LUKA ITU PENYEBABNYA
"Kau yakin nak? Wanita seperti dia? Bukan maksud ayah merendahkannya, tetapi dia berasal dari strata sosial yang lebih rendah dari kita. Selama ini ayah dan ibu diam, karena mengira kau hanya sekedar berpacaran biasa saja, lalu putus seperti yang sebelumnya. Tetapi Valerie? Wanita itu anak yatim piatu, ia bahkan memiliki dua adik yang masih harus ia sekolahkan. Tidak nak, jangan dia!"
*****
Direndahkan! Itulah yang Valerie Maxwel rasakan atas penuturan orang tua calon suaminya. Sejak saat itu, ia berjuang untuk dirinya sendiri dan adik-adiknya. Hingga Valerie menjadi seorang Independent Woman, dan memiliki jabatan tinggi di sebuah perusahaan ternama. Valerie pun tak pernah lagi percaya dengan pria, maupun cinta. Namun, kemunculan CEO baru di perusahaannya membuat Valerie bimbang. Pria itu bernama, Devan Horwitz . Pria dengan usia tiga tahun lebih muda dari Valerie. Dan memiliki segudang daya tariknya untuk memikat Valerie.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Semesta Ayi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbincang dengan Kedua Adik Valerie
* * *
"Besok kakak ke Jepang?" tanya Liona, gadis itu ikut duduk di samping Valerie yang sedang fokus nonton televisi di ruangan santai saat ini
Valerie mengangguk, "Hm, mungkin sekitar tiga hari aku disana."
Abigael yang tengah berbaring di sebuah karpet menatap sang kakak, "Ajang memenangkan sebuah proyek di perusahaan besar Jepang itu kak?"
"Benar sekali, semoga kali ini aku akan memenangkannya." ujar Valerie.
"Kak Val pasti memenangkannya." ujar Liona.
"Tapi akan jadi persaingan sengit jika lawannya perusahaan Coppen." sahut Abigael.
Valerie tertegun sejenak, "Semoga ia tidak ikut kali ini."
"Tapi tidak tahu juga kak..bisa jadi ikut." ujar Abigael.
Valerie tampak menghela nafas berat, "Jika mereka ikut, aku akan menyuruh bosku saja yang masuk ke dalam."
Liona menatap sang kakak dengan serius, "Ingat, jangan sampai bertemu dengannya. Bahkan bicara padanya."
Abigael menatap sang adik bungsu, "Liona..hentikan. Itu sudah lama sekali, tak perlu membahasnya lagi."
Liona tampak berwajah keras, "Aku membenci pria itu. Benci sekali."
Valerie hanya diam, namun ia berdiri dan meninggalkan ruangan santai menuju kamarnya. Abigael menghela nafas berat, "Jika di ingat-ingat terus dan selalu menghindar, yang ada justru sulit di lupakan." ujarnya.
"Pengkhianat tetaplah pengkhianat. Setidaknya ia meminta maaf pada kakak, tapi justru sebar undangan setahun kemudian. Bahkan sejak kejadian itu, ia tidak pernah datang ke rumah kita untuk menemui kak Val. Pria seperti apa itu? Memalukan!" ujar Liona mendengus kesal.
Abigael hanya diam dengan helaan nafas yang lemah. Terkadang merasa tidak setuju atas sikap kakak dan adiknya tersebut.
* * *
Mata Liona membulat, ia melihat lagi pria yang beberapa hari lalu menjemput sang kakak. Kali ini di hari Valerie akan berangkat ke Jepang, Devan datang menjemput dirinya tanpa sepengetahuan Valerie.
Devan tersenyum menyapa Liona, ia baru saja turun dari dalam mobil. "Hai Liona."
Liona menautkan alis dan berjalan mendekat, "Kau tahu namaku?"
Devan mengangguk, "Aku mengenalmu dari seseorang. Jika kau kenal juga, namanya Arsen seorang pegawai di kantorku."
Mata Liona pun membulat, ia kini menatap Devan dengan sebal. "Aku tidak mengenalnya. Katakan itu padanya jika kau bertemu dengannya."
Devan tertawa kecil, "Jika tidak suka ya sudah, kenapa harus diberitahu. Ck, jangan-jangan kau sebenarnya penasaran dengannya."
Liona menghentakkan satu kakinya dengan kesal, dan tepat disaat itu Valerie keluar dari rumahnya dengan sebuah koper di tangannya. Wanita itu pun sedikit kaget menatap Devan sudah ada di depan teras rumahnya, bahkan seperti waktu itu kala mobil pria itu berhenti tepat di depan teras.
Liona pun langsung mendekat ke sang kakak, "Kak Val..bosmu menyebalkan! Ia menggangguku katanya suka sama Arsen."
Devan langsung tertawa renyah, "Lihatlah, aku bahkan tidak ada mengatakan suka. Aku bilang kau penasaran dengan Arsen."
Mata Liona mengerjap, seketika gadis itu jadi malu sendiri. Liona pun mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan wajah masamnya, ia tak mau menatap Devan.
"Terserahku mau mengatakan apa!" ujar Liona.
Valerie menghela nafas berat, tepat disaat itu Abigael juga keluar dari rumah hendak berangkat bekerja. Valerie berjalan mendekat ke Devan, "Kau sedang apa disini?"
Devan tersenyum, "Menjemputmu."
"Mobilku sudah diperbaiki Dev.."
"Bukankah kita akan ke Jepang? Aku mengerti kau pasti membawa banyak barang. Gunakan saja mobilku ke bandara. Jadi kau tidak perlu repot." jelas Devan.
Valerie tampak berpikir sejenak, ia pun mengangguk. "Baiklah."
Devan dengan cepat membuka bagasi mobilnya dan memasukkan koper Valerie ke dalam bagasi. Abigael terus menatap pergerakan Devan, ia pun mendekat.
"Anda akan ikut ke Jepang juga tuan?" tanya Abigael.
Devan menatap Abigael dan tersenyum, ia mengulurkan satu tangannya lebih dulu. Abigael sedikit tersentak, sebab tak menyangka seorang CEO mengulurkan tangan lebih dulu padanya. Abigael pun menerima jabatan tangan Devan.
"Aku Devan Horwitz, perkenalkan." ujar Devan
Abigael tersenyum tipis, "Aku Abigael Maxwel, adik kak Valerie."
Devan mengangguk, "Ya, aku juga akan ke Jepang bersama kakakmu. Kau tidak perlu khawatir Abigael, aku akan menjaga kakakmu dengan baik. Dan satu hal, aku ini juga pria baik-baik."
Abigael jadi sungkan sendiri, merasa jika Devan mengerti dirinya mengkhawatirkan sang kakak. "Baik tuan, terima kasih."
"Jangan panggil aku tuan, panggil nama saja agar lebih akrab. Lagipula usiaku lebih muda tiga tahun dari kakakmu." ujar Devan dengan santai.
Mata Abigael dan Liona pun membola, Liona yang tadinya tak mau menatap Devan kini jadi menatap pria itu.
"Kau lebih muda tiga tahun dari kak Val? Dan kau seorang CEO?" tanya Liona.
Devan tertawa kecil, "Aku seorang CEO karena sekedar jabatan warisan. Aku tidak bisa menolaknya."
Valerie tampak jengah, ia hanya diam melipat kedua tangan di depan dada. Abigael pun kini menatap sang kakak, "Hubungan kalian cukup mengejutkan kak."
Valerie menautkan alis, "Hubungan apa maksudmu? Dev, kau masih lama lagi? Sebaiknya berangkat sekarang atau kita bisa ketinggalan pesawat."
Devan mengangguk, ia menyapa ramah kedua adik Valerie. "Kami pergi dulu, senang mengenal kalian berdua. Mari lain waktu kita kumpul bersama, pasti lebih seru."
Abigael mengangguk tersenyum, "Baiklah Dev, dengan senang hati. Tolong jaga kakakku selama disana, aku percaya padamu."
Liona kini pun tersenyum, "Baiklah, kesalku sudah hilang padamu. Baik-baik dengan kakakku, aku tahu kau punya maksud terselubung. Kentara sekali."
Devan pun tersenyum kikuk, Valerie sendiri kian jengah dan langsung masuk ke dalam mobil. "Kami pergi dulu." ucap Valerie.
Devan pun ikut masuk ke dalam, "Bye semua." ucapnya yang disambut senyuman kedua adik Valerie.
Abigael tersenyum, "Entah kenapa aku merasa dia pria yang baik."
Liona mengangguk, "Aku juga, apalagi anak Tn Horwitz." sahutnya.
* * *
Devan tersenyum melirik Valerie, "Kedua adikmu ternyata cukup menyenangkan. Aku ingin berteman dengan mereka, terutama Abigael. Aku belum memiliki teman yang hampir seusiaku di negara ini."
"Abigael dua tahun di bawahmu."
"Ya, itu usia yang tak begitu jauh."
"Jangan terlalu akrab dengan mereka Dev, aku tidak suka."
Devan tersenyum, "Tidak ada yang namanya larangan untuk sebuah pertemanan. Jadi jangan mencoba untuk menyuruhku mundur."
Valerie menghela nafas berat, ia pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Devan sesekali masih melirik sang gadis.
"Kau sudah sarapan?" tanya Devan
"Sudah."
"Aku belum."
Valerie kembali menatap Devan, "Kenapa belum?"
"Aku sibuk mengurus barang bawaanku tadi, jadi aku terburu-buru. Maklum, pria lajang yang belum punya istri." jawabnya menahan senyum.
Valerie menautkan alis, "Itu tak ada hubungannya. Artinya kau saja yang tidak pintar mengatur waktu."
Devan melirik Valerie kembali dan tertawa kecil, "Sepertinya aku butuh istri."
Mata Valerie mendelik tajam, "Dev..!" tegurnya.
Devan pun tertawa renyah, "Ok Vale..tenang-tenang. Jika kau marah-marah begitu, nanti aku jadi semakin suka padamu."
Valerie mengalihkan pandangannya lagi ke luar jendela, "Pria menyebalkan!" lirihnya namun seperti menahan senyum.
* * *
klo memang iya...salut padamu boss..tapi klo hanya di mulut saja...sayang sekali...
Valeri wanita tangguh dan berkarisma...jngn sakiti hatinya pak Horwitz...
aku suka caramu...gercep../Good/
semoga devan bisa tegas sm keluarganya dan ga ninggalin vale, kalo itu terjadi kedua kali pada vale fix dia akan mati rasa selamanya bahkan seumur hidup 😥