Kehidupan Alexa dibuat berubah sejak kedatangan lelaki yang berhasil membuat setetes air matanya jatuh dipertemuan pertama mereka. Dalam kekosongan hidupnya, Alexa menemukan Elio lelaki yang mengubah segalanya. Bersama Elio, ia merasakan kebebasan dan kenyamanan yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Meskipun banyak yang memperingatkannya tentang sisi gelap Elio, hatinya menolak untuk percaya. Namun, ketika sebuah peristiwa mengguncang dunia mereka, keraguan mulai merayap masuk, memaksa Alexa untuk mempertanyakan pilihannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhea Annisa Putri Sofiyan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enchantment
Malam itu cerah, angin semilir membawa aroma makanan yang bercampur dengan wangi kembang gula dan jagung bakar. Lampu-lampu warna-warni menggantung di sepanjang jalan, menciptakan suasana magis yang menerangi keramaian pasar malam. Suara derai tawa anak-anak bercampur dengan denting musik dari komidi putar, sementara pengunjung berlalu-lalang dengan semangat. Elio tidak langsung mengajak Alexa pulang kerumahnya, akan tetapi Ia membawa Alexa ke pasar malam.
Alexa merapatkan jaketnya, mencoba menepis dingin malam yang pelan-pelan menyusup ke kulitnya. Di sebelahnya, Elio berjalan dengan santai, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, wajahnya sedikit tertunduk sambil sesekali mencuri pandang ke arah Alexa.
Elio mengulurkan telapak tangannya didepan Alexa, seolah menita Alexa untuk membalas uluran tangannya.
"Kenapa?" tanya Alexa dengan tatapan polos.
"Dingin" Elio berinisiatif menggenggam lengan Alexa dan memasukan genggaman tangan Mereka pada saku hoodie miliknya.
Elio menyadari pandangan Alexa yang sedari tadi tertuju pada stan penjual permen kapas, Elio membawa langkah Mereka menghampiri stan tersebut.
"Pa gulalinya satu"
"Boleh, mau dibentuk apa?" tanya Penjual permen kapas.
"Bentuk apa?" tanya Elio pada Alexa.
"Psst.. Kak gabawa uang cash" bisik Alexa dengan berjinjit ditelinga Elio.
"Tenang aja Gue yang traktir" Elio ikut berbisik dikuping Alexa.
"Satu Pa bentuk minion bisa?"
"Boleh neng, mohon ditunggu ya"
"Nih neng pesanannya" sang penjual memberikan Alexa permen kapas berbentuk karakter kuning tersebut.
Alexa dan Elio duduk disalah satu bangku besi yang ada disana.
"Kak El mau" Alexa menawarkan Elio yang sedari tadi hanya diam memerhatikannya makan.
"Boleh"
Elio menerima tawaran Alexa, Ia memakan langsung permen kapas dihadapannya, berhasil membuat Alexa terkejut karena wajah Mereka yang berdekatan terhalang permen kapas.
Mereka berhenti di depan gerai permainan, tempat orang-orang mencoba menembak botol untuk memenangkan boneka. Elio mengeluarkan selembar uang dan menyerahkannya pada penjaga.
"Gue mau coba, Lo mau yang mana?"
"Dih.. kaya bisa menang aja" sindir Alexa mengejek Elio.
Elio mendelik tak terima "yeeuu bocil.. buruan pilih" titah Elio.
Alexa menunjuk boneka minion Kevin yang tergantung di ujung paling tinggi, “Yang itu.”
Elio menghela napas panjang, seolah-olah menyiapkan diri untuk tantangan. Ia mengambil senapan mainan itu dan mulai menembak. Alexa menatapnya dengan penuh harap, meskipun dalam hati ia tak terlalu yakin Elio bisa berhasil. Tepat di tembakan ketiga, satu botol jatuh, diikuti oleh dua botol lainnya. Penjaga menyerahkan boneka itu kepada Elio, yang dengan bangga memberikannya kepada Alexa.
"Wah.. keren Lo Kak" mulut Alexa terbuka lebar menganga seolah hampir tak percaya, Alexa berjingkrak senang diatas tanah dengan seekali bertepuk tangan, Ia menerima boneka itu dengan senyum lebar, matanya berkilau cerah.
Alexa dan Elio berjalan menuju area permainan bumper car. Suara mesin berdengung dan derai tawa pengunjung yang bermain menambah semarak suasana. Mobil-mobil kecil berwarna cerah itu meluncur kesana-kemari, saling menabrak satu sama lain. Alexa tersenyum lebar, kali ini tampak jauh lebih antusias.
“Wiihh.. pasti seru” ujar Alexa sambil menarik tangan Elio menuju antrean.
Elio mengangkat alis, menatap Alexa dengan senyum menggoda. “Lo yakin bisa menang lawan Gue?”
Alexa melipat tangan di dada, menantang balik. “Wuuu.. Kak El nantangin Gue nih ceritanya”
Setelah mereka mendapat giliran, Alexa dan Elio masuk ke mobil masing-masing. Alexa memilih mobil berwarna merah cerah, sementara Elio duduk di mobil biru. Begitu mereka memasang sabuk pengaman, suara peluit tanda permainan dimulai pun terdengar. Alexa langsung menginjak pedal gas, melesat cepat, siap mencari sasaran utamanya Elio.
Elio mengemudi dengan lebih tenang, tetapi tatapan matanya fokus pada Alexa, melihat setiap gerakannya. Ketika ia melihat Alexa mendekat dengan cepat, Elio tersenyum tipis dan segera menghindar, membuat Alexa hampir kehilangan keseimbangan dan menabrak mobil pengunjung lain.
“Iiihh..Kak El awass loh!” seru Alexa, tertawa kesal.
Elio hanya tertawa, lalu memutar mobilnya untuk menyerang balik. Alexa berusaha kabur, tapi Elio dengan cepat menabrakkan mobilnya tepat ke sisi mobil Alexa. Dentuman kecil terjadi, membuat Alexa sedikit terlempar ke sisi kursinya.
“Aduh!” keluh Alexa, tetapi tawanya tidak bisa disembunyikan. Ia langsung berputar balik, mencoba membalas serangan Elio.
Permainan terus berlanjut dengan tawa dan teriakan riang dari keduanya. Alexa beberapa kali berhasil menghindari tabrakan Elio, tetapi Elio juga beberapa kali menabrak mobilnya dengan cukup keras, membuat Alexa terpaksa berhenti sejenak untuk menyeimbangkan mobilnya. Di satu kesempatan, Elio melihat kesempatan untuk menabrak Alexa dengan keras, tetapi tepat sebelum ia melakukannya, Alexa berbalik cepat dan menabrak mobil Elio terlebih dulu.
“Kenaa!” Alexa bersorak kemenangan, sambil memandang Elio dengan senyum penuh kemenangan.
Elio terdiam sejenak, berpura-pura kesal. “Baru kena sekali”
Ketika waktu permainan hampir habis, mobil-mobil mereka melambat. Alexa memutar mobilnya ke arah Elio, mendekatinya perlahan dengan senyum lebar di wajahnya. “Kak El nggak secepat yang dikira,” godanya.
Sebelum Alexa sempat berkata lebih banyak, peluit panjang berbunyi, menandakan permainan selesai. Mereka berdua keluar dari mobil masing-masing, tertawa dan berusaha mengatur napas setelah kehebohan tadi.
mereka berdua melangkah menuju wahana lain kali ini, Alexa yang bersemangat. Di depan mereka, berdiri rumah hantu, dengan lampu merah redup yang menyinari pintu masuknya. Boneka tengkorak dan patung-patung seram menghiasi tempat itu, membuat pengunjung lain tampak ragu untuk masuk. Alexa tersenyum penuh tantangan sambil menatap Elio.
“Yakin Kak El berani?” tantang Alexa, walau sebenarnya ada rasa takut yang ia sembunyikan di balik senyumnya.
Elio tertawa kecil, “Lo serius awas jangan nangis ya.”
Alex mendengus, “Gaakan kasih aja Kak Elio kehantunya”
Elio hanya menggeleng sambil tersenyum, lalu mereka pun memasuki rumah hantu bersama. Begitu mereka melangkah masuk, suasana langsung berubah. Cahaya redup dan suara angin yang berdesir dari speaker di sudut-sudut ruangan menciptakan kesan mencekam. Dinding-dinding sempit berlapis kain kusut berwarna gelap. Patung-patung seram dengan tangan terjulur terlihat dari balik bayangan, seolah siap menyergap kapan saja.
Alexa langsung merapat ke sisi Elio. “Ternyata lebih serem dari yang dibayangin” gumamnya sambil menggenggam lengan Elio erat-erat. Elio tertawa pelan, menikmati bagaimana reaksi Alexa yang berubah dari berani menjadi was-was.
“Katanya berani?” Elio menggoda, meski ia sendiri mulai merasakan sedikit ketegangan saat sebuah suara mendadak muncul dari salah satu sudut gelap.
Tiba-tiba, patung pocong muncul dari balik tirai dengan suara keras, diikuti oleh lampu yang berkedip-kedip, membuat Alexa berteriak kecil dan langsung memeluk lengan Elio lebih erat. Ia menunduk sambil setengah tertawa, setengah gemetar.
“Hiihh ngagetin aja,” gumam Alexa, masih memegang lengan Elio seolah hidupnya bergantung pada Elio.
Elio menoleh padanya, tersenyum geli. “Kirain berani taunya penakut, mau keluar aja?”
Alexa menggeleng cepat. “Enggak, lanjutin aja Tapi… jangan jauh-jauh, ya,” tambahnya pelan, sedikit malu dengan ketergantungannya pada Elio.
Mereka melanjutkan langkah, melewati koridor yang semakin sempit. Di sudut lain, suara rantai yang bergemerincing membuat bulu kuduk Alexa meremang. Ia semakin menempel pada Elio, dan kali ini Elio membiarkan tangannya merangkul bahu Alexa, seolah melindunginya dari apa pun yang akan muncul. Meski gelap, Alexa bisa merasakan kehangatan didekat Elio, membuat jantungnya berdebar-debar, bukan karena rasa takut lagi, melainkan karena jarak yang berdekatan diantara keduanya.
Akhirnya, mereka sampai di ruangan terakhir, yang lebih terang dari sebelumnya. Di tengah ruangan itu, sebuah patung besar berbentuk kuntilanak berdiri, lengkap dengan senyum menyeramkan yang terpampang lebar di wajahnya. Alexa menatapnya dengan waspada, tapi tiba-tiba, patung itu bergerak, suaranya meledak keras, membuat Alexa berteriak lagi, kali ini langsung memeluk Elio sepenuhnya.
Elio tertawa sambil memeluknya balik, menepuk punggung Alexa untuk menenangkannya. “Santai, Al. Itu cuma boongan”
Alexa mendongak, wajahnya merah padam, tapi ia ikut tertawa sambil melepaskan pelukannya perlahan.
Alexa berjalan dibelakang punggung Elio, tiba-tiba Ia merasa pundaknya ditepuk, menoleh kebelakang berdiri sosok genderuwo, refleks Alexa membanting genderuwo itu kelantai, membuat sang genderuwo mengaduh kesakitan, dan Elio ikut membantu berdiri.
"Yaampun neng ga baca peraturannya tadi, ga boleh menyakiti hantu yang ada didalam"
"Aduh..maaf mas ga sengaja"
Ketika mereka keluar dari rumah hantu, Alexa menghela napas panjang, merasa lega akhirnya bisa melihat cahaya luar lagi. Dia menoleh ke Elio, wajahnya setengah malu tapi juga bahagia.
“Jadi, gimana tadi? Gue berani kan?” Alexa berusaha menjaga harga dirinya.
Elio tertawa kecil dan menggeleng. “Mungkin lebih tepatnya… Lo pemberani kalau ada Gue, ya?”
Alexa cemberut, lalu tertawa. “Mungkin.”