Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pil KB
Pengakuan Ayla tak berpengaruh apa-apa. Rasa cinta Mirza untuk Lunara tak bisa digeser begitu saja, meskipun yang berjasa waktu itu adalah Ayla, tetap saja pelabuhan hatinya Lunara. Gadis yang pertama kali membuka pintu hatinya dan bersemayam di sana.
Tapi ia salut pada Ayla yang mementingkan persahabatan daripada cinta nya.
Tak mendapat respon positif, Ayla memilih pergi, mungkin belum saatnya menduduki tempat Lunara. Butuh waktu dan kesabaran untuk bisa menggantikan posisi sang sahabat.
"Tutup pintunya!" titah Mirza pada Erkan yang mematung di samping pintu.
Menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya, kepala mendongak menatap langit-langit ruangannya.
Ternyata perempuan itu sama saja. Mereka akan melakukan apapun demi mendapatkan laki-laki yang dicintai.
Tertawa dalam hati mengingat kisah Lunara dan Ayla yang sama-sama mencintainya.
Mirza tersenyum sendiri. Tak ada yang tahu apa yang ia pikirkan, kecuali Tuhan.
Erkan pun tak bisa menebak jalan pikiran Tuannya. Kebersamaannya selama ini hanya urusan bisnis, bukan pribadi atau membaca isi hati.
Mungkinkah karena Ayla.
Melirik sekilas ke arah Mirza lalu melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Sudah waktunya pulang, Tuan."
Memberi aba-aba pada Mirza yang nampak lupa dengan waktu.
Hari ini Mirza membatalkan pertemuannya dengan Izi demi mendengar cerita konyol dari Ayla. Ternyata kisah cintanya pun terbilang rumit, hanya saja Mirza tak memperdulikan itu.
Mirza beranjak dari duduknya. Meraih jas lalu memakainya. Merapikan penampilannya lalu keluar. Mirza duduk di jok belakang, tiba-tiba ucapan Tuan Bahadir melintasi otaknya yang sedikit lelah.
"Berhenti di apotik, belikan ini!"
Memperlihatkan gambar yang didapat dari internet.
Itu kan pil kb, untuk siapa?
Bertanya dalam hati. Matanya menatap wajah Mirza yang sangat mengerikan. Menyimpan sejuta teka-teki yang tak dimengerti Erkan.
Erkan berusaha untuk melajukan mobilnya dengan tenang, meskipun hatinya sedikit waswas dengan perintah Mirza, setidaknya ia harus mencari tahu lebih dulu.
Mobil Erkan berhenti di halaman apotik. Ia langsung turun dan masuk ke dalam.
"Mau beli apa, Tuan?" tanya pelayan dengan ramah.
Erkan menoleh, menatap ibu-ibu yang berdiri di sampingnya. Nampak wanita itu sedang memilih alat tes kehamilan dan juga alat kontrasepsi untuk seorang pria.
Kenapa Tuan Mirza memilih pil, kenapa nggak di sarungin saja burungnya? menggerutu dalam hati. Kalau bukan karena rasa hormat dan patuh yang mendarah daging, Erkan tidak mungkin menjalankan perintah yang memalukan itu.
Ini adalah perintah yang paling menggelikan bagi Erkan. Seumur hidupnya hanya Mirza yang berani menjatuhkan harga dirinya.
Wanita yang ada di depan Erkan menatap bingung.
Apa dia sedang mikirin aku.
Terlalu percaya diri melihat ketampanan Erkan yang di atas rata-rata.
"Maaf, Tuan. Mau beli apa?" tanya pelayan itu lagi.
Erkan menghadapkan layar ponselnya di depan wanita itu. Menunjukkan gambar barang yang akan ia beli.
"Pil kb?" Mengucapkan dengan keras sehingga membuat wajah Erkan merah merona.
Pengunjung lain menatap Erkan dengan tatapan aneh. Ada yang tertawa menggelitik.
"Tuan masih muda, kenapa istrinya harus meminum Pil kb?"
Wajah Erkan bak tersiram air comberan. Rasa malunya hingga ke ubun, demi apapun Mirza benar-benar membuatnya mati kutu. Menurunkan derajatnya sebagai sekretaris angkuh.
Ehem
Erkan berdehem. Merapikan dasinya memasang wajah dinginnya lagi.
"Ini, Pak."
Erkan segera mengambilnya. Memberikan selembar uang lalu pergi, tak mengindahkan suara pelayan yang ingin menyerahkan kembaliannya.
"Dasar usil, terserah aku mau ngapain, kenapa dia yang urus?"
Dalam perjalanan menuju mobil, Erkan terus menggerutu kesal. Bibirnya komat-kamit seperti membaca mantra.
"Ini Tuan." Erkan menyerahkan pil itu pada Mirza lalu kembali melajukan mobilnya.
Hening, tidak ada pembicaraan apapun antara Mirza dan Erkan. Mereka saling bergulat dengan otak masing-masing
Apa Tuan Mirza ingin melakukan itu dengan Haira? terka Erkan, menatap Mirza dari pantulan spion yang menggantung.
Tapi dalam perjanjian itu sudah tertulis kalau Tuan Mirza tidak akan menyentuh Haira. Dia hanya ingin balas dendam pada gadis itu.
Ssssttt
Erkan mendadak menginjak rem saat sebuah motor melintas di depannya, gara-gara memikirkan pil kb, ia tak bisa fokus dengan jalan yang lumayan padat.
"Kamu mau bunuh diri, hah?" ucap Mirza, mengelus keningnya yang menghantam bagian belakang jok.
Erkan hanya bisa menerima omelan Tuannya, melanjutkan laju mobilnya dengan kecepatan sedang.
Di rumah
Mirza melangkah gontai memasuki rumah mewahnya. Matanya berkeliling menyusuri setiap sudut ruangan, tidak ada yang berbeda, banyak pelayan yang berlalu lalang menjalankan aktivitasnya.
Naina pun menyambut kedatangannya, mengambilkan sandal Mirza dari rak.
Di mana perempuan itu?
Mirza duduk di sofa ruang tengah. Berbagai suguhan pun sudah menghiasi meja, namun ada yang ganjil, dari semua pelayan, Mirza tak mendapati Haira.
Apa dia tidur?
Mirza mengerutkan alisnya mengingat cctv yang diputar tadi pagi. Tak menyangka, Haira berani melawan sepupunya yang terkenal arogan itu.
"Tuan mau makan apa malam ini?"
Bi Enis berdiri di samping sofa.
"Terserah, Bibi saja. Bukankah itu tugas Haira? Kenapa bibi yang bertanya, mana tanggung jawabnya sebagai seorang istri?"
Ingin bertanya keberadaan Haira, namun Mirza malu dan mengurungkan niatnya. Menggenggam lagi pil yang dibeli Erkan lalu masuk ke kamar.
Mirza membuka bungkus pil kb itu. Membaca tulisannya dengan teliti. Ia tak ingin benihnya tertanam di rahim perempuan miskin seperti Haira, begitulah pikirnya.
"Kamu berani berurusan denganku, itu artinya kamu harus siap menanggung konsekuensinya." Tersenyum licik.
Meraih ponselnya lalu menghubungi sang sekretaris.
"Suruh Haira ke kamarku, sekarang juga."
Mirza melucuti semua bajunya di sisi ranjang. Ia masuk ke kamar mandi dalam keadaan polos tanpa kain. Tanpa menutup pintu ia mengguyur sekujur tubuhnya di bawah shower.
Entah apalagi yang akan direncanakan, kali ini benar-benar membuat Erkan kebingungan.
Erkan mengetuk pintu kamar Haira. Dalam hitungan detik, gadis itu membuka pintunya.
"Kamu disuruh ke kamar tuan Mirza, sekarang juga," ucap Erkan seperti perintah Mirza lewat sambungan telepon.
Haira berlari kecil ke arah kamar Mirza. Pintu sedikit terbuka, ia langsung masuk tanpa mengetuk.
Suara gemericik air terdengar jelas dari arah kamar mandi. Haira menatap baju Mirza yang teronggok di lantai. Memungutnya satu persatu dan meletakkannya di keranjang kotor.
"Aku tahu kamu sudah berada di kamarku." Suara bariton mengejutkan Haira yang nampak melamun.
"Cepat ke sini! Ambilkan sabun!" pinta Mirza dengan suara lantang.
Apa-apaan, ngapain dia menyuruhku ke kamar mandi, kalau dia telanjang bagaimana?
Deg deg deg
Detakan jantung Haira tak karuan, ia tak bisa membayangkan jika mata sucinya harus ternodai dengan tubuh Mirza yang pastinya sempurna.
"Cepat!" teriak Mirza membuat Haira tersentak.
"I… iya, Tuan."
Haira berjalan ragu mendekati pintu kamar mandi. Tangannya gemetar saat satu kakinya melangkah masuk. Baru satu langkah, sebuah tangan kekar menarik tubuhnya dari samping.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣