NovelToon NovelToon
Pernikahan Di Atas Skandal

Pernikahan Di Atas Skandal

Status: tamat
Genre:Tamat / Spiritual / Selingkuh / Cinta Terlarang / Nikah Kontrak / Pelakor / Pelakor jahat
Popularitas:116.2k
Nilai: 4.9
Nama Author: Edelweis Namira

Btari harus menjalani pernikahan kontrak setelah ia menyetujui kerja sama dengan Albarra Raditya Nugraha, musuhnya semasa SMA. Albarra membutuhkan perempuan untuk menjadi istru sewaan sementara Btari membutuhkan seseorang untuk menjadi donatur tetap di panti asuhan tempatnya mengajar.
Sebenarnya Btari ragu menerima, karena hal ini sangat bertolak belakang dengan prinsip hidupnya. Apalagi Btari menikah hanya untuk menutupi skandal Barra dengan model papan atas, Nadea Vanessa yang juga adalah perempuan bersuami.
Perdebatan selalu menghiasi Btari dan Barra, dari mulai persiapan pernikahan hingga kehidupan mereka menjadi suami-istri. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan kedua manusia ini?
Bagaimana jika keduanya merasa nyaman dengan kehadiran masing-masing?
Hingga peran Nadea yang sangat penting dalam hubungan mereka.
Ini kisah tentang dua anak manusia yang berusaha menyangkal perasaan masing

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KELUARGA

Barra tiba di rumah sakit dengan langkah tergesa. Kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya, terutama setelah membaca pesan dari salah satu kenalannya yang mengatakan bahwa melihat Btari di rumah sakit. Baru saja ia akan mulai memberi ruang untuk gadis itu, namun mendengar nama Btari dikombinasikan dengan kata rumah sakit membuat jantungnya berdetak hebat. Ia bahkan langsung pergi meninggalkan Ryan dan Dika yang tadi masih berada di ruangannya.

Ada apa dengan gadis itu?

Tepat saat ia melewati meja resepsionis, tiba-tiba ia melihat Azalea, adiknya. Apakah Btari memang separah itu sehingga adiknya pun berada disini.

"Alea!" Panggil Barra. Gadis di depannya berbalik. Wajahnya pun tak kalah terkejut melihat sang kakak datang.

"Kok Kakak disini? Siapa yang ngasih tahu?" Tanya Azalea kaget.

Barra mengusap wajahnya dengan kasar. Ada kekesalan di hatinya mendapatkan pertanyaan itu. Ia kemudian berjalan mendekati sang adik.

"Btari-"

"Oooh, Mbak Btari yang bilang. Padahal aku sengaja nggak mau bilang karena kata Mama mau dibilang ke Kakak juga Kakak nggak akan peduli sama Papa." Sahut gadis itu memotong perkataan Barra.

Barra mengernyit, ada apa dengan papanya?

"Papa dirawat disini?" Tanya Barra pelan. Kali ini ia jantungnya semakin berdetak tak karuan. Apalagi yang ia tahu kondisi kesehatan papanya sudah cukup stabil.

Alea-panggilan Azalea pun mengangguk. "Emang Mbak Btari bilang apa ke Kakak sampai-sampai wajah Kakak sepanik ini?"

Barra kemudian memberi tahu apa yang ia tahu dari temannya. Alea mengangguk lalu menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Tentang kondisi papanya yang mendadak memburuk. Saat rasa panik itulah, Alea langsung menghubungi Btari karena Arshaka-kakak tertuanya sedang ada urusan bisnis di Jepang.

Bersama Alea, Barra pun berjalan menuju ruang penanganan papanya. Ia tiba-tiba teringat dengan mamanya. Perempuan itu pasti sedang panik dan sedih. Tersentil rasa bersalah di hatinya mengingat sang ibu lebih meminta Alea menghubungi Btari dibandingkan dirinya.

Pikiran Barra melayang kepada kejadian satu tahun yang lalu. Saat ia lebih memilih menemani Nadea yang sedang sakit daripada menemani mamanya yang saat itu sedang dilanda sedih karena kondisi papanya sedang memburuk.

Apakah mamanya masih menyimpan kekecewaan itu? Benak Barra tiba-tiba dipenuhi dengan rasa bersalah.

Begitu ia sampai di ruang tunggu, pandangannya langsung tertuju pada sosok Btari. Ia terkejut melihat istrinya berada di sana, tampak tenang sambil memegangi tangan mamanya, mencoba menenangkan perempuan itu yang jelas terlihat cemas.

Ruang tunggu itu terasa sunyi, hanya sesekali suara langkah kaki perawat yang berlalu-lalang memecah keheningan. Aroma antiseptik menusuk hidung, bercampur hawa dingin dari pendingin ruangan yang terus berhembus. Lampu-lampu putih berpendar, membuat wajah-wajah yang menunggu tampak lebih pucat dari biasanya.

"Mama, Papa pasti kuat," Suara lembut Btari terdengar, sambil memberikan energi positif kepada mertuanya. "Dokter sedang melakukan yang terbaik. Kita doakan saja."

Melihat pemandangan itu, Barra tertegun. Tidak menyangka Btari akan datang dan berada di sisi mamanya.

"Mama panik banget tadi. Makanya aku telepon Mbak Btari. " Ujar Alea ikut menatap Btari dan mamanya.

Barra akhirnya mendekati mamanya dan Btari, lalu duduk di samping mereka. Ia menyentuh tangan mamanya dengan lembut. "Ma, gimana kondisi Papa?" Tanyanya.

Mamanya menoleh, matanya sedikit memerah karena menahan tangis. "Dokter belum keluar, Bar. Mama takut...Papamu nggak pernah bicara apapun tentang sakitnya."

"Papa pasti bisa melewatinya. Kita banyak berdoa supaya kondisi papa lekas membaik." Barra menyemangati mamanya. Padahal dalam hatinya, ia juga sangat cemas.

"Kamu kesini dihubungi Btari, ya?" Tanya Indah pada sang anak.

"Temanku tadi yang bilang. Ia nggak sengaja melihat Btari masuk rumah sakit." Jawab Barra yang melihat ke arah Btari.

Btari hanya melirik Barra sekilas sebelum kembali fokus kepada mertuanya. "Mama harus istirahat juga. Kalau Mama sakit, nanti Mama nggak bisa jagain Papa." Ucapnya dengan nada lembut, membuat Indah mengangguk pelan, meski wajahnya masih penuh kecemasan.

Barra memperhatikan interaksi itu tanpa berkata apa-apa. Dalam hati, ia merasa bersyukur atas kehadiran Btari. Meski hubungan mereka sedang rumit, Btari tetap hadir dan menunjukkan perhatian kepada keluarganya. Ada perasaan hangat yang tiba-tiba muncul di dadanya, meski ia tak mau mengakuinya.

"Terima kasih sudah ada di sini," Ucap Barra pelan kepada Btari saat mamanya mulai tenang dan duduk di pojok ruangan bersama Alea.

Btari menoleh, tatapannya tetap tenang namun agak canggung. "Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Bagaimanapun, mereka keluargamu."

Barra ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi ia memilih untuk diam. Saat ini, prioritasnya adalah memastikan kondisi papanya. Namun, dalam hati kecilnya, ia tak bisa mengabaikan rasa kagumnya pada Btari yang selalu ada di saat-saat penting seperti ini.

Tiba-tiba terbersit hal lain di pikirannya.

****************

Ruangan VIP di rumah sakit itu terasa sunyi, hanya diisi suara halus dari mesin medis yang terus berbunyi dalam ritme monoton. Aroma khas antiseptik bercampur dengan wangi samar bunga segar yang diletakkan di sudut ruangan, seakan berusaha mengusir kesan dingin yang mendominasi.

Btari duduk di sofa kecil di sudut ruangan, memperhatikan mama mertuanya dan Azalea yang sudah tertidur lelap di tempat tidur tambahan. Pandangannya beralih pada Barra, yang tampak kelelahan dengan wajah yang masih menyimpan kekhawatiran. Ia mendekati Barra yang sedang duduk di kursi dekat tempat tidur papanya.

Cahaya dari layar monitor memantulkan bayangan samar di dinding, bergetar seiring dengan naik-turunnya garis detak jantung. Setiap detak jantung yang terus berirama sering dengan bunyi beep halus seolah menyadarkan Btari, bahwa mertuanya sedang berjuang hidup sekarang.

"Barra," panggil Btari pelan sambil mengulurkan sebuah kantong kain kecil. "Ini baju ganti. Aku bawakan dari rumah. Maaf tadi aku masuk ke kamar kamu tanpa izin."

Barra melirik kantong itu, lalu menatap Btari sebentar sebelum mengangguk. " Terima kasih," Jawabnya singkat. Ia langsung bangkit dan berjalan ke kamar mandi tanpa banyak bicara.

Btari hanya menghela napas. Ia menatap sosok yang biasanya terlihat gagah dan kuat di usianya yang tak lagi muda kini terbaring tak berdaya. Matanya masih terpejam seolah sedang bertarung dengan sakitnya.

Setelah beberapa menit, Barra keluar dari kamar mandi dengan pakaian bersih. Ia terlihat sedikit lebih segar, meski lelah masih terpancar dari wajahnya. Tanpa berkata apa-apa, ia duduk kembali di kursi yang sama. Keduanya terdiam untuk waktu yang cukup lama, hanya suara alat medis di ruangan itu yang terdengar.

"Kamu tidur saja," Kata Barra akhirnya, memecah keheningan. Ia menatap Btari dengan ekspresi serius. Sekarang bahkan sudah jam dua dinihari.

Btari menggeleng. "Aku nggak ngantuk."

"Btari, aku serius. Kamu butuh istirahat," ujar Barra lagi, nada suaranya lebih tegas. Namun Btari tetap duduk tegak, menolak untuk bergerak.

"Aku nggak apa-apa, Bar," Jawab Btari lembut. "Kamu yang seharusnya istirahat."

Barra mendesah, lalu menatapnya dengan mata yang sulit dibaca. "Kamu nggak perlu terlalu masuk ke dalam keluarga ini," Katanya tiba-tiba.

Btari mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan ucapannya. "Maksud kamu apa?"

Barra mengalihkan pandangannya, menatap lantai. "Mama dan Alea sudah terlalu nyaman sama kamu. Kalau nanti kita berpisah, itu akan sulit buat mereka. Buat semuanya."

Ucapan Barra membuat hati Btari mencelos, tapi ia berusaha menyembunyikannya. Ia menatap Barra dalam-dalam sebelum menjawab, suaranya sedikit bergetar. "Aku cuma ingin membantu, Barra. Aku nggak pernah punya niat untuk membuat keadaan jadi sulit."

Barra mengangguk pelan, tapi tidak menjawab. Dalam hati, ia tahu Btari tidak bermaksud seperti itu. Tapi rasa bersalahnya semakin membesar setiap kali melihat bagaimana Btari begitu diterima oleh keluarganya, sementara hubungan mereka sendiri berbeda dengan suami-istri pada umumnya.

"Kita jalani saja. Nggak perlu berpikir sejauh itu," Tambah Btari akhirnya, mencoba menenangkan situasi.

Barra menatapnya lagi, ingin mengatakan sesuatu, tapi ia memilih untuk menahan diri. Keduanya kembali terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Di satu sisi, Btari merasa semakin bimbang dengan perasaannya. Di sisi lain, Barra semakin tersiksa dengan rasa bersalahnya karena telah membawa Btari sejauh ini.

Btari memandang ke arah Barra yang sibuk mengetik sesuatu di ponselnya. Ia terlihat serius, mungkin sedang memberi kabar pada Arshaka atau memastikan urusan rumah sakit tetap terkendali.

Barra memintanya untuk menjaga jarak dari keluarganya. Sebuah permintaan yang terdengar sederhana, tapi kenyataannya tidak mudah. Keluarga Barra adalah keluarga yang hangat, sesuatu yang sulit untuk tidak ia pedulikan.

Ia mengingat bagaimana Mamanya Barra menyambutnya dengan senyuman tulus setiap kali mereka bertemu, bagaimana Azalea sering mengirim pesan hanya untuk menanyakan kabarnya, dan bagaimana Papa Barra, meski jarang bicara, selalu memberikan rasa nyaman dengan kehadirannya.

Btari seperti menemukan keluarga baru saat ia sendiri tinggal sendiri disini.

Btari tersenyum kecil, lebih kepada dirinya sendiri. "Mungkin begini rasanya ketika aku minta Barra menjaga jarak dariku, pikirnya. Beberapa waktu lalu, ia meminta Barra untuk tidak terlalu peduli karena ia takut. Takut terjebak lebih dalam dalam perasaan yang tak seharusnya ada. Tapi sekarang, aku baru benar-benar mengerti bagaimana sulitnya itu." Gumamnya dalam hati.

“Kenapa?" Suara Barra membuyarkan lamunannya. Ia menatap Btari dengan alis terangkat, menyadari ekspresi gadis itu yang tampak lebih tenang tapi penuh pikiran.

“Enggak apa-apa,” Jawab Btari singkat, mencoba menyembunyikan isi hatinya.

Btari lalu membalikkan badannya melihat ke jendela. Menghindari dari tatapan Barra yang begitu mengintimidasi.

Ia menggigit bibirnya pelan, berusaha meredam perasaan yang mulai membebani. Tidak, ia tidak akan menangis. Karena pada akhirnya, ini memang jalan yang ia pilih sejak awal, menikah dengan lelaki yang bahkan tidak ia cintai, untuk tujuan yang lebih besar.

Namun siapa yang menyangka, dalam prosesnya, justru hati yang jadi taruhan?

Bagaimana bisa ia kemudian seolah mampu mengatasi perasaannya kepada Barra namun terasa sulit mengatasi perasaannya kepada keluarga lelaki itu?

1
Ana Susana
❤️❤️
Yayuk Bunda Idza
panggil suaminya gak konsisten, kadang mas... sering nama, menurut q panggil nama aja untuk suami itu kurang sopan
Edelweis Namira: Maaf kak, typo aku nya. Kalau dr awal emang sengaja pake nama. Kesepakatan berdua sih itu. kan nikahnya juga krn ada 'tujuan' lain pada awalnya
total 1 replies
Yoyoh Rokayah
lanjut thor
Yoyoh Rokayah
lanjut
Erni Zahra76
lanjut thor
stnk
bahasa nya Ok.. sejauh ini...
citra marwah
masih ada typo...harus nya bara bukan Raka...dan harus nya Btari bukan maya....lagi nama nya knpa hrus btari knpa gak bintang aja
Indra wijaya
yah di bikin penasaran lagi semoga author up nya cepet yah😁😁
Popo Hanipo
ketimbang wanita manja aku lebih suka karakter wanita yang tegas wkkk kecuali kalo sudah punya suami manjanya cuma depan suami tp juga lihat dulu modelan suaminya wkkk
Popo Hanipo
baru baca ceritanya menarik dan bahasanya dan tulisanya enak di baca
Widya Herida
lanjutkan Thor
Yoyoh Rokayah
lanjut
Widya Herida
beri kebahagiaan untuk btari dan bara Thor
dan buat nadea masuk dalam penjara
Erni Zahra76
beri kbahagiaan utk.btari dan barra thor...jgn biarkan nadea merajalela
Indra wijaya
kok belum up sih Thor 😭😭
Widya Herida
buat barra memasukan nadea ke penjara Thor
Widya Herida
lanjutkan Thor
Yoyoh Rokayah
lanjut
Indra wijaya
jangan lama yah up nya thor sumpah penasaran banget sama kondisi nya btari
Nadien Najwa
sumpah bagus banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!