Karena Taruhan, Hidupku Jadi Rusak!

"Aku baru pulang kerja. Sekretarismu itu memberi ku banyak sekali pekerjaan. Kalau bukan karena dia mungkin dari tadi lagi aku sudah pulang," jawab Akira membela diri ketika Abnan memarahinya tanpa bertanya dulu kenapa dia bisa sampai terlambat.

Rahang pria itu semakin mengeras mendengar jawaban dari Akira yang seharusnya hanya diam saja, tapi wanita itu malah menjawabnya.

"Bukannya menyadari kesalahan mu sudah mengabaikan Zeera seharian! Tapi kamu begitu mudah membela diri tanpa ada rasa bersalah!" Abnan mengikis jarak diantara mereka.

Kedua mata Akira mulai berkaca-kaca menatap Abnan, "Dari awal bekerja lagi aku sudah protes dengan kau menempatkanku berada di bawah Yumi! Semua pekerjaannya itu dia berikan padaku! Seharusnya kau bertanya! Jangan cuma tahu marah-marah doang!" Teriak Akira hilang sabar.

"Kesalahanmu sendirian yang terlambat dan lelet! Tapi kau malah menyalahkan orang lain!" Keduanya terlibat pertengkaran. Untung kamar mereka kedap suara jadi tidak memudahkan orang lain mendengar keduanya sedang bertengkar.

"Ya sudah! Aku yang salah! Aku yang lelet! Semuanya aku! Aku juga yang bodoh! Semua yang benar itu adalah sekretaris mu! Kalau begitu kau nikahi saja dia!" Geram Akira mendorong kasar dada bidang Abnan yang berdiri di depannya.

Abnan sungguh marah dengan tingkah berani Akira. Tapi entah mengapa, dia enggan menyakiti fisik wanita itu untuk melampiaskan rasa marahnya.

Akira berlalu masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Abnan yang masih bardiri kaku berusaha meredam emosi.

Terdengar suara air mengalir dari dalam kamar mandi menandakan kalau Akira sedang mandi.

Pria itu memilih keluar kamar sebelum terjadi lagi pertengkaran hebat di antara kedua.

Akira yang sudah selesai mandi dan sudah memakai pakaiannya, bersiap untuk tidur. Tapi sebelum dia tidur, wanita itu memutuskan untuk melihat putrinya terlebih dulu.

Tiba di kamar putrinya ia langsung masuk tersenyum melihat gadis kecil kesayangannya yang tertidur pulas.

"Maafkan Bunda sayang, Bunda tidak sengaja ingin pulang terlambat.. Semua itu di luar keinginan Bunda... Harap kamu bisa mengerti ya sayang.." ucap Akira mencium pucuk kepala putrinya.

Setelah dari menjenguk Zeera, Akira kembali ke kamar berniat ingin tidur dari pada memikirkan Abnan yang tahunya cuma marah-marah.

Belum lama Akira terlelap. Abnan juga masuk ke dalam kamar melihat Akira sudah tertidur pulas di atas ranjang.

Langkah kaki pria itu membawanya mendekati Akira menatap intens wajah lelah yang terpancar jelas di wajah istrinya.

Kau wanita yang sudah menghancurkan perasaanku... Tapi kenapa, aku tetap memilih menikahimu dengan alasan balas dendam.. Benarkah itu alasanku? Atau itu hanya alibi agar aku bisa mengikatmu di sisiku.. Aku laki-laki bodoh karena tidak pernah berhenti terus mencintai wanita yang tidak mencintaiku.. Miris... Batin Abnan ingin menarik selimut menutup tubuh Akira.

Tapi tiba-tiba tangan pria itu berhenti, ia kembali menarik tangan, mengurung niat memakaikan Akira selimut.

Abnan juga memilih keluar kamar serta tidur di kamar tamu.

Ternyata begini rasa sakitnya kalau cinta tidak terbalaskan... Aku menolak seribu wanita, hanya untuk satu wanita yang sama sekali tidak pernah menganggap keberadaanku. Pria itu kembali membatin sebelum ia benar-benar terlelap dengan wajah redup sayup.

Keesokan hari keduanya bersiap-siap ingin berangkat bekerja. Tapi keduanya masih saling mendiami antara satu sama lain.

Tapi Akira tetap menyiapkan semua keperluan Abnan seperti pakaian, jam tangan, juga beberapa keperluan laki-laki itu yang ingin dia pakai pergi kerja.

Wanita itu juga terlihat mengemasi tempat tidur tanpa berharap pembantu yang melakukannya.

Setelah semuanya selesai, Akira turun ke bawah bersama Abnan.

"Wah, cucu nenek udah cantik sekali ya." Jisya mencubit gemes pipi Zeera yang sebenar adalah cucu kandungannya.

Gadis kecil itu balas tersenyum. Baru sehari dia berada di rumah Ayahnya, Zeera sudah akrab dengan semua anggota keluarga Abnan.

Karena memang mereka semua menerima Zeera dengan hati terbuka. Kecuali Anim yang seperti menjaga jarak dari Zeera. Dia masih menyimpan sakit hati pada Bunda Zeera sehingga Zeera juga ikut terkena tampiasnya.

"Nanti berangkat sekolah, nenek juga temanin ya. Nenek mau lihat sekolah kamu itu seperti apa." Tambah Jisya yang ingin ikut suaminya mengantar Zeera.

"Ya nek." Jawab Zeera senang mau di antar nenek Jisya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Eh, Kak Arini, Mas Eri, ayo masuk kita sarapan bersama." Ajak Jisya mengajak kakak dan iparnya sarapan.

"Jadi orang kaya itu enak ya. Saat usia sudah tua kita bisa tinggal bersantai di rumah." Ujar Eri menyindir birasnya Arga.

Keluarga itu memang sudah lama akur dan sudah saling bercanda ria.

(Yang sudah baca S1 pasti tahu alur ceritanya)

"Kau juga bisa pencen dari pekerjaanmu kalau kau mau." Jawab Arga tersenyum.

"Kalau aku pencen, lalu siapa yang ingin kerja? Putriku juga sudah menikah di usia muda. Sedangkan putra tertua ku malah tahunya cuma minta uang." Eluh Eri menggeleng-geleng.

Arini melirik Akira bersama putrinya yang iku duduk sarapan di meja makan.

"Jisya, siapa?" Tanya Arini penasaran karena adiknya memang belum pernah bercerita tentang Abnan yang sudah menikah.

"Tamu istimewa ku kak." Jawab Jisya buat Arini semakin penasaran.

"Siapa sih?" Mulai kepo.

"Udah, sarapan dulu. Nanti aku ceritain. Oya, ngomong-ngomong apa Auliya sudah hamil?" Tanya Jisya pada kakaknya.

Menarik nafas berat, "Belum, aku juga bingung dengan anak itu. Sudah menikah selama 5 tahun, tapi Auliya masih belum hamil juga." jawab Arini terlihat sedih setiap kali membahas tentang kehidupan putrinya yang masih belum beruntung.

Pembicaraan di antara wanita paruh baya itu menarik perhatian Akira. Ia merasa kalau anak dari Tante suaminya itu sama persis dengan kehidupan sahabatnya yang sudah menikah selama 5 tahun tapi belum diberi momongan.

Bahkan nama mereka juga sama 'Auliya' apa ini cuma secara kebetulan? Atau ada yang aku lewatkan? Batin Akira melirik suaminya yang hanya diam sibuk dengan sarapannya.

"Ya sudah. Kakak bersabar saja dulu, siapa tahu saja ke depannya Auliya akan hamil juga, cuma butuh proses saja.."

"Mudah-mudahan saja ya. Bantu doanya ya dek."

"InsyaAllah."

***

Di atas mobil menuju ke tempat kerja. Abnan dan Akira masih saling diam.

Akira terus berpikir, apakah Auliya memang ada hubungannya dengan Abnan? Karena kalau benar Auliya yang dimaksud tadi adalah Auliya temannya, itu artinya.... Akira terus berpikir hingga tak sadar mereka sudah tiba di kantor.

Selesai memarkir mobil, Abnan segera turun dan melangkah masuk ke dalam tanpa menunggu Akira yang juga berjalan di belakang.

"Yumi, bawa semua laporan dibulan ini ke ruanganku." perintah Abnan tanpa menghenti langkah kaki terus berjalan menuju lift yang langsung disusul Yumi dengan gaya genitnya.

Yumi, Abnan, Akira dan ada seorang karyawan laki-laki yang ikut masuk ke dalam lift sama-sama ingin menuju ke lantai yang sama.

"Kak Abnan----" panggil Yumi merapat pada pria itu.

"Jaga bicaramu di waktu kerja." Tegas pria itu saat Yumi memanggilnya 'kakak'

Wajah Yumi memerah malu mendapat teguran dari Abnan.

Akira dan karyawan laki-laki tadi menahan tawa melihat wajah malu Yumi.