Sinta Ardila,gadis ini tidak perna menyangka jika ia akan di jual oleh sahabatnya sendiri yang bernama Anita,kepada seorang pria yang bernama Bara yang ternyata seorang bos narkoba.Anita lebih memili uang lima puluh ribu dolar di bandingkan sahabatnya yang sejak kecil sudah tumbuk besar bersama.bagai mana nasib Sinta.apakah gadis sembilan belas tahun ini akan menjadi budak Bara?apakah akan muncul benih cinta antara Bara dan Sinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesya Aqilla putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
"Apa kau ingin minum?"Bara menawarkan.
"Jangan bicara padaku!"
"Aku ada cermin untukmi,"ucap Bara lalu memberikan cermin kepada Sinta.
Di terima dengan baik,Sinta melihat dirinya dari pantulan cermin. Kedua matanya berkaca-kaca kala melihat kondisinya yang terlihat sangat kurus sekali bahkan tulang rahang pun terlihat berbentuk. Lingkar mata yang menghitam,sebagian rambut yang di cukur gundul.
Sinta sampai tak bisa berkata-kata, ingin marah pun rasanya percuma karena memang takdirnya sudah seperti ini.
"Tinggal masa pemulihan,kau pasti akan sembuh,"ucap Bara sama sekali tidak di tanggapi Sinta.
Di letakkannya cermin tersebut lalu Sinta memilih untuk memejamkan matanya.
"Sinta,maafkan aku,"ucap Bara.
Tetap saja Sinta tidak merespon,jelas saja ia merasakan sakit di hatinya atas apa yang sudah ia rasakan.
"Aku tidak ingin membahas apa pun,"ucap Sinta lalu memiringkan tubuhnya untuk menghindari Bara.
Bara hanya bisa membuang napas pelan,ia sadar dirinya salah dan Sinta buruh waktu semua hal yang perna terjadi.
"Aku janji akan membuatmu bahagia,"ucap Bara yang membuat Sinta tertawa.
"Ucap lelaki aneh!"seru Sinta.
"Aku serius,"ujar Bara.
"Aku tidak peduli,begitu mudah bagimu mempermainkan hidupku. hebat sekali orang yang beruang,"ucap Sinta membuat Bara terdiam.
Suasana kembali hening, Bara sibuk bergelut dengan pikirannya begitu pula dengan Sinta, mereka suami istri tapi mereka seperti orang asing yang tak saling mengenal.
"Entah bagaimana mana reaksi Sinta jika dia tahu dirinya hamil?"ucap Bara dalam hati.
Seumur hidup baru sekarang Bara merasakan ketakutan,niat hati membeli Sinta untuk di jadikan mainan pada kenyataannya, Bara terjebak dalam permainan yang telah ia buat sendiri.
Sampai dokter masuk ke dalam ruangan untuk memeriksa kondisi Sinta. Hanya Bara yang sibuk menanyakan ini dan itu sementara Sinta diam saja.
"Sok sibuk,sok asik padahal aku seperti ini sebab dia juga,"ucap Sinta dalam hati.
****
Bara,pria ini sangat lembut sekali membersihkan wajah Sinta menggunakan sehelai handuk kecil yang suda di basahi,Sinta hanya diam,ai tahu betul jika menolak Bara rasanya percuma saja, pasti akan membuang waktu dan tenaga.
"Ingin makan apa?"tanya Bara yang sudah selesai.
"Tidak ada,"jawab Sinta singkat.
"Jangan memancing emosi ku!"seru Bara.
Sinta mendelikkan kedua matanya,ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari Bara.
"Aku tidak akan jahat-jahat padamu lagi,"ucap Bara membuat Sinta tertawa.
"perkataan yang bisa di percaya,"sahut Sinta"aku hanya ingin tidur, kepala ku pusing.
Makan dulu baru tidur,"ucap Bara yang memaksa."Sinta,ayo mengembang,"
"Apanya yang mengembang?"tanya Sinta yang merasa heran.
"Menggemuk, maksudku,"jawab Bara membuat Sinta tertawa.
Dia masih sakit,tapi Sinta sama sekali tidak menunjukkan rasa sakitnya pada Bara.
"Kalau sakit itu ngomong jangan di pendam sendiri,sejak awal aku sudah curiga dengan rambut mu yang selalu rontok."
Kemana aku harus mengadu selain kepada diriku sendiri? Aku tidak memiliki rumah sebagai tempatku untuk berteduh, dan aku juga tidak memiliki siapa pun yang bisa ku jadikan tempat untuk bersandar,"
"Maka dari itu,jadikanlah aku rumahmu dan tempatmu untuk bersandar,"sahut Bara.
Belum sempat Sinta menjawab, tiba-tiba Chris masuk kedalam ruangan dengan membawa boneka beruang yang berukuran sangat besar. Masam raut wajah Bara sementara Sinta sangat senang.
"Besar sekali, terima kasih,Aku suka."ucap Sinta dengan mimik wajah kegirangan.
"Hanya boneka,tapi kenapa kau sesenang itu?"tanya Bara yang merasa tidak terima jika Chris peduli pada Sinta. Dia bukan anak kecil.,
"Suka-suka akulah ingin memberikan apa pada Sinta sebagai hadiah kesembuhan," ucap Chris yang sama sekali tidak peduli pada Bara.
"Aku memang bukan anak kecil,tapi masa kecilku aku tidak pernah mendapat boneka sebesar ini,"ucap Sinta membuat Bara terdiam.
Belum selesai urusan dengan Chris,datang lagi Danil dan Brian. Brian membawa buket bunga dengan ukuran sangat besar berisi uang,menggunakan mata uang dollar sedangkan Danil memberikan hadiah ponsel baru untuk Sinta.
"Sepertinya kalian sedang menyinggung ku,"ucap Bara.
Kenapa kau harus tersinggung? perasaan hanya hadiah biasa,"ucap Brian membuat Bara semakin kesal.
"Banyak sekali uang ini,apa kah asli?"tanya Sinta pada Brian.
"Jelas asli,bukan kaleng-kaleng,"jawab Brian.
"Wah, terima kasih banyak, kalian sangat baik,tidak seperti orang yang di sebelah sana,singgung Sinta.
Bara hanya diam saja,dalam hatinya harus bisa menahan sabar apa lagi saat ini Sinta sedang mengandung anaknya.
"kenapa uang bisa membuatku merasa segar,"ucap Sinta yang merasa heran.
'Itu tandanya kau sudah sehat,"ucap Chris lalu mereka semua tertawa kecuali Bara.
Di saat bersama teman-teman Bara,ternyata Sinta bisa tertawa lepas seperti ini,tapi tidak di saat bersama dengan dirinya.
****
Lain Sinta lain pula dengan Sofia,yang sampai saat ini masih berada di rumah sakit. Sudah dua hari ia berada di rumah sakit tapi tidak semenit pun Bara datang menjenguknya apa lagi menayangkan kabar tentang dirinya.
"Cari lelaki lain saja,"ucap tuan Bram."jika bajingan itu mencintaimu sudah pasti sejak awal dia akan peduli padamu, papa nyaris kehilangan kamu.
"Tapi aku maunya Bara!"seru Sofia yang keras kepala,"dia lelaki tampan,kaya,dan banyak uang. Hidupku dan papa akan terjamin jika aku menikah dengan dia.
"Dan kenyataanya sama sekali dia tidak peduli padamu,masih banyak lelaki tampan dan kaya selain Bara."
"Bertahun-tahun aku berjuang untuk mendapatkan Bara,itu artinya perjuanganku tidak boleh sia-sia,"ucap Sofia yang sangat keras kepala.
Tuan Bram hanya diam saja,jika di pikir ada benarnya juga. Apa pun akan di lakukan Sofia untuk mendapatkan Bara sebab ia sudah berjuang sejak awal.
Satu Minggu telah berlalu,Sinta sudah pulang ke rumah Bara,perlakuan Bara sangat baik kepada Sinta.pria ini mengurus semua kebutuhan dan keperluan istrinya yang sampai sekarang belum mengetahui jika dirinya sedang hamil.
Pagi ini perut Sinta terasa mual setelah ia selesai sarapan. Makanan yang baru saja masuk kedalam mulutnya keluar kembali di muntahkkanya. Lihat lah Bara,pria ini memijat tengkuk istrinya kemudian memberinya minum.
tubuh Sinta terasa lemas,jangankan untuk melangkah berdiri pun ia tak sanggup sampai harus di gendong Bara menuju ranjang.
"Kalau mau mati kenapa sampai di siksa seperti ini?"ujar Sinta dengan wajah pucat.
Tidak baik berkata seperti itu,"ucap Bara.
Sinta tidak menjawab,ia hanya memejamkan matanya menikmati rasa sakit di kepalanya yang masih nyeri.