Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikatan
Sayang sekali, berikutnya kurasakan dorongan lembut di dadaku.
Kalau tidak diingatkan, sudah ku lu mat lidahnya.
Tapi aku masih banyak waktu. Selama kami masih di area kantor, aku bebas memperlakukannya selayaknya istriku.
Ia menatapku sambil mengusap bibirku yang terkena lipstiknya, lalu sedikit mencubit pipiku.
Entah kenapa, aku senang-senang saja diperlakukannya seperti itu. Ia tidak merendahkanku, yang ada hanya rasa saling memiliki.
Setidaknya aku merasa begitu. Entahlah kalau dia.
Aku pun ke stroller Aram, kuperiksa keadaannya. Si jagoan seperti biasa tidur nyenyak sambil mengangkat tangannya ke atas. Damai sekali keadaannya.
Kayla tidak terlalu suka mengenakan bedong ke bayi. Kalaupun dibedong, biasanya tidak diikat. Jadi Aram bebas berekspresi.
Namun ada yang lebih menegangkan dari ciuman kami tadi... Saat Kayla bertemu dengan Talitha.
Ternyata, persaingan antara dua wanita pelik sekali ya.
Aku juga baru tahu kalau tinggi badan Kayla di atas rata-rata wanita di sekelilingku.
Saat mereka berhadapan, Kayla tampak menunduk melihat ke mata Talitha.
Ia memperhatikan Talitha lekat-lekat dari atas ke bawah, lalu sudut bibirnya tertarik. Senyum sinis.
Sementara hal pertama yang dilihat Talitha adalah dada Kayla.
Lalu wajahnya.
Dan tubuhnya.
Talitha mundur selangkah.
Lalu dua langkah.
Dan berikutnya ia melipir keluar dari ruanganku.
Tanpa banyak bicara.
“Aku ada salah omong?” tanya Kayla padaku. Dia mengubah cara bicaranya jadi ‘Aku’. Bukan ‘Saya’ lagi.
“Kamu kan belum ngomong apa-apa.” Sahutku sambil mendorong stroller Aram masuk ke dalam ruangan. Kami saling tersenyum penuh arti.
Akhirnya tumbang satu, setidaknya hidupku bisa lebih tenang sedikit hari ini.
**
“Kamu menyusui Aram di mana?” tanyaku merasa heran karena Aram tidur nyenyak sekali.
Juga kuakui kepada pembaca, ada perasaan cemburu. Aku tidak ridho kalau ia menyusui di depan Altan.
“Di mobil, pakai botol. Banyak Asi di freezer, sayang kalau tidak dipakai.” Katanya.
Aku menghela nafas lega. “Pak Zak... ehm, anuu... Zaki, cewek itu yang suka gangguin kamu?”
Aku tersenyum sambil berdiri.
Ruanganku hanya berbentuk kubus dari kaca, semua orang bisa melihat ke dalam. Tapi tidak bisa mendengar suara dari dalam. Bagaikan aquarium dengan aku sebagai mermaidnya berenang-renang di dalam. Di depanku berjajar banyak kubikel, kiri, kanan, depan. Semua mengarah ke ruanganku. Agar saat aku butuh sesuatu aku tinggal angkat tangan, mereka sudah bisa melihatku.
Namun ada bagian yang tertutup di ruanganku, tidak tampak dari luar karena terbuat dari dinding sepenuhnya. Yaitu area kamar mandi dan lemari yang letaknya di pojok kanan, dekat dengan jendela kaca yang besar.
Aku duduk di sebelah Kayla dan kuraih pinggangnya. Kutarik tubuh itu ke pelukanku sambil kukecup bertubi-tubi area lehernya.
Aku gemas sekali padanya.
Wangi dan lembut ternyata.
“Kalau tak nyaman, bilang.” Bisikku.
Ia menoleh padaku dan kembali mengecup bibirku.
Sial!
Tentu saja kusambut dengan senang hati.
Kami saling bertaut lidah, bahkan tanganku sengaja kuangkat dan kure mas pelan dadanya.
Tangannya mendorong rahangku agar menjauhkan wajahku dari wajahnya. “Yang itu tidak nyaman.” Desisnya sambil memicingkan mata padaku.
“Sorry.” Aku menjauhkan tanganku dari dadanya.
“Isinya masih banyak, Aram minum dari botol, jadi saat ini sedang sangat nyeri.” Jelasnya.
Aku diam.
Lalu menatapnya,
Lalu melihat ke arah dadanya lagi.
Dan matanya lagi.
“Jadi... tidak nyaman karena banyak isinya. Kalau sudah kosong boleh kupegang lagi dong?”
“Kalau sudah kosong, perjanjian kita sudah berakhir, kan sudah di rumah tidak di kantor lagi.” Ia tersenyum lembut dengan menyendukan matanya.
“Hm...” aku mencebik. “Nggak dikasih bonus ya?”
“Kamu ini kenapa sih?” bisiknya kesal.
Aku mengangkat kedua tanganku. Kalah debat.
“Jadi...” Kayla berdiri dan dia duduk lagi, kali ini di pangkuanku.
Di... pangkuanku.
Aduuuuh, rasanya kepalaku langsung pusing.
Kenapa dia memancingku seperti ini sih?!
Aku sudah tidak akan peduli lagi dengan perjanjian apa pun, sampai rumah akan kusalurkan hasratku!
“cewek yang mana yang mengganggumu?” Tanya Kayla sambil mengecup dahiku.
“Semuanya.” Aku mendengar suaraku lebih seperti mengerang dibandingkan benar-benar bicara.
“Semua...nya?”
“Semua yang sekarang sedang menonton kita.”
“Wah... ternyata kamu sangat populer.”
Aku mengelus punggungnya dan kuarahkan wajahku di puncak dadanya. Kubenamkan di sana. Aku tidak benar-benar menempel, hanya sekedar bersentuhan.
Dan kuingatkan kembali, kami ini berjarak sangat dekat tanpa penghalang. Dan dadanya memenuhi area leherku. Mana mungkin tidak menempel, malah aneh terlihatnya.
Dalam keadaan begitu aku malah penasaran dengan suasana di luar ruanganku.
Kulirik sekilas.
Dan Altan sedang menatapku dengan pandangan yang sangat tajam.
“Kayla,”
“Hm?”
“Kau beritahu rencana kita ke Altan?”
“Ya. Sesuai persetujuanmu.”
“Kenapa dia melihatku seakan ingin membunuhku?”
“Yaaah, dia menyatakan rasa sukanya padaku tadi, di mobil.”
Aku diam.
Sialan...
Bocah itu benar-benar pantang menyerah.
“Dan kutolak.” Sambung Kayla.
“Kenapa?” ini pertanyaan tulus, aku benar-benar ingin tahu kenapa Kayla menolak Altan.
“Aku tidak ingin membebaninya dengan masalahku. Lagi pula aku tidak yakin dia akan sekuat dirimu.”
Jawaban yang membuatku bangga terhadap diriku sendiri, sekaligus aku merasa dimanfaatkan oleh wanita ini. Entahlah harus senang atau kesal.
“Sebagai pengingat, aku belum siap untuk percintaan.” Desis Kayla. “Kutemani kamu sekarang, karena aku berhutang budi. Tapi setelah ini aku ingin hubungan yang profesional saja.”
Oke.
Baiklah.
Jiwa maskulinku terguncang.
Tekadku sekarang, adalah membuat wanita ini luluh padaku.
Bagaimana pun, ia tidak boleh lepas dariku. Dia adalah Dewi Fortunaku.
Akan ‘kuikat’ dengan berbagai cara.
**
Altan masuk ke ruanganku agak sore, dengan lesu ia membagi-bagi laporan berdasarkan kepentingan.
Sambil sesekali matanya tertuju ke arah Kayla.
“Hey...” tegurku memperingatkan Altan.
“Apa Pak.” Gumam Altan. Bukan pertanyaan, tapi lebih ke keluhan.
“Kamu sudah ditolak.” Bisikku.
“Selama janur kuning belum terpasang di depan apartemen Bapak, saya masih punya kesempatan.” Bisik Altan.
Kami berdua sama-sama melirik Kayla yang duduk memunggungi kami, ia sedang menyusui Aram di depan lemari. Sudut yang tidak terlihat dari luar.
“FYI saja, dia juga menolak saya barusan.” Kataku.
“Hah?” mata Altan membesar menatapku.
“Katanya dia hanya ingin hubungan profesional.”
“Ya wajar, bapak kan tingkahnya jelek, emosian.”
“Tapi saya nggak pernah mukul cewek ya.”
“Bapak baru saja melempar kursi ke cewek-cewek.”
“Kamu tahu dari mana...?!”
“Dari gosip lah. Dan CCTV.”
“Kapan sih kalian berhenti memata-matai saya?!”
“Nanti kalau bapak bukan yang terganteng lagi di sini.”
“Kamu Cuma iri.” Desisku.
“Mending kita adu jotos yuk di Helipad.” Tantang Altan.
“Kalau kamu kenapa-napa, Pak Furkan bisa kambuh maag-nya. Saya juga bisa dipenjara, nanti Aram sama siapa?!”
“Ya tinggal kasih Kayla kartu debit bapak, aman lah mereka berdua walau pun nggak ada bapak.”
Aku mengacak-acak rambut Altan.
Dia hanya menepis tanganku dengan kesal. Aku terkekeh melihat tingkahnya.
“Kali ini saya mundur, gencatan senjata. Tapi kalau masalah flirting, saya bakalan tetap lancarkan walau pun bapak protes.” Kata Altan.
“Dikira Kayla anak kemarin sore kali ya, pake flirting dikit bisa luluh. Lu siape Tong?!” dengusku.
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,