Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Paket Vitamin
Haliza duduk termenung di taman belakang, kebetulan hari ini hari Minggu. Subuh-subuh tadi setelah sholat subuh, Aldian mengajaknya pergi jogging, tapi ia menolak. Perasaannya masih kesal dan sangat marah sama Aldian.
Meskipun dirinya sudah dimiliki oleh Aldian secara utuh, tapi perasaan cinta itu belum muncul-muncul. Mungkin karena Haliza masih syok dan baru diputusin Ardian, lalu tanpa disangka-sangka kedua orang tuanya menjodohkannya dengan orang baru, terlebih orang baru itu seorang abdi negara yang tidak pernah ia sukai dalam kaitan apapun.
Entahlah, Haliza memang tidak memiliki masalah atau dendam apa-apa dengan seorang abdi negara atau instansi itu dimasa lalu ataupun sekarang, papanya saja seorang tentara, tapi ia memang tidak suka dengan tentara.
Sebelum ia mendapatkan jawaban dari Ardian sang mantan kekasih, hati Haliza rasanya belum tenang dan masih penasaran. Apa alasan Ardian meninggalkannya? Kalau hanya info dari mama atau papanya, juga Hanin, mbaknya, tidak cukup menjawab rasa penasaran Haliza, kenapa Ardian bisa setega itu memutuskan hubungan yang sudah dibina dua tahun lamanya.
"Apa alasan Mas Ardian memutuskan hubungan begitu saja? Harusnya dia ngomong sebelum pergi," bisik Haliza sembari terisak, matanya sudah basah dengan air mata.
Sementara itu, Aldian menyudahi jogingnya. Ia sengaja mampir ke pasar kaget dekat lapangan sepak bola taman lapang golf Poltak. Di sana banyak jajanan dijual, Aldian membeli beberapa makanan untuk dibawanya ke rumah sebagai oleh-oleh untuk Haliza.
Setelah selesai membeli beberapa jajanan di pasar kaget, Aldian memutuskan kembali ke rumah dengan berjalan kaki. Sebab dari rumah, ia sengaja niatnya joging dan tidak membawa kendaraan.
Tiba di depan pintu gerbang, Aldian membuka gerbang itu. Bersamaan dengan itu, seorang pengantar paket berhenti juga di depan pintu gerbang rumah Aldian. Aldian menghentikan gerakannya, ia menoleh ke arah pengantar paket dan mencoba bertanya.
"Buat siapa, Mas?" Aldian menatap pengantar paket itu penasaran.
"Iya, Pak. Saya mau bertanya, betul di sini alamatnya Mbak Haliza?" tanya pengantar paket itu.
"Iya, betul sekali. Di sini alamatnya."
"Wah kebetulan. Mohon diterima paket atas nama Mbak Haliza." Pengantar paket itu memberikan paket ke tangan Aldian.
"Tinggal diterima saja itu, Pak. Sudah dibayar oleh si pembeli," beritahu pengantar paket itu sembari membalikan badan pertanda ia sudah selesai dengan tugasnya.
"Terimakasih, Mas," ucap Aldian tidak lupa ia berterimakasih. Aldian segera membuka pintu gerbang sembari matanya penasaran dengan bungkus paket milik Haliza. Baru saja dua bulan di sini, Haliza sudah belanja online. Aldian bukan tidak boleh, tapi ia lebih ke penasaran, apa isi dari paket itu.
Sebelum masuk kamar, Aldian sengaja menyembunyikan paket berukuran kotak kecil itu di balik saku celana trainingnya. Kakinya ia ayun sebentar menuju dapur untuk menyimpan jajanan yang tadi ia beli. Kemudian ia segera menuju tangga untuk masuk ke kamar.
Karena ia menduga Haliza berada di dalam kamar, Aldian bersikap biasa dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa sebelum ia memasuki rumah. Untungnya Haliza tidak ada di dalam kamar. Tidak menunda lagi, dengan segera Aldian meraih kotak paket itu dari saku celananya, lalu menggunting plastik bungkus paket itu serapi mungkin dari paling pinggir, dan membukanya.
Setelah dibuka, ternyata isinya membuat Aldian penasaran dan heran. Dua kebet obat yang sukses membuat kening Aldian mengkerut. Tidak bodoh begitu saja, Aldian segera searching di google nama jenis obat yang tertera di kemasan itu.
"Obat apa ini, bahaya kalau obat terlarang," duganya khawatir sembari mulai menelusuri google setelah mengetik nama obat di pencarian. Hasilnya sangat mencengangkan, ternyata dua kebet obat itu adalah pil pencegah kehamilan alias pil KB.
Aldian termenung beberapa saat setelah menyadari obat itu adalah pil KB. Ia sempat terhenyak dan kaget mendapati kenyataan bahwa Haliza sebegitu tidak ingin memiliki anak darinya. Aldian tidak terima diperlakukan curang seperti itu oleh Haliza, meskipun pada kenyataannya Haliza belum mencintainya, tapi masalah keturunan harusnya dia diskusikan dulu dengannya, karena dia yang sudah memasok benih ke dalam rahim Haliza.
"Benar-benar Haliza ini, ia begitu tidak ingin hamil dari aku. Harusnya dia bicara baik-baik denganku, apa susahnya. Kalau dia bicara baik-baik dan ingin menunda dulu dengan alasan belum siap, pasti aku bisa terima. Tapi, kalau caranya curang seperti ini, lebih baik aku curangi saja sekalian. Biar dia tahu rasa, tahu-tahu dia hamil beneran. Kalau dia ingin pergi, maka akan susah jika dia hamil," gumam Aldian penuh rencana.
Aldian memasukkan kotak paket itu ke dalam saku celananya kembali. Dia harus bergerak cepat sebelum ketahuan Haliza. Buru-buru Aldian keluar kamar dan menuruni tangga dengan hati-hati. Aldian langsung menuju pintu keluar, ia akan kembali joging menuju apotek yang jaraknya lumayan mengeluarkan keringat.
Hanya dengan waktu 10 menit saja, jarak 500 meter ke apotek itu ditempuh dengan berjoging. Tiba di sana, Aldian sedikit mengajak bicara salah satu pelayan apotek yang tentu saja ia paham dengan obat yang dimaksud Aldian.
"Obat yang bentuknya mirip ini tapi isinya hanya vitamin, aman bagi kesehatan dan tidak ada efek samping," ujar Aldian sembari memperlihatkan kemasan pil KB pesanan Haliza.
Apoteker itu mengangguk lalu menuju etalase berbagai obat di sana. Setelah berhasil menemukan obat yang diminta Aldian, Apoteker itu memberikan dua kebet obat yang dimaksud Aldian. Aldian segera membayar obat itu, lalu ia menukar isi kotak paket itu dengan vitamin yang ia beli dari apotek itu.
Setelah rencananya berjalan lancar, Aldian memutuskan kembali pulang ke rumah. Tiba di depan pintu rumah, ia meletakkan kotak paket yang sudah kembali rapi itu di depan teras. Membiarkan paket itu diketahui Bi Kenoh atau Haliza sendiri.
Aldian bergegas menuju dapur, ia akan mencari di mana Haliza. Di dapur sudah ada Bi Kenoh yang sedang membereskan piring yang habis dicuci.
"Bi, di mana istri saya?" tanya Aldian.
"Neng Haliza sedang di taman sejak tadi. Apa mau bibi panggilkan?" sahut Bi Kenoh.
"Tidak usah, Bi. Biar saya yang hampiri." Aldian berdiri lalu bergegas menuju taman belakang, tempat yang menjadi favorit Haliza dikala sedih.
Tiba di taman, Aldian melihat Haliza sedang menatap Hp nya. Dari suaranya ia sedang menonton serial drama Korea yang pemerannya aktor tampan bernama Ji Chang Wook.
"Liza, sudahi nontonmu. Masuklah, aku bawakan makanan untukmu dari pasar kaget yang dekat lapang golf itu," ajak Aldian yang berhasil mengejutkan Haliza.
"Mas." Haliza terlihat kaget. Tapi ia bangkit juga meskipun ia masih marah dengan Aldian pria yang dia anggap psikopat. Padahal Aldian tampan dan perhatian, lantas psikopatnya dari mana?
"Ngapain kamu di taman terus, sedang membayangkan pria lain seperti Ji Chang Wook? Suami di depan sendiri dianggap musuh, tapi orang lain kamu sanjungi," dumel Aldian sembari menggiring Haliza ke dalam dapur. Haliza membalas ocehan Aldian dengan cibiran bibir penuh rasa kesal.
"Duduklah, biar aku siapkan." Haliza patuh, ia duduk menghadap meja, lagipula ia lagi malas gerak kalau harus ambil piring untuk menyiapkan jajanan yang dibeli Aldian.
Berbagai makanan seperti kue putu, dan yang dibungkus dengan daun pisang sudah tersaji, tapi Haliza lebih memilih seblak yang dihidangkan Aldian di mangkuk.
"Kamu suka seblak? Kebetulan aku beli satu bungkus, aku pikir kamu tidak suka seblak," cetus Aldian seraya menggeser mangkok itu ke depan Haliza.
"Neng Liza, ada paket di depan untuk Neng Liza." Bi Kenoh tiba-tiba menghampiri seraya memberikan paket itu pada Haliza. Haliza menyambut paket itu dengan senyum kecil.
"Kamu pesan paket apa, baru beberapa bulan di sini sudah pesan paket? Gercep banget mengetahui alamat rumah ini," protes Aldian pura-pura marah.
"Coba aku lihat, paket apa yang kamu beli? Aku khawatir kalau kamu pesan barang haram," pinta Aldian sembari melontarkan kalimat tuduhan.
"Barang haram apaan, Mas itu menuduh saja bisanya. Ini hanya vitamin kok," alasannya sembari memutar bola matanya kesal.
Aldian tersenyum smirk dengan hati girang, ternyata jebakannya bisa tepat disebutkan Haliza. "Benar-benar ucapan itu doa," batin Aldian seraya melahap kue putu sekali telan.