lantai bawah, dan kamu masih ingat dengan apa yang saya katakan kemarin, kan?" Ucap Brama menatap tajam Ayra.

"Maaf, Tuan Brama...." Ucap Ayra yang mengira jika Brama hanya bercanda kemarin, ternyata Brama serius dengan ucapannya.

Semakin lama, Ayra merasakan jika tatapan Brama kian dingin padanya. Brama seakan-akan tak mau bertemu dengannya, istri keponakannya sendiri.

"Dara pasti sudah menghasut Om Brama agar benci sama aku. Perempuan licik! Lihat saja nanti, kamu memang harus di kasih pelajaran agar tidak terus-terusan mengusik hidup aku!" Batin Ayra kesal.

"Masih ada yang ingin kamu katakan?" Tanya Brama kepada Ayra yang masih mematung di tempat.

"Tidak! Saya akan kembali ke ruangan saya. Maaf, sudah mengganggu Anda, Tuan Brama." Ucap Ayra langsung beranjak dari sana.

Ayra merajuk. Dia berharap, Brama akan memanggil dirinya dan mengatakan jika ucapannya salah. Tetapi, sampai di pintu luar pun, Brama sama sekali tak melihat ke arahnya.

Pada kenyataannya, Brama memperhatikan setiap gerakan kecil yang Ayra lakukan. Ayra tampak mengepalkan tangan saat membicarakan masalah Dara. Dari cara Ayra bertutur kata, Brama menangkap jika Ayra memiliki tujuan yang lain.

Ada satu kejanggalan yang tiba-tiba terlintas dalam benak Brama. Bagaimana caranya keluarga Dara dapat mengetahui kejadian malam itu hingga Dara diusir oleh keluarganya?

Brama pun telah menyuruh Gilang untuk menghilangkan semua bukti keberadaan dirinya di hotel tersebut. Kecuali, ada orang lain yang lebih dulu mengetahui kejadian itu.

Ayra merupakan satu-satunya orang yang paling mencurigakan di benak Brama. Wanita itu juga berusaha menuduh Dara mencuri dana proyek, sementara dirinya sendiri yang diam-diam mengambil uang itu.

"Gilang...." Panggil Brama.

Gilang yang sejak tadi berdiri di samping meja kerja Brama, langsung duduk begitu Brama memanggilnya.

"Selidiki hubungan Dara dengan saudari tirinya. Kamu pasti juga menyadarinya, kan? Wanita itu sepertinya memiliki agenda tersembunyi pada istri saya." Ucap Brama.

Aleta Rawal, sahabat Dara itu yang pertama kali dipanggil Brama ke kantornya untuk menyelidiki masa lalu Dara dan Ayra. Aleta adalah orang yang paling dekat dengan Dara dan pasti tahu semua tentang Dara.

Brama pun segera menyuruh Aleta datang saat jam makan siang agar tak bertemu dengan Dara. Dia tak akan memberitahu Dara sebelum semuanya jelas.

Aleta sebenarnya agak kurang suka dengan Brama dan enggan bertemu dengannya tanpa Dara. Namun, beberapa menit sebelumnya, Gilang mendatangi kediaman Rawal dan menjemput Aleta setengah memaksa.

Siapa yang butuh, seharusnya dialah yang datang, begitu pikir Aleta. Brama seharusnya mendatangi dirinya sendiri kalau benar-benar butuh. Tetapi, Aleta tak dapat menolak karena Gilang tak mau pergi dari rumahnya sebelum membawa dirinya ke kantor Brama.

Aleta masih marah karena perbuatan Brama kepada Dara. Biarpun Brama telah bertanggung jawab menikahi sahabatnya, faktanya bahwa Brama telah merudapaksa Dara tak bisa terhapuskan begitu saja. Dara sampai kehilangan keluarga, masa depan, mimpi, dan pria yang dia cintai karena Brama.

Bagi Aleta, pria yang saat ini sedang duduk dihadapannya itu merupakan nasib buruk bagi sahabatnya. Aleta sampai menatap tajam Brama, serta menduga-duga apa yang sebenarnya diinginkan pria itu darinya?

"Wajah kamu menunjukkan seperti ingin menghabisi saya, Nona Aleta." Sindir Brama.

Aleta terkesiap. Apakah Dara mengatakan pada Brama tentang apa yang di katakan saat berada di kafe waktu itu?

Tidak! Aleta tahu, Dara bukan orang yang suka mengadu.

"Sayangnya, saya tidak bisa melakukan itu karena Anda sudah menjadi suami Dara. Saya tidak mungkin menyakiti suami sahabat saya sendiri, kecuali Anda yang lebih dulu menyakiti Dara." Ucap Aleta terus terang.

Meskipun agak takut, Aleta tetap perlu menegaskan bahwa dia akan selalu melindungi Dara apabila Brama berbuat buruk padanya.

"Bagus. Saya suka dengan kesetiaan kamu pada istri saya." Ucap Brama.

Aleta tak sanggup lagi menebak-nebak pikiran Brama karena pria itu hanya menunjukkan ekspresi datar dan tak bisa dibaca. Aleta akhirnya bertanya.

"Ada keperluan apa Anda menyuruh saya datang ke sini?" Tanya Aleta.

"Ayra Fauza...." Ucap Brama yang dapat melihat perubahan ekspresi wajah Aleta tatkala dia mengucap nama itu. Brama pun melanjutkan.

"Bagaimana hubungan Dara dengan adik tirinya?" Tanya Brama.

Aleta tak terkejut jika Brama dapat mengetahui identitas lengkap Dara. Tentu saja, Brama Pranaja dapat mencari informasi itu dengan mudah.

Tetapi, kenapa Brama bertanya tentang Ayra? Apakah Brama tertarik dengan adik tiri Dara itu?

"Kenapa anda bertanya tentang rubah licik itu?" Tanya Aleta yang sudah terbiasa memanggil Ayra dengan sebutan itu di depan Dara.

(Pas banget sih Ayra di panggil dengan sebutan rubah licik. Dia kan emang licik. Di Ayra enaknya di apain yah? Biar dia kapok 😂. Untuk part selanjutnya nanti aku up. Jadi, See you next part...)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!