When I Married With You

Alana bingung dengan sikap suaminya, kemarin ihsan begitu serius mebicarakan masa depan seolah dia Bersungguh sungguh dalam pernikahan ini. Tetapi pagi ini alana merasakan sikap suaminya kembali berbeda, dia bersikap sesuka nya bahkan cuek dan tak mempedulikan nya.

Pagi pagi ihsan dan avira sudah nangkring di kelas bermesraan. Avira seolah sengaja memperlihatkan keromantisan nya pada alana.

Tentu saja alana merasakan sakit hati, apalagi rumor itu masih berlanjut. Masih banyak cacian dan makian yang mereka lemparkan padanya.

Karena tak tahan alana memilih keluar dari kelas menuju taman belakang. Tetapi tubuh nya di tabrak sengaja oleh dua orang yang lewat.

“Aws!” Alana meringis pelan.

Dua cewek itu saling lirik. “Sorry” Ujarnya lalu tertawa.

Alana merasa dirinya rendah, dia ingin menatap mereka tapi tak berani dan berakhir mengangguk saja.

“Kenapa keluar al? Lo gak sanggup yah lihat kemesraan vira dan ihsan? Lo pasti cemburukan lihat mereka karena lo selingkuhan nya?” Gadis yang tadi tiba tiba berucap dengan nada mengejek..

“Apa maksud kamu?” Alana memberanikan diri untuk membantah rumor itu.

“Alah gak usah pura pura gak ngerti deh lo! Lo sirikan sama avira yang disayang sama ihsan? Sementara lo hanya di jadikan simpanan.” Lanjut cewek itu.

“Kalau gue jadi lo ya al, lebih baik gue sama duda asal gak rebut laki orang. Dari pada sama yang ganteng tapi pacar orang” Timpal satu cewek yang lain. Mereka tertawa seolah puas menertawakan alana.

Alana mengepalkan tangannya, merasakan dadanya sakit luar biasa. Napasnya sesak, matanya kian berat memerah. Sungguh dia ingin membantahnya, tetapi kenapa tubuh nya malah diam.

“Masih kecil lo udah jadi jalang gitu al, gimana udah gede? Jadi cewek malam kali”

“Iya, lo cantik sih al tapi sayang kecantikan lo gak di gunain dengan baik. Malah jadi selingkuhan, gimana kalau nanti tambah parah jadi simpanan om om”

“Percuma sih cantik tapi kelakuan kayak jalang gak punya harga diri” Mereka semakin semangat menghina alana.

“Cukup!”

Alana yang sudah tak tahan sontak menjerit. Menutup telinganya, memejamkan mata dan dia berlari. Meninggalkan mereka semua yang menatapnya penuh benci.

Sakit hatinya, dia menangis meraung di belakang sekolah. Memukul mukul dadanya yang terasa sesak. Hatinya seolah tertusuk duri tajam, merobek besar hingga berdarah darah. Alana gemetaran, meraung membantah ucapan mereka.

“Aku bukan jalang hiks!”

“Aku bukan wanita kayak gitu” Bantah alana sesegukan.

Bahunya bergetar, rambutnya acak acakan dan dia berantakan. Sendirian, tak ada yang menemani nya. Alana terus menangis, berjam jam sampai air matanya habis dengan sendiri.

Tatapan gadis itu lurus, kosong. Dia seolah menyesali keputusan nya yang berangkat sekolah karena tak enak pada mertuanya.

Percuma dia sekolah, kalau akhirnya dia tak ikut belajar. Alana yakin, sebentar lagi dia akan di panggil karena kebolosannya.

“Huek!”

Alana menutup mulutnya cepat, tiba tiba dia merasa mual. Alana segera bangkit dan berlari menghampiri pohon nangka di paling ujung. Dia muntah disana, tetapi tak ada yang dia muntahkan. Hanya cairan bening yang dia muntahkan.

Alana kembali duduk pada kursi di dekat tembok, dia mengelus dadanya laku memijat pelipisnya pelan. Kepala nya tiba tiba saja pusing, masih ada pula sisa sisa mualnya.

Alana membulat kan matanya begitu menyadari sesuatu. Tak mungkin, pikir gadis itu. Kemarin dia mengeceknya dan hasilnya negatif. Alana berusaha menghilangkan dugaan nya, dia mencoba berpikir positif pada tingkahnya.