Hena Sanjaya. Model sekaligus aktris dengan bayaran termahal harus terjebak hubungan asmara yang tidak masuk akal dengan seorang Pria yang sebelumnya tidak ia kenal.
Kariernya mengalami masalah setelah namanya terseret skandal dengan sang mantan kekasih, Samuel Harvey.
Demi menyelamatkan kariernya Hena memilih mengikuti hubungan yang ditawarkan Pria tidak dikenalnya tersebut "Asmara settingan" terdengar konyol bagi Hena.
Entah apa keuntungan yang Pria itu dapatkan dengan hubungan ini. Mampukah Hena mengembalikan nama baiknya yang sudah memburuk dan mempertahankan kariernya yang sudah ia jalani selama 8 tahun terakhir, dengan hanya menjalin "Asmara Settingan"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asmara Settingan 4.
Sesampainya di apartemen. Hena segera menuju lantai dua dimana kamarnya berada. Ia ingin tidur, matanya sungguh mengantuk.
"Aku akan ada disini. Kamu bisa tidur satu jam" Jini berkata pada Hena yang sudah mulai melangkah menaiki anak tangga.
"Hm.."
Jini menatap sendu pada punggung yang kini mulai menghilang diujung tangga. Apa pun yang dialami Hena ia juga merasakannya. Kesedihan, kecewa dan marahnya gadis itu dapat ia rasakan.
Namun Jini tidak dapat berbuat banyak. Ia bukan orang besar atau berkuasa apalagi memiliki banyak uang untuk bisa mengubah sesuatu sesuai kehendaknya. Terkadang sekeras apapun kita berusaha, hasilnya tetap rahasia. Tidak ada yang bisa memastikan meski awal memulai kita sudah punya gambaran.
Hena memasuki kamar. Ia duduk tepat didepan meja rias dan menatap pada kaca yang memuat penuh wajah cantiknya. Entah raut wajah apa yang sekarang ia tampilkan, silih berganti ia mengubah ekspresi. Tertawa ceria, bahagia, cemberut, marah, suram dan kini berakhir dengan tangisan. Awalnya hanya sedih gundah gulana, tapi malah bermuara pada tangis yang menggema. Bahkan ia beberapa kali memukul dadanya. Sungguh Hena benar-benar aktris multi talenta. Ber-akting tapi bagai nyata adanya.
Tangis itu terpaksa berhenti karena dering yang entah soundtrack film apa hingga musiknya bisa memekakkan telinga.
Hena mengusap wajahnya, meraih tas dan menggeledah untuk mencari benda yang bersuara. Sesaat benda itu betah didalam genggaman. Tertera nomor pemanggil tidak terdaftar dalam kontaknya hingga berakhir tanpa diterima. Namun sialnya nomor tersebut tidak berhenti menghubungi.
"Hallo" suara Hena terdengar serak, mungkin efek dari ia yang barusan ber-akting akan jalan hidup didunia penuh sandiwara ini.
"Aku ingin bertemu dengan mu" suara bariton itu masuk kedalam pendengaran Hena.
"Ini siapa?" tanya Hena.
"Di restoran XY. Jam delapan malam ini"
"Nanti ku share lock. Jangan sampai tidak datang"
Panggilan langsung terputus. Hena dibuat bingung, siapa yang menghubungi dengan cara sat set tidak jelas seperti ini. Apa fans jahil lagi. Tapi dari mana dia dapat nomor pribadi Hena. Hena jarang memberikan kontak pribadinya pada orang lain, bahkan sekalipun aktor atau aktris lawan ia main dalam suatu projek.
Ting*
Satu pesan masuk pada ponsel Hena. Ia membuka dan membaca. No tadi mengirim alamat salah satu restoran berbintang dikota ini, lengkap dengan jam pertemuan dan pengingat yang sungguh sangat manis menurut Hena.
"Tidak datang berarti karier mu hancur"
Hena tersenyum mengejek pada pesan yang ia baca. Ia letakkan benda pipih itu secara kasar diatas meja rias.
Kenapa semua orang suka bermain-main pada sesuatu yang bagi orang lain itu sangat berharga. Tidak mudah sampai di titik ini. Menjadi perintis itu sulit. Suka duka akan selalu ada, tapi Hena menikmatinya. Karena ini dunia yang ia cinta, ber-akting dan bargaya didepan kamera juga menggunakan berbagi macam produk yang jika sudah launcing akan segera di buru para pencintanya. Hal itu lah yang membuat Hena bahagia. Ia banyak menerima cinta dari para fans-nya. Ia menyukai itu semua. Ia mencintai pekerjaannya, fans-nya dan semua cinta yang diberikan untuknya.
Tapi melihat orang yang dengan mudah mengatakan karier nya akan hancur sungguh membuatnya sedih. Hampir delapan tahun dirinya merintis karier hingga mencapai tempat terbaik.
Berawal dari ikut ajang lomba model disebuah mal besar. Hena yang saat itu berusia 19 tahun mendapat juara harapan terbaik satu. Semenjak itu dirinya menyukai hal-hal yang berhubungan dengan modeling hingga mulai merambah kepemotretan dan tepat tiga tahun lalu ia memberanikan diri memasuki dunia seni peran. Film pertama yang dibintanginya meledak dipasaran, bahkan Hena menjadi salah satu aktris pendatang baru yang patut diperhitungkan.
Namun akhir-akhir ini Hena selalu diterpa isu tidak sedap. Skandal yang menyeret namanya bersama mantan kekasih beberapa minggu lalu mempengaruhi kariernya. Beberapa kontrak bahkan lepas dari tangannya.
"Huft"
"Banyak sekali orang yang pandai mengancam" gumam Hena.
Dirinya memilih keluar dari kamar, melangkah menuju lantai bawah untuk mencari Jini.
"Mini. Lihat ini?" Hena memberikan benda pipihnya pada Jini.
Jini membaca apa yang ada didalam ponsel Hena.
"Siapa yang mengancam mu?" tanya Jini heran.
"Bisa dilaporkan ini. Orang kurang kerjaan. Apa fans gelap lagi?"
"Bukan. Dia menghubungi. Aku tanya siapa, tidak dijawab. Dia hanya bilang, mau bertemu malam nanti jam delapan direstoran itu" jari telunjuk Hena mengarah pada ponselnya yang masih berada dalam genggaman Jini.
"Jangan datang. Gak jelas gini, buat apa diladeni" kata Jini
"Aku tidak memiliki rencana untuk datang" Hena merebahkan dirinya pada sofa panjang didepan TV.
"Baguslah. Aku akan memasak untuk mu, tunggulah. Hari ini kita akan menghabiskan waktu bersama sebelum mulai kembali ke aktifitas padat kita" dengan wajah bahagianya Jini meyakini jika sekarang nama Hena akan mulai membaik.
Hingga malam, Jini masih berada di apartemen Hena. Menghabiskan waktu bersama dengan berbagai kegiatan mulai dari memasak, menonton film, bahkan memberi cat pewarna pada kuku Hena. Jini baru beranjak meninggalkan apartemen saat jam sudah menunjukkan pukul 21.00.
*
*
*
Ditempat lain dengan waktu yang sama, seseorang yang dari tadi duduk tenang disebuah restoran berbintang juga mulai beranjak meninggalkan posisinya. Langkah tegap itu mengayun dengan pasti menuju pintu keluar restoran, diikuti dengan langkah yang terlihat terburu-buru dibelakangnya.
"Kita pulang, Tuan?" tanya pemilik langkah tergesa yang kini sudah dapat mengimbangi langkah Tuannya.
"Kita ke apartemennya"
"Tapi Tuan, itu akan..."
"Kamu pasti bisa membereskannya, Rama" suara bariton itu menekan.
Yang diberi perintah hanya bisa diam. Segera melakukan hal yang dipinta, mengutak-atik ponselnya dengan cepat lalu segera melajukan mobil BMW hitam 430i itu menuju unit apartemen mewah dikota ini.
Hanya butuh waktu kurang dari 10 menit, kendaraan mewah tersebut kini sudah terparkir di basement area khusus. Mengarah pada pintu masuk khusus yang hanya diperuntukkan untuk orang penting atau orang yang memiliki urusan genting di apartemen ini.
"Berapa nomor unitnya? Aku akan pergi sendiri"
"Tapi, Tuan..." perkataan pria yang bernama Rama tersebut selalu terpotong.
"217" kata Rama lemah.
"Kenapa kamu jadi lemah begitu?. Kecewa karena tidak bertemu artis idol mu?" sang Tuan berkata sarkas bahkan setengah mengejek sang asisten.
"Bukan, Tuan. Saya hanya takut akan ada yang melihat Anda berkunjung dan itu akan semakin memperlebar beritanya" kata Rama "Dan bukankah Anda yang terlihat kecewa Tuan, karena Nona itu tidak datang ke restoran" lanjut Rama dalam benaknya.
Yang diberi nasehat tidak ambil peduli pada perkataan asisten pribadinya tersebut. Dirinya terus membawa langkah menuju apartemen dengan nomor unit 217.
gak seru jadinya. di siksa dulu dong 😂
itu udah sangat fatal
semoga kesalahan mu di ampuni.
mati aja lalu jihanAM, semoga kau membusuk.
tpi maaf sebelumnya jgn diikut campurkn bahasa kk
*awak artinya kamu dalam bahasa indonesia kk/Pray//Pray/
minta plastik yang kamu bawa dong..
air sama sama bisa bungkus rendang 🤣🤣🤣
tergantung dari sudut mana seseorang memandangnya..
hanya Alam luas lah yang bisa mengurung nya.
Seluas Alam terhampar... Luas dan indahnya Kabupaten "Agam" di Sumatera Barat 🤣🤣🤣