Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Abdul
"Pak, kita putar balik sebentar." menepuk pundak tukang ojek.
"Kenapa Neng?" tanya tukang ojek tersebut.
"Itu tadi ada mobil suami saya Pak."
Laki-laki memakai rompi tersebut menurut, ia segera memutar arah menuju kompleks perumahan mewah tersebut.
"Lho, kamu nggak jadi pulang?" Rara menatap bingung adiknya yang baru saja turun dari sepeda motor.
Atun tak menyahut, ia melihat kesana kemari mencari mobil Abdul.
"Heh!" Bentak Rara, kesal adiknya tidak mendengarkan pertanyaannya.
"Iya Mbak?" Atun tetap saja menoleh kesana-kemari.
"Kamu itu nyariin siapa? Dari tadi di tanyain malah enggak ndengar!" marah Rara, menyadarkan Atun.
"Aku cari suamiku Mbak, tadi itu mobilnya mas Abdul masuk ke komplek sini pas aku mau pulang naik ojek." jelasnya, ia menunjuk laki-laki tukang ojek itu masih setia menunggu sesuai permintaan Atun padanya.
"Abdul?" tanya Rara, wanita yang tampak segar wangi sehabis mandi itu ikut celingukan mencari keberadaan adik iparnya.
"Kalau enggak ke sini terus kemana? Masak iya nyasar?" gumam Atun, ia sedikit melongo ke keluar, memanjangkan lehernya agar menjangkau pemandangan lebih jauh. Mungkin saja di rumah yang lain pikirnya.
"Emangnya kamu kasih tahu Abdul, kalau kamu sedang berada di sini?" tanya Rara kepada adiknya itu, ia tak yakin jika Abdul datang ke sana, sedangkan mobilnya saja Rara tidak melihatnya.
Atun tampak bengong, ia mengingat sebelum pergi tadi malam. Ia hanya memberi tahu jika Atun akan ke rumah emaknya.
"Abdul tidak tahu rumahku lho!" sambung Rara lagi."
Atun mendesah berat, bagaimana Abdul bisa menyusul kalau Abdul sendiri tidak tahu rumah Rara ada dimana. Atun jadi bingung memikirkan kemanakah suaminya itu pergi.
"Ada apa Sayang?"
Bima keluar dengan pakaian sudah rapi. Sepertinya pria plontos itu akan berangkat bekerja. Ya, pria ikan lele itu memiliki beberapa toko elektronik di pusat kota.
"Itu, Atun nyariin suaminya. Katanya mobil Abdul masuk ke komplek sini. Tapi sampai sekarang dianya tidak ada." jelas Rara seraya mengangkat bahunya.
"Lagi ke rumah orang mungkin, ada keperluan." sahut Bima, matanya melirik Atun beberapa kali.
"Iya, tapi orang siapa?" sahut Rara lagi.
"Aku tidak tahu." jawab Bima mulai membuka pintu mobilnya., ia tak suka Rara terlalu peduli dengan Abdul, Sang adik ipar sekaligus musuhnya. Tentu dia masih ingat bogem milik Abdul yang menyentuh mesra wajahnya kala itu.
Namun sejenak kemudian pria itu kembali berbalik menatap Atun yang berdiri bingung.
"Atau sedang bermain judi?" ucap Bima seraya tersenyum tipis, lebih tepatnya tersenyum sinis kepada Atun.
Rara menoleh adiknya, memandangi wajah polos Atun lebih lama.
"Mau lanjut atau di sini saja Mbak?" tanya tukang ojek itu membuyarkan pikiran kedua beradik itu.
"Eh, iya pak. Kita pulang saja." jawab Atun, kembali memasang helm yang sejak tadi di pegangnya.
Tanpa berpamitan kembali Atun berlalu meninggalkan Rara yang masih diam mematung menatap kepergian Atun dan suaminya beriringan.
"Apa jangan-jangan yang dikatakan Mas Bima itu benar?" Lagipula sudah lama sekali aku dan mas Abdul tidak membahas uang yang disimpan mas Abdul itu." Atun terus bergumam dan berpikir. Hatinya mendadak galau setelah melihat mobil suaminya, tapi tidak menemukan keberadaannya di komplek tersebut.
"Masak iya harus mengelilingi seluruh komplek untuk menemukan Mas Abdul?" berkali-kali ia membuang nafas kasar di tengah perjalanan menuju pulang.
"Belok kemana ini Mbak?" tanya tukang ojek itu bingung ketika sudah berada di pertigaan.
"Ke kiri Pak." tunjuk Atun, hingga motor yang mereka tumpangi tiba di depan rumah Atun.
"Terimakasih." ucap Atun lemas. Hilang semangatnya, ditambah lagi melihat pintu rumah Abdul masih terkunci rapat seperti saat ia pergi tadi malam.
"Kemana ya Mas Abdul?" ucapnya sendiri, ia duduk di kursi kayu sambil menekan ponsel yang sejak tadi di pegangnya. Beberapa kali menghubungi tetap saja berakhir tulalit.
Sementara itu di rumah Rara. Perempuan yang berpenampilan cantik dan modis itu sedang melihat keadaan emaknya yang tertidur pulas, tentu saja obat dari dokter tersebut membuat emak bisa beristirahat meskipun ketika obatnya habis ia akan kembali kesakitan.
"Kayaknya aman kalau ku tinggal sebentar." gumamnya menutup kembali pintu kamar emak.
Rara mengeluarkan sepeda motor matic baru miliknya, ia akan berkeliling komplek untuk memastikan sesuatu.
Gang demi gang ia telusuri perlahan, ia tidak akan melewatkan satu rumah sekalipun, ia harus tahu dimanakah keberadaan adik iparnya yang ganteng itu berada.
"Kemana ya si Abdul? Masak Udah hampir semua gang aku lewati tapi enggak ketemu juga?" gumamnya. Ia terus melaju perlahan, memilih arah memutar menuju rumahnya.
"Udah satu jam lebih ini, emak pasti sudah bangun." gumamnya lagi, ia merasa kesal karena tidak bisa menemukan Abdul. Benci sekali harus membuang waktu tapi tidak mendapatkan sesuatu.
"Mbak, Emak sudah bangun." lapor sekuriti yang berjaga di depan rumah Rara melaporkan.
"Iya." Sahut Rara, meninggalkan sepeda motornya di halaman lalu masuk ke dalam rumah terburu-buru.
Benar saja, Emak Rodiah sedang duduk di lantai dengan memegangi pipinya yang masih bengkak. Perempuan itu juga menghambur tissue bekas mengelap air matanya.
"Emak, ngapain duduk di lantai? Berantakan lagi!" kesal Rara pula. Sudah lelah, emaknya malah membuat ulah.
"Sakit! Kamu malah pergi meninggalkan emak." ucap emak Rodiah sambil terus menangis, mengelap ingusnya dan membuang tissue lagi ke arah Rara.
"Iiiiyyuh...!!" Rara bergidik dengan kelakuan emaknya. "Bisa tidak Mak, jangan seperti anak kecil!"
"Halah, kau juga dulu seperti itu sama emak!" jawab Emak Rodiah kesal.
"Tapi enggak seperti ini juga! Rara jijik tahu Mak!" Rara benar-benar sedang diuji kesabarannya.
Emak Rodiah malah menangis lagi, membuat Rara semakin geregetan. "Dah lah Mak, Rara capek." Rara beranjak dari duduknya, ia membiarkan emaknya duduk di lantai tanpa membujuknya lagi.
"Capek-capek ngapain Ra? Perasaan kamu enggak ngapa-ngapain!" kesal Emak Rodiah, ia beranjak sendiri dari duduknya, meringis menatap Rara yang duduk menyandar di kursi bagus miliknya.
"Rara habis nyariin Abdul!" jawabnya malas.
"Abdul?" gumam emak, masih dapat di dengar Rara.
"Iya! Atun bilang Abdul ke komplek sini, tapi gak ada datang kemari. Bingung kan, si Abdul kemana coba?" ucap Rara, lalu memijat keningnya.
"Tanya satpam mu, dia kan orang sini." sahut Emak Rodiah, ia berlalu ke kamar untuk melanjutkan ringisan memilukan, ia sangat bersedih atas kesakitan pada giginya. Juga sangat tersiksa atas tumbuhnya bisul yang semakin besar merona membuat emak selalu ingin meronta.
Tak membuang waktu, Rara menanyakan sesuatu yang penting kepada satpamnya.
Dia ingat tadi pagi Bima mengatakan sesuatu kepada Atun. Rara curiga jika Abdul kembali bermain judi seperti dugaan suaminya.
"Pak, kalau tempat biasa anak muda nongkrong atau bermain judi, dimana?" Tanya Rara tanpa basa-basi kepada pria tiga puluh lima tahunan itu.
Pria itu bingung, menatap wajah majikannya dengan penuh tanya.
ben kapokn
uhuuuuiii aji jgn jadi biawak sungai yahhhhhh