Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati yang dilema (19)
Mengabaikan beberapa kali ponsel milik Kenzie yang berdering. Lagi pula pemiliknya sedang tidur dan tak mungkin baginya untuk membangunkan.
Sesampainya di dapur.
"Salma kembali?" tanya bu Lidya tanpa bertele-tele.
"Ehm." Hanya itu yang di dengar oleh ibunya.
"Setelah ini makanlah dan rawatlah tubuhmu kembali hingga menjadi gagah," ujar bu Lidya tanpa membahas kepulangan Salma lagi.
"Kenzie masih tidur." Jawab Ardi.
"Biarkan saja, di atas kompor ada bubur. Berikan untuknya nanti siang," ucap bu Lidya.
"Ibu tidak ikut makan?" tanya Ardi.
"Tidak, sebelum siang harus sudah berada di makam ibumu."
Seketika raut wajah Ardi berubah. Sudah cukup lama juga tidak mengunjungi makam sang ibu. Hingga tiba-tiba saja rindu ingin bertemu dengan sosok di balik gundukan tanah.
"Jika rindu, datanglah berkunjung." Kata bu Lidya lagi.
"Nanti aku akan datang," ujar Ardi.
"Ehm ... kalau begitu jangan lupa untuk makan, ibu harus segera pergi."
Ardi pun bergeming, hanya bisa menatap kepergian sosok yang selama ini merawatnya. Sebagai ibu tiri. Wanita itu tidak bisa dikatakan demikian karena kebaikannya mengalahkan ibu kandung. Seraya menepuk bahu sang putra bu Lidya pun pamit.
Beberapa saat sudah berlalu, waktu siang sudah datang. Ardi pun berinisiatif untuk membangunkan Kenzie untuk makan agar kesehatannya cepat pulih.
"Zie, bangun." Dengan suara pelan Ardi pun membangunkan.
"Zie ... bangun," ulang Ardi lagi, tetapi wanita itu belum juga bangun.
Untuk ketiga kalinya Ardi membangunkan Kenzie dan tidak kunjung bangun. Ponsel Kenzie kembali berdering dan tertera memiliki nama yang sama seperti pagi tadi.
Kenzie yang tak kunjung bangun. Membuat Ardi keluar dari kamar karena ada hal penting untuk diurusnya.
Setelah Ardi pergi.
"Tunggu, bukankah pagi tadi aku masih di ruang tengah? Tapi kenapa sekarang ada di kamar," gumam Kenzie dengan hati dipenuhi oleh tanda tanya.
Meninggalkan perasaan yang seharusnya menemukan jawaban atas dirinya secara tiba-tiba bangun di atas ranjang. Lalu, tangannya meraih benda pipih di atas nakas dan melihat ada sekitar 10 panggilan.
"Kenapa ada banyak panggilan dari Leo," batin Kenzie.
Setelah diputuskan, akhirnya Kenzie menghubungi kembali Leo. Meminta maaf dengan senyum sumringah.
Bertepatan dengan selesainya Kenzie menutup telepon. Terdengar derit pintu dibukanya dengan perlahan dan menampakkan seseorang bertubuh kekar yang hanya memakai celana pendek.
"Apa kamu sengaja masuk ke dalam kamar hanya untuk memamerkan tubuhmu itu!" pekik Kenzie ketika melihat Ardi masuk.
"Jika kamu berpikir seperti itu terserah, tapi di sini aku berniat mengambil baju karena lupa tidak membawa pada saat mandi." Jawab Ardi seraya tangannya merai gagang pintu lemari.
"Ckckck ... lain kali jangan lupa untuk membawa, karena aku mual melihat tubuhmu!" balas Kenzie dengan cara memalingkan wajahnya.
"Muntahkan jika mual. Jangan berpikir jika karena aku masuk untuk memamerkan tubuhku, bukankah ucapanmu sedikit kejam."
Setelah berhasil mengambil kaos, Ardi pun keluar dengan rambut yang masih basah.
Pukul tujuh malam. Gemerlapnya lampu jalanan begitu indah dipandang. Dua insan saling bertatapan dengan perasaan yang begitu berbeda.
"Zie ... maukah kamu menjadi pelengkap hidupku?" Seorang lelaki dengan setelan jas kini sedang mengungkapkan perasaannya pada Kenzie.
Tidak, kenapa ada rasa yang berbeda. Perasaan yang tak senang ketika seseorang menyatakan cinta, apa artinya ini? Kenzie terus memikirkan hal-hal yang tak seharus dia pikirkan.
Sedari tadi pikiran Kenzie berkecamuk. Antara senang dan sedih karena menemukan seseorang mencintainya. Namun, dibalik itu. Ada Ardi yang selalu mengganggu di dalam isi kepalanya.
"Zie, apa kamu menjadi istriku." Kata Leo lagi, tetapi kali ini lelaki tersebut berjongkok dan menunjukkan sebuah kotak merah berisikan cincin.
"Leo ... kamu ... apa yang kamu lakukan," ucap Kenzie dengan mata berkaca-kaca.
Ini bukan tentang sebuah lamaran, tetapi Kenzie menangis karena tidak bisa menahan perasaan yang berada di batas kacau.
"Aku ingin kamu menjadi bagian dari hidupku. Menikahlah denganku bulan depan," ujar Leo dengan senyum penuh pengharapan.
"Jadi, ini yang kamu katakan tadi siang kepadaku."
Leo mengangguk dan Kenzie yang tak mampu menahan pilu di hatinya. Seketika pergi tanpa menjawab 'iya atau tidak' pada lelaki di bawahnya itu.
"Zie ... tunggu Zie, jangan membuatku khawatir seperti ini!"
Kenzie pun berpura-pura tidak mendengar. Berlari menjauh dari Leo lagi dan lagi dia lari dari masalahnya untuk kesekian kalinya.
"Aku terlalu pengecut, aku memang pengecut." Menangis sejadi-jadinya karena tidak dapat menjelaskan apa yang dirasakan sekarang dan Kenzie pun terus berjalan di tengah ramainya kendaraan.
"Zie, kenapa kamu menghindar dariku lagi?" Dengan napas naik turun akhirnya Leo menemukan Kenzie.
"Pulanglah, aku butuh sendiri." Jawab Kenzie.
"Zie, lantas bagaimana dengan cincin ini!" Seraya menunjukkan kotak merah, Leo pun berkata.
"Aku butuh sendiri, kamu tenang saja. Secepatnya aku memberikan jawaban, tapi untuk sekarang biarkan aku sendiri."
Leo pun mengangguk, meski ada rasa kecewa. Namun, ia juga tidak mau bertanya lebih pada Kenzie. Bahkan kepergiannya dengan membawa tangis pun, Leo juga tidak mengerti dan semakin bingung dengan sikap wanita itu.
Di sepanjang jalan, lampu kota yang begitu indah, tetapi hati dan pikiran seakan berada di kegelapan. Membuat Kenzie tidak tahu lagi arah mana untuk membawanya pulang.
"Benar, aku terlalu pengecut untuk mengatakan sebuah kejujuran." Sambil mengusap air matanya, Kenzie terus berjalan. Bahkan dia malu untuk pulang ke rumah Ardi, di mana lelaki tersebut selalu dihina dengan kata-kata kotor.
"Bahkan aku malu untuk pulang," ucapnya lagi. Sampai entah ada di mana dirinya saat ini, yang pasti jalanan tersebut terlihat sepi dan hanya ada beberapa pohon besar.
"Di mana ini, apa aku tersesat." Kenzie pun mulai ketakutan karena jalan tersebut benar-benar sepi. Hingga ada segerombolan orang berjalan dengan tawa yang begitu renyah.
"Hai gadis ... apa kamu kesepian sampai berada di tempat ini," ucap seseorang berambut panjang.
"Si-apa kalian?" tanya Kenzie dengan suara ketakutan.
"Hahaha, kita ... kita adalah para lelaki yang akan memberimu kenikmatan," jawab para lelaki itu dengan tawa.
"Jangan ganggu aku, kalau mau ambil uang. Ambilah, tapi biarkan aku pergi." Kata Kenzie yang mana lebih memilih menyerahkan harta bendanya.
"Kami mau dua-duanya."
"Tolong ... tolong lepaskan aku," pinta Kenzie memohon.
"Diam!" bentak para preman.
Empat pria dengan wajah sangar itu pun lekas mulai mendekati Kenzie, mencoba meraba-raba tangan, serta rambutnya. Meski berteriak hingga suaranya serak, tak ada satu pun orang yang datang menolongnya.
"Tolong ... tolong lepaskan aku, aku mohon."
Para lelaki itu pun seakan mendapat mainan baru, di mana kulit putih dan mulus. Serta wajah cantiknya membuat mereka tidak sabar untuk mencicipi apa yang ada di t*buhnya.
"Tolong, lepaskan aku. Biarkan aku pergi dari sini," mohon Kenzie dengan tubuh lemah.
"Kami akan melepaskanmu setelah menikmati hidangan yang datang secara tiba-tiba."
Pada saat salah satu preman ingin mengecup leher Kenzie, sebuah balok terbang mengenai orang itu.
"B4jingan! Siapa yang berani memukulku!" ucap preman yang terkena lemparan balok oleh seseorang dengan sengaja.
"Lepaskan wanita itu," ucap seseorang dengan berjalan gagah.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...