Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Larisa
"Bagaimana kondisi di sana?" tanya Haris ketika orang suruhan Denis menelponnya.
"Saya tidak melihat Nona keluar rumah itu, Tuan, tapi saya melihat tuan Radit ada di rumah itu. Lalu, ada dua buah mobil yang pergi dari sana. Mereka sekarang ada di hotel Metro," lapor orang tersebut sambil mengawasi keadaan hotel.
Dia tidak diizinkan masuk karena hotel tersebut sudah disabotase oleh Radit.
"Saya tidak bisa mengikuti mereka ke dalam, Tuan, karena banyak orang berjaga," lanjutnya memperhatikan sekitar hotel.
Haris memutuskan telpon, bergegas masuk kembali ke dalam ruang rapat. Pertemuan mereka masih berlanjut, pembahasan pun belum usai. Namun, situasi genting tak dapat mereka abaikan.
Haris mendekati Denis, berbisik tentang laporan yang dia terima.
"Apa?!" Denis berdiri dengan mata memerah dan rahang yang mengeras.
Dia bergegas pergi meninggalkan ruang rapat tanpa pamit menimbulkan keriuhan semua orang yang ada.
"Rapat dibubarkan! Ada hal lebih penting yang harus tuan kerjakan," ucap Haris membubarkan semua orang.
Gegas asisten Denis itu berlari menyusul tuannya. Berjalan di belakang, menuju parkiran mobil. Kemudian, melaju tanpa menunggu waktu. Menuju hotel yang dimaksud.
"Radit! Rupanya dia masih berani mengganggu Larisa. Kali ini aku tidak akan berbelas kasih padanya!" kecam Denis sembari mengepalkan tangan kuat-kuat.
Amarah yang bergejolak membakar dada, ingin rasanya segera tiba dan mencabik-cabik wajah sepupunya itu. Atau dia akan mengirim Radit pergi ke belahan dunia terpencil tanpa dapat kembali lagi.
"Orang-orang Radit memblokir tempat itu, mereka tidak mengizinkan orang kita untuk masuk," ucap Haris memberitahu Denis.
Laki-laki itu memukul kursi yang ia duduki. "Sial!" Denis mengumpat.
"Hubungi pemilik hotel itu!" titah Denis dengan nada menggeram.
Sigap Haris mengeluarkan ponsel, dan menghubungi pemilik hotel yang masih berada di bawah naungan Agata Grup. Denis merebut ponsel tersebut setelah telpon tersambung.
"Tuan Haris a-"
"Agata!" potong Denis dengan cepat.
"Tu-tuan Agata! Ada apa, Tuan?" tanya orang di seberang sana dengan nada terbata dan gugup.
"Aku ingin kau membubarkan orang-orang Radit yang berjaga di hotel mu dan biarkan orang-orang ku masuk. Jika tidak, maka aku sendiri yang akan menghancurkan bangunan itu!"
Denis memutuskan sambungan tanpa ingin mendengar jawaban dari orang tersebut. Dia melempar gawai milik Haris sembarangan. Beruntung, laki-laki itu memiliki kecepatan gerak. Mudah baginya menangkap benda tersebut.
Haris menggelengkan kepala, fokus pada jalanan di depan. Menyalip kanan dan kiri dengan kecepatan penuh, menerobos lalu lintas yang dipadati kendaraan. Tak peduli lampu sedang merah, mobil itu terus melaju sehingga memperparah kemacetan.
"Pinta mereka mencari tahu apa yang dilakukan orang-orang itu di hotel!" titah Denis lagi tanpa menoleh pada Haris.
Helaan napas Haris berhembus, dengan cepat menghubungi orang-orang yang berada di hotel.
"Apa yang mereka lakukan?" tanya Haris tanpa basa-basi.
Ia diam mendengarkan. "Temukan di mana nona!" titah Haris tegas.
"Baik, Tuan!"
Ia mematikan sambungan telpon dan menambah kecepatan laju mobilnya. Tak ingin terlambat datang.
"Bagaimana?" tanya Denis yang kali ini menoleh pada Haris.
"Mereka melihat adik tiri nona membawa Radit ke sebuah kamar, tapi tidak dapat menemukan keberadaan nona," jawab Haris sesuai dengan yang dilaporkan orangnya.
"Kurang ajar! Ke mana mereka membawa Larisa?" umpat Denis kembali mengepalkan kedua tangannya.
Ia nampak frustasi, memikirkan keselamatan Larisa. Lagi-lagi merasa gagal karena tak mampu menjaganya.
Sementara di dalam hotel.
Larisa dikejutkan dengan suara pintu terbuka kasar. Antara lega dan cemas, dia terus menatap pada arah pintu. Berharap Denis-lah yang datang, bukan yang lain.
Denis, kumohon! Kaulah yang datang, kumohon!
Hati Larisa bergumam, menggantungkan harapan pada doa-doa yang ia panjatkan. Detak jantungnya bertalu-talu tiada henti. Air matanya kian menganak sungai, membanjiri kedua pipi. Oh, ingin rasanya Larisa menjerit sekencang mungkin.
Tak lama, dua bayangan muncul membuat Larisa bergetar ketakutan. Ia menggeleng, menggigit bibir cemas. Siapa yang datang? Tuhan, selamatkan aku dari orang-orang yang jahat.
Dalam diam, hati Larisa terus melangitkan doa. Berharap langit akan mendengar dan mengabulkan doanya.
Denis! Denis! Denis! Hatinya terus menerus memanggil nama itu. Berharap yang muncul adalah dia dan Haris.
Namun, dua sosok itu ternyata asing di matanya, berpenampilan tak karuan. Tubuh kekar bertato, telinga ditindik, dan seringai jahat mereka tampakkan untuk mengintimidasi Larisa.
Tubuh gadis itu bergetar, dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Sesuatu yang lebih buruk dari pada menikah dengan Radit. Air mata yang jatuh semakin deras, kepalanya menggeleng kuat.
"Apa ini yang dimaksud hadiah untuk kita? Sungguh luar biasa!" seru salah satu dari mereka sembari menggosok-gosok tangan dan membasahi bibirnya sendiri.
"Tidak! Jangan!" lirih Larisa meronta dari ikatan, tapi percuma. Ia tak akan bisa terlepas.
"Kau benar. Aku belum pernah menikmati seorang perempuan dari kelas atas. Sepertinya, takdir memihak kepada kita hari ini." Yang lain menimpali, menatap liar pada Larisa yang terlihat menantang.
Posisi tubuh yang terlentang dengan kedua tangan dan kaki merentang, terikat di setiap sudut ranjang. Larisa adalah mangsa empuk bagi mereka. Akan begitu mudah untuk melakukan apapun terhadapnya.
"Tidak! Kumohon, jangan lakukan itu padaku! Jangan!" Larisa menjerit dengan air mata yang terus berjatuhan.
Ia meronta, berharap ikatan di tangan dan kakinya akan terlepas. Sialnya, mereka begitu liar dan terus mendekat sambil menunjukkan tawa yang menjijikan.
"Tenang, manis! Jangan melawan, kami akan membuat ini mudah bagimu," ujar salah satu dari mereka sambil membuka jaket kulit yang dia kenakan dan melemparnya ke sembarang tempat.
Larisa menggeleng kuat, tangan dan kakinya menggeliat tak putus asa untuk dapat terlepas meski tahu semua itu hanya sia-sia.
"Tidak! Jangan! Kumohon, jangan lakukan itu padaku! Kumohon!" ratap Larisa dengan pilu.
Dia menjerit merasa malu dengan keadaannya kini. Ditonton dua orang laki-laki asing, dengan posisi yang sangat menjijikkan. Tidak! Denis!
"Hahaha ... percuma kau berteriak, tidak akan ada yang mendengar mu di sini!" ucap salah satunya sambil tertawa terbahak.
Mereka semakin mendekat, merangkak naik ke ranjang dan dengan lancang menyentuh tangan Larisa yang terikat.
"Tidak! Jangan lakukan ini padaku! Jangan!" Larisa kembali berteriak, berharap ada seseorang yang melintas di depan kamarnya.
Satu laki-laki itu dengan berani menyentuh rambut Larisa dan menghirup aromanya. Ia memejamkan mata, membayangkan keindahan yang akan dinikmatinya sebentar lagi.
"Sungguh beruntung hari ini, hanya wangi rambutmu saja sudah membuatku mabuk kepayang. Rasanya aku sudah tidak sabar lagi," ucapnya yang kemudian berdiri untuk menanggalkan seluruh pakaian di tubuh.
Larisa menjerit sambil terus meronta.
"Siapa pun, tolong aku! Tolong aku!"
Tawa mereka kembali terdengar, kini hanya celana dalam saja yang menempel di tubuh keduanya. Bersiap melakukan apa yang mereka inginkan dari gadis itu.
Namun ....
Brak!
"Lancang!"
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......