Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Curhat
Nampak mata Rena mulai berair.
"Memangnya, kamu siap kalau putus sama cowo mu Al?", Rena mencoba membalikkan pertanyaan.
"Em, gimana ya. Sebenarnya sih berat. Tapi, selama aku masih mempertahankan kehormatanku dan dia memang lebih cocok ke mantannya. Yah, biarin aja mereka. Aku lebih memilih mundur", ungkap Alya dengan tone suara berat.
"Kalau kamu, apa kamu akan terus memperjuangkan cowo dingin seperti Jojo? Kalau semisal dia mendua dengan Salsa atau yang lainnya? Dia kan ganteng, banyak fans cewe nya lagi", Alya memang penasaran, seberapa kuat tekad dan toleransi Rena kepada Jojo. Lagi-lagi, Rena butuh beberapa saat untuk bisa menjawab pertanyaan yang juga ditanyakan oleh dirinya sendiri.
"Aku ngga tahu Al. Dia lelaki spesial setelah kakakku dan ayahku. Aku belum pernah mendapatkan cowo yang seperti itu sebelumnya. Jika aku mengalah kepada Salsa atau fans dia lainnya, aku takut ngga akan pernah mendapat cowo seperti itu lagi seumur hidupku", ungkap Rena jujur.
"Iya juga sih Na. Memang derita mu punya cowo cakep banyak yang ngarep", canda Alya.
"Ih, jahat Al", protes Rena meski tahu Alya hanya bercanda.
"Tapi, bagaimana kamu bisa membuat cowo seperti Jojo bisa menetap di sisimu padahal banyak kupu gatal yang selalu menggodanya? Cowo ku yang tampangnya biasa saja, itu masih digoda mantannya, apalagi Jojo", Alya benar-benar penasaran dan tidak tahu cara membuat lelaki bisa menghadapi godaan selingkuh, terutama setelah menikah.
Nampak Rena terdiam, tak menjawab sepatah kata pun. Beberapa saat kemudian, mata Rena kembali berkaca-kaca dan meleleh lah air mata tanpa suara tangis.
"Na, maaf. Aku ngga bermaksud apa-apa", Alya merasa bersalah atas ucapan yang membuat sahabatnya semakin sedih. Gadis itu pun memeluk Rena sembari menepuk pelan punggungnya, tak peduli apa yang orang lain pikirkan tentang mereka.
"Kamu sih Al, jahat!", lirih Rena sembari melepas pelukannya kepada Alya. Ia telah cukup meluapkan rasa lelahnya dan sadar bahwa mereka menjadi tontonan orang-orang di kafe.
"Iya, aku minta maaf ya Na", ucap Alya tulus sembari mengusap pelan lengan Rena.
Setelah reda air matanya, Rena mengutarakan kekhawatirannya.
"Al, memangnya kamu bisa membuat cowo mu yang sedekat itu dengan mantan, tetap berada di sisimu setelah nikah?", Rena memang tak bisa menjamin apapun. Oleh karena itu ia menanyakan hal yang sama.
Alya hanya mengedikkan bahunya.
"Aku pun tak tahu Na. Kita sama. Tos dulu!", canda Alya agar Rena kembali tersenyum.
"Lalu, bagaimana kalau suami kita nanti ngga bisa setia dan memilih selingkuh saat bosan dengan istri?", celetuk Rena, membuat mereka menghela nafas panjang bersamaan, saling pandang, dan menggeleng bersamaan.
"Iih, 'soul mate'", ucap mereka bersamaan sembari tertawa bersama.
"Nanti dipikir nanti lah Al. Yang penting sekarang hatiku sudah lebih lega. Terimakasih ya, sudah mau jadi sahabatku", ucap Rena.
"Ih, siapa juga yang mau, ngga level!", canda Alya, sontak Rena menepuk keras lengan kiri Alya hingga dia meringis seolah kesakitan.
Mereka pun tertawa bersama dan berbincang ringan hingga hampir pukul 22.
"Eh, ayo pulang. Nanti aku disidang bu Sri Rejeki!", canda Alya.
"Enak aja ganti-ganti nama! Yuk pulang", sahut Rena.
Malam itu, baik Rena maupun Jojo sama-sama berbaring di ranjang dan saling merindu. Mereka membayangkan saat-saat bersama, saling bercanda dan tertawa, hingga akhirnya terlelap.
"Jo, aku hamil anakmu. Kamu harus tanggung jawab menikahiku dan putuskan Rena!", ujar Salsa sembari menunjukkan perut buncit di balik gamisnya dan sebuah test pack bergaris dua.
"Apa? Itu bukan anakku. Aku kan tidak pernah menjamahmu", elak Jojo.
Tak lama, terdengar suara seseorang jatuh dari ranjang.
"Aduh!", lirih Jojo seraya duduk di tepi ranjang, mengusap kasar wajah dan mengacak-acak rambutnya.
"Mimpi apa coba? Dijamah saja belum, tahu-tahu sudah bunting!", gumam Jojo, perlahan sadar bahwa itu hanya lah mimpi.
Jojo melirik jam tangan berjarum radium menunjukkan pukul 3 pagi. Pria itu pun beranjak ke kamar mandi kemudian menunaikan sholat tahajjud dan meminta petunjuk atas hubungan dirinya dengan Rena dan makna mimpinya.
Keesokan pagi, Rena yang hendak berangkat kerja, tiba-tiba mendapat telepon dari Abdul.
"Iya pak, saya mau berangkat ini", Rena menjawab telepon tanpa menanyakan maksud Abdul menghubunginya.
"Hari ini, kamu, Tini, Salsa, dan Nabila ikut saya ke peresmian cabang baru. Jangan terlambat dan saya sudah membatalkan semua booking hari ini", ujar Abdul.
"Em baik pak, saya berangkat", jawab Rena seraya mematikan ponselnya.
Setelah memacu sepeda listriknya hingga 30km/jam, Rena pun sampai dalam waktu 20 menit. Di area parkiran salon, Rena sudah ditunggu empat orang.
"Lama sekali Na! Cepat parkir dan masuk mobil. Kamu duduk di depan!", perintah Abdul dengan nada ketus.
"Kenapa lagi ini wak Abdul? Pagi-pagi sudah ngeselin!", batin Rena sembari memarkirkan dan mengunci sepeda listriknya.
"Em, saya boleh tukar posisi dengan Tini?", usul Rena yang tidak suka dilirik tajam oleh Tini. Ia tahu bahwa Tini suka kepada Abdul, tapi pria itu malah memilih Rena untuk duduk di depan.
"Kamu atau saya bos di sini? Sudah, jangan membantah, masuk!", ujar Abdul sembari membuka pintu mobil dan duduk di kursi kemudi.
"Eh, kirain dibukakan", batin Rena sembari membuka pintu dan duduk di samping Abdul.
Segera, Abdul mencondongkan tubuhnya ke arah Rena dan mengulurkan tangan kanan.
"Eh, mau apa pak?", pekik Rena, menekuk kedua siku dan menutupi dadanya.
"Apaan? Sok tahu!", ujar Abdul sembari menarik sabuk pengaman dan memasangkan ke kursi.
Rena pun terdiam, perlahan melonggarkan tangannya di depan dada dan membenarkan posisi duduknya.
"Ehm", Rena berdehem dan memalingkan muka ke samping kiri. Nampak wajahnya memerah karena malu, telah salah paham kepada Abdul.
Tak lama, mobil mereka pun sampai di cabang salon baru, di area Liman Selatan. Kelima orang itu pun bersama-sama memasuki ruko yang telah dirombak sesuai keinginan Abdul.
"Na, periksa bersama Tini, bagian mana yang perlu diperbaiki dari interior salon", perintah Abdul.
"Kalian berdua, masuk dan duduk lah dulu", ujar Abdul kepada Salsa dan Nabila.
Rena dan Tini segera menuruti perintah Abdul yang entah kenapa hari ini ketus sekali. Tidak seperti biasanya yang ramah saat melihat Rena.
"Kamu apain pak Abdul? Pagi-pagi sudah kasih kuliah", lirih Tini sembari memeriksa ruangan salon.
"Entah. Salah makan kali, perutnya mulas", ujar Rena sembari mengedikkan bahu.
"Masak sih? Apa kamu ngga salah ucap sama dia? Kayaknya kemarin masih baik-baik saja", ungkap Tini. Ia sampai hafal, penyebab utama Abdul marah-marah ngga jelas hanya lah ulah Rena yang tak mau membalas rasa cintanya.
"Ya mana kutahu lah Tin. Tanya saja kepada sang pujaan hatimu itu", jawab Rena agak keras.
"Ssst, jangan kencang-kencang! Yang ada nanti tambah murka itu orang", ucap Tini yang jengah mendengar omelan Abdul.