Yunan dilahirkan dari seorang wanita miskin. Ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Namun, keadaan yang serba kekurangan tak mampu membuatnya bahagia. Diusianya yang sudah menginjak dewasa, Yunan merantau ke kota. Ia bekerja sebagai asisten dari gadis cantik yang bernama Casandra.
Siang malam ia selalu mendampingi wanita itu hingga kesalah pahaman terjadi. Mereka dinikahkan karena dianggap melakukan asusila. Casandra pun terpaksa menerima pernikahan itu. Meski tidak ada cinta ia tak bisa menghindar.
Yunan tinggal di rumah mertuanya karena mereka tak memiliki tempat tinggal. Ia diperlakukan layaknya seorang pelayan. Pun istrinya yang tak mencintainya juga ikut menyudutkan dan menyalahkan kehadirannya. Meski begitu, Yunan tak ambil pusing karena ia sangat mencintai Casandra.
Hingga suatu saat, seseorang datang dan mengatakan bahwa Yunan adalah putra dari keluarga ternama di belahan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berusaha melepas
''Maafkan aku karena tak bisa mendidik Yunan dengan baik. Tidak seharusnya dia bicara seperti itu pada Ayah.'' Layin mengatupkan kedua tangannya. Merasa bersalah mendengar ucapan sang putra yang sangat kasar.
Sastro tersenyum. Mengangkat tangan Layin yang dari tadi berlutut di depannya hanya untuk meminta maaf atas perbuatan Yunan yang cukup wajar. Pria itu hanya mengungkap yang sebenarnya. Bukan mengolok Sastro yang pernah berbuat kejahatan.
''Jangan salahkan dirimu sendiri, Layin. Apa yang dikatakan Yunan benar. Dia hanya mengungkapkan isi hatinya. Sudah, lebih baik kamu bereskan baju-baju kamu. Kita pulang malam ini juga,'' ajak Sastro tak menyerah.
''Lalu bagaimana dengan kak Yunan, Kek?'' tanya Laurent cemas.
''Itu urusan ayahmu.'' Menatap ke arah Erlan. Memerintahkan pria itu untuk membujuk Yunan yang mungkin memang belum menerima kenyataannya.
Tidak ada pilihan lain. Layin memasukkan baju-bajunya ke dalam tas dibantu Laurent. Berharap keputusannya kali ini yang terbaik dan tidak merugikan siapapun. Sementara Erlan berusaha untuk membujuk Yunan yang marah pada Sastro. Meyakinkan bahwa sang ayah sudah sadar dan ingin memperbaiki diri.
''Aku akan pikirkan lagi, Ayah. Malam ini aku akan pulang di rumah Cassandra, setidaknya aku pamit sama dia,'' ucap Yunan dengan suara berat.
Tidak masalah, Erlan pun setuju dengan jawaban Yunan dan mengijinkan pria itu untuk pulang ke rumah Margareth. Namun, harus pulang ke rumah mewahnya sebelum pergi ke luar negeri.
''Ini alamat apartemen yang ada di dekat kantor ayah. Kalau kamu gak mau pulang, tidur di sana saja.'' Memberikan sebuah kertas pada Yunan lalu keluar. Membiarkannya untuk menenangkan diri.
''Bagaimana dengan Yunan, Mas?'' Layin menoleh ke arah pintu kamar Yunan yang sedikit terbuka.
''Dia butuh sendiri, lebih baik kamu dan Laurent pulang saja dengan ayah, aku yang akan menemani dia.'' Mencium kening Layin dengan lembut. Mengantarkan istri dan putrinya keluar dari rumah menuju mobil. Membantunya memasukkan tas ke dalam bagasi, tak lupa melambaikan tangan.
Kini, di rumah sederhana itu hanya ada Erlan dan Yunan. Mereka duduk di tepi ranjang. Saling diam dengan pikiran masing-masing.
''Ayah anterin kamu pulang ya? Takutnya nanti kemalaman,'' kata Erlan kembali membujuk.
''Aku bukan anak kecil lagi, Ayah. Aku bisa nyetir sendiri,'' ucap Yunan malu.
Bagaimana bisa ia diperlakukan seperti anak kecil yang harus diantar ke mana-mana, memalukan. Padahal sudah dewasa, berani ke manapun dan kapanpun. Menjelajah kota pun sudah menjadi kebiasaannya saat mengantar Cassandra kerja.
Erlan memberikan kunci mobil pada Yunan lalu beranjak, menyungutkan kepalanya ke arah luar, memberi kode untuk segera pergi.
Pertama kalinya, Erlan naik mobil dengan Yunan. Sungguh, momen yang perlu di abadikan sebelum mereka akhirnya berpisah dengan jarak yang cukup jauh. Sebab, rencana ia akan memberangkatkan sang putra ke Amerika Serikat dan akan memilih universitas terbaik di sana. Tak tanggung-tanggung rela membobol banyak biaya demi masa depan pria tersebut.
Mengantarkan Erlan pulang. Menyalip beberapa mobil yang menurutnya berjalan lelet hingga tiba di depan rumah lebih dulu. Mendahului mobil yang ditumpangi sang kakek.
''Hati hati! Nanti langsung konfirmasi, biar ayah secepatnya mengurus keberangkatanmu.''
Yunan mengangguk yakin. Mengusir rasa ragu yang masih menyelimuti. Melajukan mobilnya menuju rumah Cassandra. Mungkin, ini adalah malam terakhir ia menginap di rumah sang istri, setelah itu akan tinggal di apartemen sebelum berangkat ke luar negeri.
Baru saja memarkirkan mobil di depan rumah, satpam yang berjaga berhamburan menghampiri Yunan yang baru saja turun. Dua orang berseragam putih nampak kagum dengan kuda besi yang dinaiki sang majikan.
''Mobil baru, Tuan?'' tanya salah satu satpam sembari mengusap kacanya.
''Bukan, minjem sama teman,'' jawab Yunan santai.
Percuma saja mengatakan yang sejujurnya. Satpam itu juga tidak akan percaya, justru mereka akan menertawakannya dan dianggap mimpi.
''Baik bener temennya, sampai meminjamkan mobil semahal ini,'' timpal yang lainnya.
Yunan tak mengindahkan mereka. Ia langsung masuk ke rumah. Seperti biasa, melalui pintu samping, takut terkena omelan Margareth dan dua anaknya yang memang suka julid padanya.
''Cassandra di mana, Bi?'' tanya Yunan pada asisten rumah tangga yang sibuk membersihkan dapur.
''Mungkin sudah ada di kamar, Tuan, tadi ke sini minta dibuatkan teh.'' Menunjuk teh hangat yang siap diantar ke kamar.
''Biar aku yang antar.'' Mengambil teh itu dan langsung membawanya ke kamar sang istri. Selain ingin membicarakan kepergiannya, juga perpisahan yang sering diminta wanita itu.
Hampir tiga kali Yunan mengetuk pintu kamar Casandra, tidak ada sahutan dari dalam. Terpaksa ia membukanya perlahan. Matanya menyusuri ruangan yang sangat sepi. Namun, suara gemericik air dari kamar mandi menandakan bahwa penghuninya ada di sana.
Ia masuk dan duduk di sofa menunggu sang istri keluar. Sesekali memeriksa ponselnya. Membaca pesan dari Layin tanpa membalasnya. Masih kesal karena tadi membela Sastro yang jelas-jelas pernah menyakitinya.
''Aaaaa…''
Suara jeritan mengejutkan Yunan. Sontak pria itu melompat dan membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk. Menghampiri sang istri yang menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
''Ada apa, Sayang?'' tanya Yunan ikut panik.
''Kecoa,'' ucapnya sembari menunjuk ke arah bak mandi yang sudah diisi air penuh. Menggeser tubuhnya berlindung di dada bidang Yunan.
Bukan mengikuti arah jari Cassandra menunjuk, Yunan justru fokus dengan tubuh sang istri yang dibalut dengan handuk kecil dan hanya menutupi area sensitif saja. Andai saja ia bisa memiliki seutuhnya, pasti akan menjadi pria yang paling bahagia, sayang sekali itu hanya… mimpi yang tak akan terwujud.
''Kecoanya sudah pergi, buka mata kamu.'' Yunan mundur satu langkah. Menghindari sentuhan Cassandra yang membuatnya terhanyut. Kembali pada niatnya yang dari tadi sudah direncanakan.
''Aku tunggu di depan, kita harus bicara.'' Keluar lebih dulu meninggalkan Cassandra.
Kembali duduk di tempat semula. Tak lama Cassandra menyusul dan duduk di depan cermin. Lumayan jauh, namun masih bisa bercakap.
''Besok aku akan pergi dari sini,'' ucap Yunan mengawali pembicaraan.
Sejenak, Cassandra kaget dan berpikir keras, kemudian tertawa dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Menoleh ke arah Yunan yang memunggunginya. Mendekati pria itu dan menanti ucapan selanjutnya.
''Itu artinya kamu setuju menceraikanku, 'kan?" tanya Cassandra memastikan.
Yunan mengangguk. ''Mungkin bukan aku sendiri yang urus, tapi aku pastikan surat cerai akan segera datang padamu,'' ungkap Yunan dengan hati yang begitu terasa nyeri.
Tersenyum kecil lalu pergi membawa hati yang penuh dengan luka. Akhirnya, pernikahan yang dipertahankan itu runtuh juga. Impian-impian yang selalu melintas kini hanya akan menjadi kenangan. Hanya waktu yang akan mengubah segalanya menjadi lebih baik.
pintar tp dungu
ya sdh ego saja yg kau gunakan mentang2 kaya trs bgtu bertindak yg katanya sesuai nalar, poligami itu berlaku kl manusia benar 2 adil, lhah km memilih utk emosi? bkn kata hati hrs bisa bedakan ya