NovelToon NovelToon
Pengantin Untuk Calon RI 1

Pengantin Untuk Calon RI 1

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Sirchy_10

Seorang Duta Besar Republik Indonesia yang bertugas di Belanda, diperintahkan pulang oleh pimpinan Partai, untuk dicalonkan sebagai Presiden pada Pemilu 2023. Dialah Milano Arghani Baskara. Pria mapan berusia 35 tahun yang masih berstatus single. Guna mendongkrak elektabilitasnya dalam kampanye, Milano Arghani Baskara, atau yang lebih dikenal dengan nama Arghani Baskara, diminta untuk segera menikah. Tidak sedang menjalin hubungan dengan wanita manapun, Argha terpaksa menerima Perjodohan yang diatur oleh orang tuanya. Dialah Nathya Putri Adiwilaga. Wanita muda berumur 23 tahun. Begitu Energik, Mandiri dan juga Pekerja keras. Nathya yang saat ini Bekerja di sebuah Hotel, memiliki mimpi besar. Yaitu melanjutkan pendidikan S2 nya di Belanda.

Akankah cinta beda usia dan latar belakang ini bersemi?
Mampukah Nathya menaikkan elektabilitas suaminya dalam berkampanye??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sirchy_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26

Sesuai ucapan Nathya beberapa waktu yang lalu, yang mengatakan ingin menemani Argha berkampanye. Dan tibalah harinya dimana Nathya ikut dalam rombongan Timses Argha menuju Kota Lampung untuk memulai perjalanan kampanye pertamanya.

Hujan deras pun turut menemani perjalanan mereka semenjak turun dari pesawat hingga detik perjalanan ini. Nathya pun di suguhkan satu cup coklat hangat selama perjalanan, disaat Laki- laki yang kini sudah berstatus sebagai suaminya tengah serius menatap layar pipih di tangannya. Tengah berdiskusi dengan ketua Timses— pak Ben— yang akan mendampinginya saat berada di Lampung, guna membahas persiapan Orasi dan tempat- tempat spesifik mana sajakah yang akan menjadi tempat kunjungan mereka.

Sebetulnya Nathya merasa bangga pada sosok suaminya ini. Akan tetapi, situasi lah yang membuat Nathya tidak juga ikhlas menerima statusnya, sehingga kata cerai pernah tercetus didalam pikirannya. Membuat Bunda Seruni Naik pitam, kala Nathya memberi tahu bundanya mengenai hal tersebut.

Padahal saat itu, Nathya hanya ingin mendengar pendapat bundanya. "Bagaimana jika" Namun yang terjadi adalah bundanya marah- marah hingga ingin mengeluarkan dirinya dari Kartu Keluarga. Tampa bundanya sadari Nathya memang sudah keluar dari Kartu Keluarga sejak satu bulan yang lalu.

Mengingat kemarahan sang Bunda dan juga denda yang akan ia bayar ketika menyalahi kontrak, Nathya pun mengurungkan niatnya. Sehingga memaksa diri untuk tetap bertahan di sisi Argha.

Saat ini, rombongan Argha sudah sampai di hotel. Mereka pun beristirahat sejenak sebelum 1 jam lagi melanjutkan perjalanan ke tempat yang pertama. Melihat Nathya tampak lesu semenjak keberangkatan dari Jakarta tadi pagi- pagi sekali hingga sampai detik ini membuat Argha khawatir.

"Thya kamu yakin, tetap mau ikut saya ke lokasi pertama? Kalau kamu mau istirahat saja di hotel, gak apa- apa kok saya gak keberatan gak ditemani kamu."

"Saya oke kok pak. Lagian saya kan harus mulai menjalankan poin- poin yang ada di kontrak," balas Nathya datar.

Selain lelah secara fisik dan mental, mood Nathya rusak gara- gara kamar yang ia tempati sekarang, tidak memiliki sofa panjang. Kalau seperti ini, dimana ia akan tidur malam nanti? Masa harus tidur satu ranjang sama Argha? Kalau mereka khilaf bagaimana?

"Pak, hotelnya jeleknya ya?" sambung Nathya yang tiba- tiba keluar dari konteks pembicaraan.

"Kamu gak suka sama kamarnya? Padahal di daerah sini, hotel ini sudah yang paling bagus loh. Atau mau pindah aja?"

"Iya gak suka. Gak ada sofa panjangnya. Nanti saya tidur dimana, kalau gak ada sofanya? Masa tidur di lantai. Atau, bisa pesan kamar satu lagi gak pak?" tanya Nathya sarat kecemasan.

Melihat ekpresi Nathya yang cemas seperti itu, membuat Argha ingin tertawa lepas. Namun berusaha menahan dan menelan kembali tawanya. Karena, Argha sendiri yang meminta pada Boni untuk memesan kamar suite namin tampa sofa panjang. Kalau perlu hanya ada dua sofa bulat dan satu ranjang. Buat apa ia harus berpikir lagi mencari solusi?

"Siapa yang suruh kamu tidur dilantai? Ranjang ini kan luas," jawab Argha hanya menjawab satu pertanyaan dari bertubi- tubu pertanyaan Nathya.

"Terus pak Argha?"

"Tidur di ranjang juga lah. Yakali saya tidur di lantai."

...-----------------------...

Kini ada istilah baru dalam menggambarkan pernikahan Nathya dan Argha. Nathya bukan hanya menikahi masalah, namun juga menikahi perasaan emosional.

Siang tadi, mereka cukup ribut menentukan bagaimana mereka akan tidur satu ranjang. Akhirnya Nathya meminta beberapa bantal tambahan pada petugas hotel, sebagai material pembangunan benteng di tengah- tengah ranjang.

Dan masalah ranjang pun terselesaikan. Namun kini ada hal yang membuat Nathya merasa sedih. Sebenarnya ini bukanlah masalah Nathya melainkan Argha. Ya walaupun ada kaitannya juga dengan diri Nathya. Tapi sedikit.🤌

Gedung kecamatan yang berkapasitas 300 orang itu seharusnya riuh dipenuhi orang- orang yang bersemangat karena sedang diadakan sebuah acara penting. Apalagi ada acara hiburan yang menarik tampa dipungut biaya alias gratis. Namun kenyataannya suasana gedung itu begitu hening.

Nathya melihat bagaimana kursi- kursi yang dihias sedemikian rupa itu masih banyak yang kosong. Mungkin hanya terisi oleh 50 orang saja, itupun banyak di dominasi oleh anak- anak yang belum memiliki KTP, alias bocil- bocil kematian. Hal itu cukup membuat Nathya sedih, karena sesuai dengan prediksi kolega Argha sebelumnya, bahwasanya kampanye di Lampung tidak akan mendatangkan keuntungan.

"Terima kasih untuk bapak- bapak dan ibuk- ibuk yang telah berkenan hadir di acara—" Argha tetap memberi sambutan dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya. "Sesuai dengan misi saya sebagai—" Nathya yang berdiri di samping suaminya malah yang merasa tersayat hatinya sekaligus kagum. Suaminya ini dengan senang hati masih melanjutkan acara meski target kehadiran masyarakat tidak sesuai dengan harapan.

Nathya akhirnya menyadari, Argha benar- benar tertinggal dari segi elektabilitas dan popularitas dari lawan politiknya. Hal ini membuat Nathya termotivasi untuk membantu menaikan elektabilitas sang suami, sesuai dengan poin terpenting di dalam kontrak.

Setelah orasinya selesai, Argha dan timsesnya berlalu ke restoran guna mengisi perut. Saat ini, mereka sedang berada di sebuah warung tenda yang cukup terkenal di daerah tersebut.

"Mas Argha, may makan ayam bakar gak?"

Nathya mendadak berinisiatif menanyakan menu makan malam yang Argha inginkan. Membuat alis seksi si dominan bertaut heran. Apa istri nya ini sedang kerasukan? Tumben sekali, pikirnya.

"Mau iga bakar aja," jawab Argha singkat.

Nathya langsung mendekati Boni untuk memesan makanan yang diinginkan suaminya yang baru saja mengalami kejadian yang cukup menyedihkan itu.

Boni pun turut heran sama seperti Argha. Tidak biasanya nyonya muda Baskara ini terlihat peduli, bahkan biasanya enggan untuk ikut campur mengenai hal yang menyangkut Argha.

Nathya betulan berubah menjadi pasangan yang perhatian. Bahkan terlihat membantu Argha memotongkan iga bakarnya sembari mengelap alat makan untuk Argha. Nathya yang tidak pernah melakukan hal demikian selama sebulan tujuh hari pernikahan, jelas menimbulkan pertanyaan dalam benak Argha.

"Ini mas, iga bakarnya. udah aku pisahin tulangnya. Makan yang banyak."

"Makasih ya, sayang," balas Argha tersenyum tipis merasa senang.

Kemesraan kecil mereka yang seperti itu, mendapatkan banyak tatapan dari para kolega yang ada disana.

Selesai dengan urusan perut dan sedikit briefing, Argha, Nathya dan semua timses kembali ke kamar masing- masing.

Seperti biasa, Nathya kembali membantu Argha melepaskan dasi yang mengikat lehernya. Bibir yang muda tidak berhenti bertanya atau sekedar bergumam mengenai kegiatan Argha esok hari. Seolah- olah Nathya sangat tertarik mengetahui bagaimana perasaan suaminya itu.

"Besok pagi ada jadwal blusukan ke pasar. Sorenya ada kunjungan ke kebun kakao," jawab Argha.

Sebetulnya Nathya sudah mengetahui jadwal tersebut dari pak Ben. Hanya saja Nathya ingin mendengar suara Argha. Entah kenapa ia masih belum bisa move on dan masih merasa kasihan pada yang terhormat pak Argha, akibat kampanye yang menyedihkan tadi sore.

"Oke deh pak. Berati saya harus bawa GPU kalau gitu."

Argha yang sudah melepas kemejanya langsung mengalihkan atensi pada Nathya. Si daun muda berwajah cantik jelita itu mulai membongkar kopernya, guna mencari benda yang disebut GPU itu.

Argha sama sekali tidak punya bayangan benda apa yang di cari pasangan sahnya ini. "Cari apa sih, Thy?.

Nathya tidak menjawab tanya nya Argha. Ia fokus mencari keberadaan GPU tersebut sehingga menggeluarkan barang- barangnya dari dalam koper.

"Besok pasti ada kegiatan macul. Kita perlu minyak urut biar gak keterusan pegelnya."

"Argha tidak mampu menahan tawanya setelah mendengar pernyataan Nathya yang polos itu.

Jadi GPU itu merek minyak urut? pikir Argha. Kenapa Nathya sampai kepikiran membawa benda semacam itu ya? pikir Argha lagi.

Padahal, jika mereka merasa pegal- pegal bisa langsung memesan spa dihotel. Lagipula tidak ada kegiatan mencangkul seperti yang dipikirkan Nathya. Argha hanya akan melakukan kunjungan biasa guna mencari tahu bagaimana kesejahteraan petani kakao disana.

Atau mungkin, Nathya bermaksud untuk memijat tubuh Argha setelahnya lanjut bercocok tanam di dalam kamar?

"Ya, saya gak bawa. Bawanya malah minyak zaitun pak," gumam Nathya menyayangkan karena sudah salah membawa minyak.

"Pakai itu aja Thya, gak papa," ucap Argha setelah puas tertawa tampa suara.

"Gak bisa pakai ini pak. Ini bukan minyak urut. Mana bisa ngilangin pegel. Besok mampir Indimaret ya pak, atau minya tolong Boni buat beliin."

"Tapi saya pegelnya sekarang, Thya. Pijit pake itu aja deh," ucap Argha lagi mencoba peruntungan. Modus untuk kesekian kali, meski ia tahu jawaban apa yang akan ia dengar dari Nathya. Tapi tidak ada salahnya mencoba kan.

"Ya udah deh. Baring di ranjang."

Sekarang giliran Argha yang terkejut mendengar jawaban Nathya yang langsung setuju tampa pikir panjang. Fixed sih ini, Nathya betulan kerasukan, pikir Argha.

...---------------------...

Dibawah lampu remang- remang dan dibatasi benteng bantal, Argha dan Nathya terlihat belum bisa memejamkan mata masing- masing.

"Thy, kamu beda ya hari ini?" tanya Argha

Nathya tidak ingin menanggapi. Masih merasa kesal atas godaan Argha sebelumnya. Laki- laki dominan itu bukannya meminta Nathya memijat bagian kaki, tangan punggung, kepala atau pundak, namun malah dibagian tubuh yang lebih intim. Jelas Nathya menolak keras. Lalu menyarankan Argha untuk memesan pijat plus- plus saja. Karena Nathya tidak berkenan sampai ke tahap itu.

Tidak sampai di situ, yang membuat Nathya mati kesal selanjutnya adalah, saat Argha meminta Nathya mengambilkan handuk yang sengaja ia tinggalkan di atas di ranjang. Laki- laki dominan itu malah berniat menarik Nathya masuk ke dalam kamar mandi. Membuat Nathua berteriak seraya memanggil bundanya.

"Beda gimana maksud bapak," jawab Nathya pada akhirnya. Ia menganggap godaan Argba tadi sebagai hiburan atas kekecewaan yang dirasakan pria dominannya itu.

"Lebih perhatian. Kamu kepikiran masalah di gedung kecamatan tadi ya?" tanya Argha. Hal itu biasa, Thy. Bukan hanya saya saja yang begitu. Mungkin dari pihak lawan juga mengalami hal serupa. Itu risiko yang pasti di alami setiap politikus yang berkampanye di tempat yang bukan basis suara mereka," ucap Argha menjelaskan. Pandangannya yang semula menatap lurus ke langit- langit kamar hotel, kini menoleh ke arah Nathya. Meski yang bersangkutan memunggunginya sedari tadi.

"Saya tahu hal ini akan saya dapatkan. Fokus kita bukan hanya tentang pemungutan suara, tapi juga mengetahui kesusahan mereka."

Nathya yang sebelumnya dalam posisi tiduran membelakangi Argha, kini memilih bangkit lalu menyandarkan punggungnya ada kepala ranjang. Diikuti oleh Argha melakukan hal yang sama. Keduanya kini sedang dalam perasaan emosional yang sukit untuk diungkapkan.

"Hal yang saya lakukan hari ini bukan karena obsesi untuk menjadi penguasa, namun agar mata saya lebih terbuka dan mengetahui situasi nyata negara ini bagaimana. Makanya dari awal saya sudab memperingati kamu, bahwa ini gak akan mudah."

Nathya memandang Argha dengan tatapan kagum, berjuta kali lebih kagum dari sebelumnya. Apakah tuhan menakdirkan mereka menikah agar pikiran Nathya lebih terbuka mengenai politik? Tidak semua penjabat itu kotor dan haus kekuasaan. Nathya langsung ditunjukkan pada kenyataan dan menjadi saksi bagaimana seseorang yang memiliki keinginan murni untuk menjadi RI 1, yang berfokus untuk mengetahui kesusahan rakyat. Bukan sekedar pemegang tombak kekuasaan dimana segala isu negara, menunggu keputusan darinya atau menggunakan autorisasujya untuk mengeruk kekayaan Indonesia untuk pribadi.

Argha tidak seperti itu. Ia berbeda dari yang Nathya bayangkan. bahkan Argha tidak keberatan dengan respon penolakan seperti tadi. Argha seperti memberi tamparan keras untuk Nathya bahwa politik tidak selalu kotor.

"Mas," bisik Nathya lirih. Bibirnya tampa sadar menyebut panggilan haram itu, jika sedang berdua.

"Mmm," balas Argha dengan intonasi yang tak kalah lembut.

"Why?" tanya Nathya penasaran dengan jawaban Argha selanjutnya.

"Kita gak akan tahu, siapa nantinya yang akan menjadi RI 1, apakah saya atau pak Aryo. Kalau nantinya saya yang terpilih, tentu hal ini akan sulit bagi saya setelah menjabat. Kunjungan saya pasti akan terjadwal dengan pasukan pengaman kelas wahid."

Nathya tampak berpikir, karena tak memahami mengapa kunjungan akan semakin sulit ketika Argha menjabat sebagai presiden? Bukannya kunjungan akan semakin gampang?

Nathya pun memberi atensi sepenuhnya pada Argha. Siap mendengar kelanjutan penjelasan. Melihat fokus Nathya hanya tertuju padanya, membuat Argha dengan yakin dan berani menggenggam tangan yang lebih muda, untuk memberi keyakinan emosional pada Nathya

"Pemda akan memaksa rakyat menampilkan sisi terbaik mereka. Padahal semua itu hanyalah citra. Oleh sebab itu saya memanfaatkan waktu kampanye ini untuk mengetahui semua masalah yang tidak mampu mereka sampaikan pada pemimpin daerah. Sehingga apabila saya menjadi RI 1, bantuan akan semakin tepat sasaran dan saya bisa memberi kesejahteraan bagi mereka."

1
sarytaa
seneng yaa,
dr kmren bolak balik nunggu up.

hah.. bru skrang

brasa cepat banget deh bacanyA..
Ririn Susanti
rekomen banget cerita nya, pemilihan katanya, enak banget dibaca
Anonymous
alur nya gak pasaran
sarytaa
sweet 😍😍😍
LV Edelweiss
Luar biasa
LV Edelweiss
Lumayan
LV Edelweiss
Sudah bisa ku bayang kan gmn kacau nya nathya 🤪
LV Edelweiss
ada bau2 promosi Partai di sini. kenapa gak Golkir aja dih thor... Atau Gilkor
Sirchy_10: gak kok kak. gak promosi partai. seriusan lupa plesetin yang satu ini
total 1 replies
sarytaa
up
sarytaa
hahahaha dikira mimpi ya tya?
srasa cepat banget bacanya, hehe.
Purnama Pasedu
thaya ngebleng
Purnama Pasedu
perjuangan istri
Purnama Pasedu: kembali kasih
Ayuni_ 93: makasih kk. 🤗
total 2 replies
Purnama Pasedu
anggap aj lagi ngedongeng y Nathya
sarytaa
suka dg ceritanya, wlaupun ada org bilang crita nya belibet,

cuma bgi aku up nya jngan lama² kaka, hehhehe
Sirchy_10: hehehe. maklumin kak, pemula. hrus bnyak blajar. trima ksh sudah setia membaca pengantin untuk calon RI 1🤗
total 1 replies
sarytaa
cepat bnget rasa nya wktu baca.
up lgi thor.
r
dr kmren nunggu nya
sarytaa
up lgi thor,
aku suka sma alur novelnya.
sarytaa
uo
sarytaa
aku mnunggu up slnjutnya, jngan lma² loh kk
sarytaa
yah habis lagi 😁😁😁
Sirchy_10: udh up kak.
total 1 replies
sarytaa
aku tunggu up slnjutnya thor!
seru ceritqnya, tau tau udh habis baca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!