Season Dua dari "Lily: Rahasia Gadis Kampung"
Briela Leonor, putri dari Raja Leonor, adalah pewaris tahta di sebuah kerajaan yang kekuasaannya melampaui presiden, menteri, dan semua gubernur. Setelah kematian suaminya, Briela memilih hidup sebagai rakyat biasa untuk melindungi anaknya, Xaviera, dari intrik politik yang mematikan.
Selama dua puluh tahun, Briela berhasil menyembunyikan identitasnya di sebuah provinsi kecil di wilayah Barat kota Riga. Kini, Xaviera telah dewasa, dan pernikahannya membawa kebahagiaan besar bagi Briela. Namun, kebahagiaan itu segera berubah menjadi mimpi buruk ketika Xaviera menjadi korban penyiksaan dan pelecehan oleh suaminya, Aron Ace.
Situasi semakin genting ketika sebuah kasus besar muncul, mengancam kestabilan negara. Briela dihadapkan pada keputusan sulit: membuka identitasnya dan kembali memimpin negara untuk menyelamatkan putrinya dan mengembalikan kedamaian, atau tetap tersembunyi dan menyaksikan kehancuran yang tak terelakkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuhume, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
Hari-hari berlalu. Lily yang terlihat pendiam mulai menerima dan berbaur dengan baik bersama dengan Xaviera. Canda tawa terdengar begitu jelas dan suara teriakan yang riang di rumah sederhana kini terdengar setiap harinya.
Kebiasaan Xaviera yang sering menjemput kepulangan ibunya dengan pelukan kini berubah dengan bermain di ruangan tamu berlarian bersama dengan Lily.
Briela hanya menggelengkan kepalanya jika dia berada dalam situasi tersebut dan memakluminya. Bahkan hal yang sangat membahagiakan adalah, ketika kepulangan di sambut oleh Xaviera dan Lily berlomba untuk memeluknya. Dia benar-benar sudah merasa menjadi masyarakat biasa pada umumnya.
Berjalannya waktu, rumah yang sederhana kini terdengar tawa dua anak gadis yang sering bersenda gurau, nonton bersama dan juga berbelanja bersama. Lily pun perlahan memanggil Bibi Ela berubah menjadi sebutan mama, sama dengan Xaviera memanggil Briela.
Sudah sepuluh tahun Lily meninggalkan negaranya dan ikut bersama Briela, usianya sudah remaja dan tubuhnya begitu kuat. Lily memiliki banyak keterampilan, termasuk bela diri karena secara diam-diam Briela mengajar Lily saat Xaviera tidak berada di rumah.
Xaviera anak yang pintar. Setiap harinya waktu Xaviera digunakan untuk belajar dan sekolah kursus. Malam hari dia akan berbincang dan menghabiskan waktu bersama dengan Ela dan juga Lily di rumah.
Saat usianya sudah memasuki dewasa, dia kuliah di sebuah universitas terbaik di kota Riga karena mendapatkan beasiswa, sedangkan Lily yang seharusnya masuk jenjang usia sekolah menengah pertama, hanya mengikuti kursus dan belajar mandiri di rumah karena permintaannya sendiri.
Hari berat pun tiba saat Hartono datang meminta kepada Briela untuk mengembalikan Lily. Dia ingin membawa Lily kembali ke negaranya dan mengajarkan tentang dunia perusahaan yang saat itu dirintisnya telah mengalami perkembangan pesat.
“Bukan aku yang memutuskannya tapi biarkan Lily sendiri yang memutuskannya, bersama dengan keputusan Xaviera,” jelas Briela.
Esok hari, di kedai Briela, mata Lily membulat sempurna. Pria yang dipanggilnya ‘papa’ kini berada di hadapannya, dengan penuh haru mereka berpelukan erat dan saling berbincang. Lily terlihat beberapa kali mengangguk paham di hadapan ayahnya itu.
“Pah, Lily akan mengikuti apa yang Papa inginkan, jika kak Xaviera setuju, bagimana?” tanya Lily.
Hartono mengusap pucuk kepala anaknya itu, dia menunggu Lily di kedai jika semuanya setuju, Hartono akan kembali menjemput Lily tiga hari lagi. Lily setuju.
Di rumah sederhana, Lily berusaha memikirkan beberapa alasan untuk membuat Xaviera menerima keputusannya. Briela pun menyerahkan sepenuhnya kepada Lily.
“Ma, apa Lily boleh bertanya sesuatu?” tanya Lily dengan duduk di hadapan Briela, saat mereka menunggu kepulangan Xaviera.
“Boleh,” ucap Briela anggun.
“Ma… sebenarnya identitas mama yang sebenarnya siapa?”
Mendengar pertanyaan itu, Briela tersenyum. Dia meneguk teh hangat yang berada di tangannya itu. Dia meminta Lily bersabar, suatu hari nanti dia akan tahu sendiri, atau mungkin saja jika dia berhasil membujuk ayahnya untuk berbincang mengenai dirinya. Lily akan tahu saat itu juga.
“Hmm, papa pun bukan orang yang mudah berbincang tentang rahasia,” gumam Lily.
Tiba-tiba teriakan ceria dan nyaring kini menggema di depan halaman rumah mereka. Briela tersenyum dan menyambut putri tercintanya itu. Dia memeluknya dengan hangat dan menanyakan tentang kabar dan hari-harinya.
“Duduk dulu,” ucap Briela.
“Iya Ma.”
“Lily, kenapa kau diam saja, tidak seperti biasanya. Ada masalah? Cerita sama kakak, ada yang menindasmu di kedai mama ya?” ucap Xaviera dengan melirik ibunya mengedipkan mata.
“Siapa yang berani menindasnya di kedai mama, itu tidak mungkin,” ucap Briela, berusaha menetralkan suasana.
Lily berusaha berpikir untuk mencari kalimat yang tepat agar Xaviera tidak sedih saat mendengar ucapan Lily. Matanya melirik ke arahan Briela dan mendapatkan syarat untuk dia mengatakan apa yang membuatnya resah.
“Kakak, aku ingin mengikuti turnamen game,” ucap Lily mulai gugup.
“Itu bagus, apa masalahnya?”
“Turnamennya di luar negeri dan….”
“Wah, luar biasa. Kau memang tidak bisa disepelekan, kau memiliki niat ikut kompetisi di negara lain,” jelas Xaviera masih tersenyum.
Lily memegang tangan Xaviera. Dia menjelaskan jika dua hari lagi dia akan berangkat dan mungkin saja dia tidak akan kembali lagi ke negaranya dalam beberapa tahun, Xaviera terdiam dan meminta Lily mengulang kalimatnya kembali.
“Kakak, cita-cita Lily, sangat ingin menjadi gamers di masa depan, ingin mengembangkan beberapa permainan dan aku bisa melakukan itu di negara itu. Alasan lainnya, aku ingin mencari kerabat yang tersisa,” jelas Lily.
Xaviera memeluk Lily. Dia mengangguk dan memberikan izin. Dengan syarat Lily harus sering memberinya informasi kapan pun dan di mana pun tentang dirinya, jika dia kesusahan Xaviera berjanji akan berkunjung segera.
Lily mengangguk.
“Bagaimana kalau aku menemanimu?” ucap Xaviera.
“Tidak kakak, karir kakak sudah akan dimulai. Tidak akan lama lagi, kakak menyelesaikan kuliah kakak dan setelah itu kakak bisa mulai semuanya, aku yakin kakak akan sukses di masa depan,” jelas Lily.
Xaviera hanya terdiam melihat keyakinan penuh di mata Lily. Wanita remaja seperti dirinya sangat terlihat teguh dan kuat. Dia pun mengangguk dan tersenyum.
Briela berjanji akan menyiapkan semua keperluan Lily untuk keberangkatannya. Lily awalnya menolak, tapi Xaviera memaksa Lily menerima kebaikan Briela.
“Mama memiliki banyak tabungan, kau tenang saja,” ucap Xaviera yang mulai bercanda.
“Aku sudah meliha tabungan mama, itu cukup untuk dipakai liburan dan juga berfoya-foya sementara waktu,” bisik Xaviera kembali.
Mereka berdua tertawa membuat Briela menggelengkan kepalanya.
"Kau akan selamanya menjadi adikku," ucap Xaviera dengan memeluk Lily.
"Kakak, aku pasti akan kembali di hari pernikahan kakak," timpal Lily.
Xaviera hanya mengangguk.
Beberapa hari kemudian, Xaviera dan Lily saling berpelukan kembali di bandara dan mereka saling melepaskan saat Lily sudah tidak sanggup lagi menahan tangisnya. Tidak jauh dari mereka ada Hartono yang berdiri menunggu Lily memasuki bandara.
Lambaian tangan Lily dan Xaviera sebagai petanda perpisahan mereka. Sepuluh tahun bersama, sudah seharusnya mereka merasakan ikatan batin layaknya saudara sedarah.
“Ma, apakah Lily bisa sendiri?”
“Kau tenang saja, dia pasti bisa. Saat ini sangat canggih dan negara yang dia kunjungi adalah negara yang aman, kita bisa bertemu dengannya lagi, kau harus percaya itu,” jelas Briela mengusap kepala Xaviera.
Mereka berdua akhirnya kembali ke rumah.
...----------------...
Di tempat lain, sepanjang perjalanan bersama dengan Hartono, Lily lebih banyak terdiam. Dia masih merindukan suasana rumah dan Xaviera di dalam hatinya. Dia benar-benar mendapatkan kehangatan keluarga bersama mereka.
Hartono yang melihat putrinya lebih banyak terdiam, sangat paham jika tidak mudah memulai rutinitas yang baru dan bertemu dengan lingkungan dan orang-orang yang baru, tapi keadaan harus memaksanya membawa Lily, karena dia adalah harapan Hartono satu-satunya.