Pada suatu masa dunia game menjadi rumah kedua bagi semua orang. Game bernama Another Life telah mengubah tatanan dunia menjadi di ambang kehancuran. Bidang perekonomian mengalami dampak terburuk. Banyak pabrik mengalami gulung tikar hingga membuat sembilan puluh persen produksi berbagai macam komoditas dunia berhenti.
Namun dibalik efek negatif tersebut, muncul banyak keluarga besar yang menjadi pondasi baru di tengah terpuruknya kehidupan. Mereka mengambil alih pabrik-pabrik dan memaksa roda perekonomian untuk kembali berputar.
Alex yang menjadi salah satu keturunan dari keluarga tersebut berniat untuk tidak mengikuti sepak terjang keluarganya yang telah banyak berperan penting dalam kehidupan di dunia Another Life. Alex ingin lepas dari nama besar keluarganya demi menikmati game dengan penuh kebebasan.
Namun kenyataan tidak seindah harapan. Kebebasan yang didambakan Alex ternyata membawa dirinya pada sebuah tanggung jawab besar yang dapat menentukan nasib seluruh isi planet.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putra Utra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jiwa Elemen
Karena tidak ingin hal tak terduga tiba-tiba kembali muncul seperti sebelumnya, Krou menutup ketujuh gerbang dunia elemen. Hanya dengan menjentikan jari, ketujuh pusaran asap hitan penghubung dua dunia itu seketika pecah. Letupannya terdengar menggema dengan penuh kenyaringan, menyerupai pecahan kaca.
"Kalian kembalilah!" kata Krou pada ketujuh jiwa elemennya.
Serentak ketujuh jiwa elemen Krou berubah menjadi kabut aura. Lalu berhamburan mendekati Krou dan masuk ke dalam tubuhnya.
"Sekarang aku akan mengajarimu bagaimana cara memanfaatkan jiwa elemen." Perhatian Krou tertuju pada Alex. "Namun sebelum memulainya, apa kau pernah melihat seseorang menggunakan sihir?"
"Ya."
"Kalau begitu apa yang membuatmu tahu jika itu adalah sihir?"
"Adanya lingkaran sihir." jawab Alex mantap. "Maksudku semua orang yang hendak mengeksekusi sihir pasti akan menciptakan lingkaran sihir terlebih dahulu. Seperti itu, bukan?"
"Pada umumnya memang seperti itu." Krou menegaskan. "Tapi berbeda bagi orang yang memiliki jiwa elemen. Contohnya seperti ini." Krou membuka telapak tangannya dan dalam sekejap sebuah bola api sebesar bola tenis muncul di atasnya.
"Wow! Itu-bagaimana bisa?!" Kagum Alex.
Rasa penasaran Alex akhirnya terobati. Serangan hujan batu saat masih berada di Desa Lologo dan tornado mini yang tiba-tiba muncul di telapak tangan Krou sebelumnya ternyata merupakan kemampuan dari jiwa elemen. Alex yakin tidak ada yang pernah membahas mengenai keberadaan jiwa elemen. Namun Alex ragu jika tidak ada yang mengetahui hal tersebut. Informasi sehebat jiwa elemen pasti akan disimpan rapat-rapat oleh siapa saja yang mengetahuinya mengingat seberapa hebat keefektifitasannya dan keefisiensiannya dalam pertarungan.
"Dengan memiliki jiwa elemen maka serangan sihir kita akan lebih cepat. Sangat efektif dan efisien saat digunakan di dalam pertempuran." Diakhir ucapannya, Krou meremas bola api miliknya. Sesaat kobaran api kecil menyembur dari sela-sela jarinya sebelum akhirnya menghilang.
Kepala Alex mengangguk. Sangat sependapat dengan Krou.
"Sebelum bisa menggunakannya, hal pertama yang harus kau lakukan adalah merasakan jiwa elemen di tubuhmu. Gunakan jiwamu untuk meraba bagian dalam tubuhmu. Rasakan sensasi setiap karakteristik elemennya. Api tidak akan jauh dengan yang namanya kehangatan. Air akan menenggelamkanmu dalam kelembaban. Angin akan selalu meniupkan kesejukan. Tanah akan memberi pijakan dan sebuah kepadatan. Petir akan menyengatmu tanpa henti. Kegelapan akan membekapmu dengan kehampaan. Sedangkan cahaya akan menunjukan pelita. Sampai di sini apa kau mengerti?"
"Entahlah!" Alex ragu. "Lebih baik aku mencoba merasakannya sendiri."
"Kalau begitu cobalah! Tutup matamu agar lebih mudah merasakannya."
Tanpa menunggu aba-aba, Alex memejamkan mata, berkonsentrasi penuh. Dengan pikiran dan jiwanya, Alex berusaha merasakan sesuatu di dalam dirinya. Masuk semakin dalam dan lebih dalam lagi sampai sebuah sensasi hangat tiba-tiba menerpa Alex.
"Semakin terasa panas." batin Alex saat sensasi hangat perlahan terasa semakin panas. "Sepertinya aku berada di jalur yang benar. Elemen api ada di dekat sini."
Alex semakin menenggelamkan diri pada kekosongan di dalam dirinya. Terus melaju ke depan, menjadikan peningkatan suhu sebagai arah kemana harus pergi. Sampai pada suatu titik, Alex melihat pendar cahaya di kejauhan.
"Pasti itu yang dimaksud Krou." batin Alex lagi.
Semangat Alex seketika membara. Sedangkan antusias dan rasa penasaran meluap karena usahanya membuahkan hasil. Alex terus mendekat dan setelah beberapa saat pendar cahaya yang sebelumnya sebesar titik dan terlihat sangat jauh kini berada tepat di hadapannya.
"Elemen api." Alex senang. Lalu segera menyadarkan diri. Matanya terbuka perlahan. Diikuti senyuman merekah di sudut-sudut bibirnya. "Aku menemukannya." kata Alex girang.
Dahi Krou mengernyit. Cukup terkejut dengan pernyataan Alex mengingat baru satu jam berlalu sejak Alex memulai penjelajahan di dalam dirinya.
"Elemen apa?" tanya Krou memastikan.
"Api."
"Bagus." sahut Krou. "Apa yang baru kau temukan itu adalah esensi jiwa elemen. Atau sederhananya bisa disebut sebagai tingkatan elemen. Dan setiap jiwa elemen memiliki beberapa esensi yang menggambarkan seberapa besar daya hancur yang dimilikinya." lanjut Krou menerangkan.
Alex mengangguk-angguk. Tanda jika dia memahami semua ucapan Krou.
"Esensi tersebut berwarna apa?"
"Merah."
"Merah adalah tingkat pertama dalam jiwa elemen api. Lalu sebesar apa kobarannya?"
Alex tidak langsung menjawab. Sejenak mencoba membandingkan ukurannya dengan sesuatu yang dia ketahui. "Mungkin sebesar rumah berlantai satu."
Mata Krou seketika melebar. Sedangkan rahangnya terjun bebas karena terkejut dengan pengakuan Alex. Bagi Krou apa yang baru saja melewati gendang telinganya itu tak ayal seperti bualan. Namun setelah mengingat apa yang dimiliki Alex di dalam dirinya, NPC tua itu mau tidak mau harus mempercayainya.
Letupan singkat ketidakpercayaan Krou barusan sebenarnya didasari oleh rasa iri. Jika dibandingkan dengan pencapaian Alex saat ini, apa yang telah dicapai Krou tidak ada apa-apanya. Krou membutuhkan waktu satu tahun untuk menemukan esensi pertama jiwa elemen apinya. Sedangkan Alex hanya membutuhkan waktu satu jam. Dari situ saja sudah membuat Krou merasa tak berdaya di hadapan Alex. Lalu saat mengetahui kobaran api dari esensi pertama jiwa elemen api Alex sebesar rumah, Krou merasa seperti baru saja ditimpa gunung hingga hancur tak berbentuk mengingat esensi pertamanya hanya sebesar bola basket.
"Krou, apa ada yang salah?" tanya Alex karena melihat perubahan ekspresi Krou yang cukup tidak enak dilihat.
"Ti--tidak." Krou segera memperbaiki postur tubuhnya dan memasang wajah datar. "Semua baik-baik saja."
"Tapi--"
"Apakah kau ingin langsung melanjutkannya atau kita istirahat sebentar." Krou cepat-cepat memotong. Berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Langsung lanjut!" sahut Alex mantap. "Semakin cepat maka semakin baik. Jadi aku bisa segera pulang."
"Kalau begitu dengar aku baik-baik. Anggap saja ini tips dariku."
"Oke. Aku akan mengingatnya."
"Setiap esensi jiwa elemen memiliki pertahanan alaminya masing-masing. Walau ada jiwa elemen di dalam dirimu, bukan berarti mereka adalah milikmu. Mereka merupakan eksistensi tersendiri yang memiliki kendali atas diri mereka sendiri. Mereka hanya menjadikanmu sebagai alat untuk melihat dunia luar. Dengan kata lain dimata mereka kau hanya sebatas alat transportasi."
Sekilas dahi Alex mengernyit. Sedikit terganggu dengan pernyataan Krou yang menyebut dirinya sebagai alat transportasi. Namun karena sadar pengalaman hidupnya tidak sebanyak Krou, Alex lebih memilih untuk diam dan menerimanya. Alex yakin jika hubungan yang terjalin antara jiwa elemen dan sosok yang didiaminya tidak sesederhana itu.
"Kita semua patut bersyukur karena sesungguhnya jiwa elemen bukan sebuah parasit. Mereka sosok yang sangat tahu bagaimana cara berterima kasih. Oleh sebab itu sebagai balas budi karena mendiami tubuh seseorang, jiwa elemen akan dengan senang hati meminjamkan kekuatan mereka. Namun tidak sembarang orang bisa menggunakannya. Orang tersebut harus bisa membuktikan bahwa dirinya layak untuk menerima kebaikan jiwa elemen yang sesungguhnya memiliki harga diri tinggi terhadap kekuatan mereka sendiri."
Krou melanjutkan. "Keberadaan esensi jiwa elemen merupakan satu-satunya cara untuk menguji apakah kau layak menggunakan kekuatan mereka atau tidak, dan seberapa besar kekuatan yang bisa kau pinjam. Itulah kenapa setiap jiwa elemen memiliki beberapa tingkat esensi. Semakin tinggi tingkat esensi yang dapat kau raih maka semakin besar pula kekuatan yang bisa kau gunakan. Semakin tinggi tingkatan yang hendak kau raih maka akan semakin berat ujian yang harus kau hadapi."
"Jadi itu alasannya kenapa aku merasa semakin panas saat mendekati esensi api?" tanya Alex memastikan.
"Benar. Elemen api akan membuatmu berhadapan dengan suhu panas yang ekstrim." Krou membenarkan. "Ketahanan tubuhmu akan menjadi kunci apakah kau mampu menaklukkan semua esensi jiwa elemen atau tidak. Dengan tubuh sempurna tujuh elemen surgawi aku rasa kau bisa melakukannya. Namun kau tetap harus berjuang sangat keras, bahkan jika perlu pertaruhkan nyawamu untuk bisa meraihnya mengingat jiwa elemen di dalam tubuhmu berada pada tingkat kaisar. Tentu saja tingkat kesulitannya akan jauh melampaui apa yang pernah aku alami."
Ekspresi Alex sedikit dihiasi cemas. Alex sadar jika gelar Kaisar bukan hanya sekedar gelar yang bisa dianggap remeh. Banyak hal hebat yang terkandung di dalam gelar tersebut. "Apakah kau ada saran untukku?"
"Gunakan energi untuk memperkokoh tubuhmu. Edarkan energi sebanyak mungkin. Hanya itu yang bisa kau lakukan. Jangan mudah menyerah dan pacu batasanmu hingga ke titik yang lebih tinggi lagi." Krou diam sejenak. Tatapannya dipenuhi keyakinan dan keteguhan.
"Aku akan melakukan semua yang aku bisa. Aku pasti bisa."
"Semangat yang bagus. Keyakinanmu akan membuatmu mampu melangkah lebih jauh. Dan satu lagi, sebenarnya rintangan yang diberikan setiap esensi elemen merupakan bentuk latihan lain bagi tubuhmu untuk memiliki ketahanan terhadap serangan elemen. Jadi, semakin tinggi tingkat esensi yang berhasil kau taklukkan maka kau akan memiliki kekebalan sepenuhnya pada tingkat esensi elemen di bawahnya, dan meniadakan sebagian daya hancur pada tingkatan yang sama."
Alex mengangguk dan merasa semakin antusias karena selain mampu menggunakan kekuatan jiwa elemen, dia juga akan memiliki kekebalan terhadap serangan elemen. Hal tersebut akan sangat menguntungkan saat berhadapan dengan serangan sihir.
Tanpa berniat untuk membuang waktu lebih lama lagi, Alex bergegas mengambil posisi lotus. Matanya tertutup rapat. Sedangkan pikiran dan jiwanya kembali merasuki kekosongan dan kegelapan di dalam dirinya.
support ceritaku juga ya....
Imajinasi dunia game yang berbeda dari novel sejenis.
Mantap.