Alettha gadis 16 tahun yang kini duduk di bangku kelas 2 SMA itu nampak diam termenung, wajah cantiknya masih terlihat kesedihan yang mendalam.
Kehilangan Ayahnya membuat gadis itu begitu frustasi dan begitu sedih, belum lagi semua aset kekayaan ayahnya kini sudah di ambil alih oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab.
Alettha Kinaya Ayu, harus meneruskan hidup nya berapa dengan ibu tiri dan kakak tiri nya yang kurang menyukai nya itu, entah apa yang akan terjadi pada gadis malang itu.
Yuk mampir di cerita pertama ku semoga kalian suka❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lembayung Senjaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Bersalah Arkha
Di Bar yang cukup ramai
Arkha memarkirkan mobilnya segera setelah sampai di bar di mana Dinda meminta nya datang.
" Mas Arkha, mbk Dinda di rumah sakit sekarang ." Seorang bodyguard menghampiri Arkha dengan buru buru.
" Apa, di rumah sakit ?." Arkha begitu terkejut mendengar ucapan bodyguard itu.
Arkha segera pergi ke rumah sakit yang di katakan oleh bodyguard tersebut dengan perasaan gelisah, perasaan Arkha begitu kalut dan khawatir.
" Apa yang terjadi pada Dinda, kenapa dia mendadak di rumah ?." Batin Arkha.
Mobil hitam itu berjalan menembus jalanan yang masih ramai di pukul 21.00 itu. Arkha melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menembus jalan.
Perjalanan ke rumah sakit itu kurang lebih 30 menit dari bar milik keluarga Dinda.
***
Setelah makan malam Alettha segera membersihkan semua piring kotor dan gelas yang sudah mereka gunakan.
Sedangkan Arsya masih berada di meja makan dengan pekerjaan yang harus di selesaikan oleh nya, sembari sesekali memperhatikan kegiatan Alettha.
" Buatkan aku kopi." Titah Arsya saat melihat Alettha yang sudah menyelesaikan pekerjaan nya.
" Baik tuan muda." Gumam nya pelan .
Ting
Pesan masuk lewat ponselnya membuat Arsya langsung melihat tajam notifikasi itu.
Arsya mama mau kamu bertunangan dengan anak Tante anggik, dia lulusan terbaik di Thailand dan sebentar lagi akan melanjutkan kuliah di S2.
Bunyi notifikasi dari Mona membuat Arsya kesal dan hanya menghela nafas kasar dan mengabaikan.
" Kopi nya tuan muda, apa saya boleh pergi sekarang. Semua pekerjaan sudah selesai." Gumam Alettha menatap Arsya yang diam.
Alettha malas jika harus terus bersama Arsya karena jika semakin lama dia di sana semakin kesal dia dengan setiap ucapan dan tuduhan tuduhan aneh Arsya pada nya, bahkan pertanyaan pertanyaan gila yang membuat Alettha harus lebih sabar.
" Tetap di sana." Gumam Arsya dengan tegas membuat Alettha hanya bisa pasrah dan menuruti ucapan Arsya.
Alettha memilih duduk di kursi yang cukup jauh dari Arsya yang sibuk dengan laptop dan ponselnya yang terus berdering.
" Astaga..." Pekik Arsya kesal membuat Alettha terkejut dan takut .
Prang
Ponsel mahal itu berakhir di lantai dengan sekejap mata membuat Alettha melongo tak percaya .
Arsya memijat kepalanya yang berdenyut .
" Tuan muda butuh obat pusing kah, akan saya ambilkan."
" Tidak perlu, saya sudah selesai . Jika kamu ingin kembali ke paviliun silakan saja." Gumam Arsya menutup laptop nya dan beranjak pergi.
Alettha bernafas lega melihat Arsya pergi menuju lantai 2 kamar nya.
" Sebaiknya ku istirahat , masih ada 2 hari ku yang harus aku nikmati . Mungkin saja besok aku akan pergi keluar menghibur diri di taman tidak lah buruk, lagi pula teman komplek di sini lumayan bagus juga." Gumam Alettha bersemangat kemudian Pergi berlalu menuju paviliun yang sepi.
Sedangkan di tempat lain Arkha baru saja tiba di rumah sakit menuju kamar rawat Dinda .
" Permisi suster, saya mau nanya ruang inap pasien bernama Adinda Ariestya?" Ucap Arkha.
" tunggu sebentar ya pak."
Suster itu membuat file di mana nama nama pasien berada.
" Pasien atas nama Adinda Ariestya ada di ruang inap Anggrek nomor 567 pak." Ucap suster tersebut dengan ramah.
Arkha tersenyum kemudian langsung berjalan cepat menuju lift yang hampir tertutup itu.
" Maaf.." Ucap Arkha melihat seorang gadis yang terkejut dengan kedatangan Arkha yang menahan pintu lift.
" Arsya.." Gumam nya pelan membuat Arkha terkejut.
Arkha langsung berbalik menatap gadis itu seketika dia teringat akan kekasih masa lalu saudara kembar nya dulu.
" Mbk Caramel yah, saya Arkhana saudara kembar Arsya." Gumam Arkha menatap Caramel yang nampak terkejut.
Gadis itu menatap tak percaya dengan ucapan Arkha.
" Terserah jika anda tidak percaya, mungkin lain waktu kita bisa bertemu kembali dengan dua wajah dan dua kepribadian berbeda."
Ting
Arkha langsung keluar dari lift meninggalkan Caramel yang masih diam dan berusaha mencerna ucapan yang di katakan pemuda yang begitu mirip dengan orang dia kenal, meski memang sangat berbeda tapi wajah mereka tidak bisa di bedakan.
" Nomor 567.." Arkha langsung masuk kedalam ruang inap itu dengan cemas melihat dokter dan suster masih memeriksa keadaan Dinda .
" Maaf tuan siap, apa tuan kenal dengan pasien?." Cegah seorang suster saat Arkha hendak mendekati Dinda.
" Maaf suster, saya teman dekat pasien saya mengenal nya." Suster itu membiarkan Arkha mendekati Dinda yang terbaring tak sadarkan diri dengan selang infus dan oksigen di mana mana.
" Dinda, kamu kenapa?." Gumam Arkha menggenggam tangan dingin gadis itu.
Wajah nya penuh dengan lebam tubuh nya penuh luka luka entah apa yang terjadi pada gadis itu hingga membuat nya seperti saat ini.
" Maaf pak, apa ada nomor pasien yang bisa di hubungi oleh pihak rumah sakit untuk menghubungi mengenai perawatan dan juga biaya untuk pasien?." Seorang dokter muda menghampiri Arkha.
" Rawat saja dia dengan baik kalau perlu bawa dia ke ruangan VVIP dokter, saya yang bertanggung jawab penuh atas dirinya. Tapi kenapa dia bisa seperti ini Dokter ?."
" Pasien di bawa kesini oleh beberapa orang yang melihat nya tergeletak tak sadar kan diri di pinggir jalan dengan kondisi seperti ini, untuk selebihnya kami harus melakukan visum terlebih dahulu untuk melihat apa ada kekerasan secara seksual atau tidak."
Arkha begitu terkejut mendengar ucapan dokter muda itu.
" Dugaan sementara ini mungkin korban kekerasan dan juga perampokan pak, karena menurut penuturan para saksi yang membawa gadis ini mereka tidak menemukan identitas dan tas atau bawaan pasien."
" Baik dokter, terimakasih banyak dan tolong lakukan yang terbaik untuk Adinda. Dokter tenang saja semua nya akan saya tanggung sampai dia benar-benar sembuh total." Ucap Arkha.
" Baik pak, anda tenang saja akan kamu usahakan memulihkan kembali pasien dan merawat dengan sebaiknya. Kami permisi." Ucap Dokter itu meninggalkan Arkha di ruangan bersama dengan Dinda yang masih belum sadar.
" Hey, maaf aku baru bisa datang. Mungkin jika ada datang lebih cepat kamu tidak akan seperti ini Dinda?." Arkha benar benar merasa bersalah melihat keadaan sahabat baik nya itu.
Lagi lagi penderitaan harus hingga di dirinya membuat perasaan bersalah terus menguasai diri Arkha, rasa sakit 5 tahun lalu saja dirinya belum bisa membalas nya dan kini dia harus melihat sendiri keadaan gadis itu yang benar-benar menghawatirkan.
" Orang gila mana yang membuat mu seperti ini, akan ku pastikan dia membalas nya Dinda." Arkha beberapa kali mencium tangan Dinda.
Air matanya menetes begitu saja melihat keadaan Dinda hatinya terasa teriris begitu dalam.