Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Time with friends
...|Happy Reading|...
...••🌼••...
Vika, Lita, dan Dita kini berada di kamar milik Vika. Mereka duduk lesehan di karpet bulu sambil menonton Drakor dan juga sesi nail art manja. "Mau kutek warna apa?" tanya Lita kepada Vika.
"Aku mau ombre peach, kalau pakai warna merah dan nude ini cocok gak ya?" tanya Vika sambil menyodorkan kutek yang ia miliki. Yeah ... Ketiga gadis itu membawa peralatan nail art yang mereka miliki agar bisa komplit seperti di salon kecantikan.
"Cocok kok, sini aku rapihkan dan gunting kultikula nya dulu!" Lita mengamit tangan Vika dan menaruhnya di meja belajar lipat.
"Vik Lo masih ada es batu gak?" Vika menoleh ke arah Dita. Gadis itu sedari tadi asyik dengan Drakor yang ia tonton dan juga camilannya.
"Kayaknya masih deh."
"Aduh ... Dita, udah dikasih keripik kentang juga yang Lo cemilin malah es batu!" ucapan Lita sontak membuat kedua gadis lainnya tertawa.
"Heheheh ... Maklum anemia soalnya. Yaudah Vik, gue ke bawah ya ambil es batu!"
"Oke."
Dita segera bangkit dari duduknya, gadis itu pergi berjalan ke belakang tepat dimana dapur berada. Tadi juga ia membantu Vika untuk menyiapkan minuman jadi ia sudah paham dimana letak tempat mengolah makanan itu.
Gadis itu berhenti sejenak begitu melihat Alam. Pemuda itu tengah berkutat dengan pisau dan daun bawang.
"Sapa? Jangan?" ucapnya pelan. "Sapa aja deh biar dikira gak sombong."
"Halo Kak! Lagi buat apa?" Alam segera menengok ke arah dimana suara itu berasal.
"Omelette, Lo mau?"
"Em ... boleh deh, sini gue bantu!" Alam segera menyembunyikan pisau ke belakang tubuhnya.
"Gak perlu, Lo mending ke Vika aja nanti kalau udah ada 10 menit balik ke sini buat ambil."
"Engga ah, jadi keenakan nanti gue! Udah sini gue bantu!"
"Kepala batu!"
"Ahahaha!" Dita mengambil panci yang ada di atas kompor begitu melihat mie yang tengah Alam rebus sudah matang. "Ini gue tiriskan ya, udah matang!"
"Ya!"
"Eh Kak, kata Vika lo udah kuliah, ambil jurusan apa?"
"Hukum." Alam hanya menjawab sekenanya saja, pemuda itu kini tengah memotong sosis. "Siniin mie nya!" Dita memberikan mangkuk berisi mie ke pemuda itu. Alam memasukan irisan daun bawang, sosis, dan juga bumbu.
"Jurusan itu susah gak sih?"
"Ya susah-susah gampang."
"Jujur gue bingung besok kuliah mau ambil jurusan apa."
"Lah? Emang cita-cita Lo jadi apa?" Dita menggeleng pelan, "Gak tau gue, makin kesini rasanya gak punya cita-cita."
"Dari kecil Lo mau jadi apa?"
"Guru, terus gue pengin jadi polwan, terus dokter."
"Yaudah jadi dokter militer aja!"
"Hah? Kenapa jadi itu?"
"Ya karena Lo suka ketiga hal itu. Lo pernah pengin jadi guru, tandanya Lo suka belajar dan berinteraksi, Lo pengin jadi polwan itu bukti kalo Lo cinta tanah air dan mau berjuang, terus Lo bilang mau jadi dokter itu tandanya Lo tulus bantu sembuhin orang. Cocok kan? Jadi Dokter militer itu harus punya ketiganya." Dita hanya mengedipkan matanya, ia berusaha mencerna apa yang Alam maksud.
"Kenapa bengong?"
"Takut gak kuat mentalnya kena gembleng sana sini kalau jadi dokter militer." Dita cengengesan menjawab pertanyaan dari Alam. Pemuda itu kini sibuk membolak-balikkan omelette dalam teflon.
"Yaudah terserah Lo! Ambilkan piring dong, tolong!" Dita mengangguk kemudian mengambilkan piring saji. Alam segera memindah omelette yang sudah dipotong-potong ke atas piring. "Ada saos di meja makan." Dita segera mengambil saos lalu menyerahkannya pada Alam. "Kok malah kasih ke gue?"
"Terus?"
"Bawa ke Vika sama omelette nya sana, malah kasih ke gue!"
"Terus Kak Alam gimana?"
"Gampang gue bikin lagi." Alam menyerahkan piring berisi omelette ke tangan Dita.
"Ih, nyusahin banget gue. Tapi makasih ya Kak!" Dita berjalan menuju ke kamar Vika dengan raut wajah yang cerah, gadis itu bahkan sampai lupa untuk mengambil es batu.
"Aneh-aneh semua temen Vika." Alam menggeleng pelan, pemuda itu kembali mengiris daun bawang untuk membuat seporsi omelette untuk dirinya.
***
"Guys guys! Gue bawa apa nih!" Semerbak wangi telur langsung menyeruak masuk kedalam kamar.
"Nyolong apaan Lo Dit?" tanya Lita, tetapi gadis itu kemudian bangkit dan mencomot satu potongan besar omelette. "Widih enak, dapet dari mana?"
"Kak Alam yang masak!" Lita tersedak mendengarnya, "Ekhem ... Hem, pantesan lama Lo taunya sekalian modus PDKT, ga nyangka gue Dit!"
"Hush ... Apaan sih?" Dita duduk di sebelah Vika, gadis itu menaruh piring dan saos di meja belajar kecil. "Ambil Vik!"
"Iya nanti, kutek ku belum kering."
"Sini gue suapin!" Dita mengambil satu potong makanan dengan base mie dan telur dengan garpu untuk menyuapkan kepada Vika.
"Aku nanti aja."
"Engga, udah buka mulut aaaa!" Pipi Vika bersemu, ini kali pertama ada seseorang yang mau menyuapinya. "Ayo aaaa!"
Vika akhirnya membuka mulut, menerima suapan dari Dita. Ia terharu karena bisa memiliki teman sebaik dan seperhatian Dita dan Lita. "Makasih."
"Enak?"
"Enak Dit."
"Nah sekarang giliran gue icip." Dita mengarahkan garpu yang tadi ia gunakan untuk menyuapi Vika untuk mengambil omelette, ia tampak tak jijik sama sekali. "Enak, aduh ... Kak Alam suamiable banget!"
Vika dan Lita terkekeh melihat bagaimana menggemaskannya wajah Dita sekarang. "Kayak Kak Alam mau jadi suami Lo aja!" cletuk Lita.
"Ya kali aja mau!"
***
Di tempat lain Faiq tengah duduk bersandar pada dinding dengan bantal sofa pada pangkuannya. Pemuda itu tengah asyik melihat foto-foto yang ia ambil saat berlibur ke kampung halaman Vika sementara Aries dan Zaki tengah bermain UNO dengan member CMC yang lain.
Banyak anak muda datang ke bangunan tua yang disulap menjadi basecamp sekaligus tempat tinggal Wage.
"Iq Lo gak makan? Entar kerupuk tengiri nya abis loh sama si Aries!" ucap Wage, pemuda itu tengah berkutik dengan laptopnya, entah ia tengah membuat apa dengan aplikasi Autocad yang terlihat jelas di layar pipih itu.
Aries yang ia bicarakan melirik tajam ke arah Wage. Aries memang maruk terhadap makanan, terutama makanan enak. "Gue masih punya di rumah Ge, santai aja!" ucap Faiq tanpa mengalihkan perhatiannya pada layar ponsel.
Tadi selepas ia pulang dari rumah Eyang Sinta Aries dan Zaki datang ke rumah untuk menagih oleh-oleh. Alhasil mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke basecamp dan berbagi oleh-oleh dengan member lainnya.
"Iq Lo mau ikut muncak gak akhir bulan nanti?" tanya Wage. Ia menarik satu kantong stik sukun untuk lebih dekat dengan tempat ia duduk.
"Kemana?"
"Semeru."
"Engga dulu, ketinggian. Kalau buat nginep-nginep gak bisa gue, kasian Ibu sendirian lagi." Faiq memasukan hp nya ke saku celana setelah melihat Zaki hampir mengintip isi ponselnya. Pemuda itu menampilkan cengiran khasnya karena ketahuan oleh Faiq.
"Kan bisa Lo suruh nginep sama Eyang Sinta, kemaren Lo nemenin Vika aja Nyokap Lo nginep kan sama Eyang." Wage menutup laptopnya, ia menaruh benda berwarna hitam itu kembali ke dalam tas.
"Iya, tapi gak enak lah. Masa gue sebagai anaknya kelayapan mulu mana Abang gue juga belom balik."
"Ciee anak baik, yaudah kalau gitu gue sama yang lain aja. Minggu besok Lo mau turun ke arena gak?"
"Sorry guys gue gak bisa. Udah disuruh fokus belajar gue sama Bang Sat katanya gue harus masuk Kedokteran."
"Anjirlah ketua kita mau jadi Dokter!"
"Gue gak pengin jadi Dokter."
"Udah lah Bro, terima aja rumah sakit udah punya tinggal power Lo buat berkuasa aja. Kan enak tuh Lo tinggal suka rela jalan diatas karpet merah sambil dadah-dadah."
"Emang gue lagi cat walk, enak amat mulut Lo ngomong!" Faiq melempar bantal sofa ke arah Wage. "Kalau mau nerusin usaha rumah sakit itu gue harus ambil Doble degree anjir!"
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
...Jangan lupa like dan komen ya🫶...
...Luv You All💙🌻...
^^^Kepik Senja 🐞^^^