Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasi Goreng Sosis
Siapa lagi Laila? Kenapa Mas Leo tidak pernah menceritakannya padaku?
Saat pertanyaan itu bergemuruh dalam hatinya, Reca terkejut saat perempuan di hadapannya memberikan selembar kertas kosong.
"Datang ya! Besok aku menikah," ucap Mba Ara.
"Menikah?" tanya Reca sambil menerima kertas kosong dari Mba Ara.
"Iya. Reca datang ya sama Mas Leo," ucap Mba Ara.
Saat Reca memperhatikan kertas kosong di tangannya, Leo segera menarik tangan istrinya.
"Siap Mba. Nanti saya datang sama istri saya. Sekarang kami pamit dulu ya," ucap Leo.
"Oke. Laila tunggu ya!" ucap Mba Ara.
"Ini apa, Mas?" tanya Reca sambil memberikan selembar kertas kosong itu pada Leo.
Leo menerima kertas kosong itu. Ia berniat menjelaskan apa yang terjadi pagi ini. Namun belum terbuka mulutnya, Reca sudah kembali menggerutu.
"Di kantor ini kenapa sih? Sudah ada Mba Ara dengan segala ceritanya. Kenapa sekarang ada lagi Laila. Siapa dia? Kenapa Mas gak cerita sama aku? Dia juga sama gak waras? Ada berapa perempuan lagi yang gak waras di kantor ini, Mas?" tanya Reca bingung.
Reca sudah menatap Leo dengan tajam. Dari tatapannya, Leo dapat mengerti jika perempuan yang sangat ia cintai itu menuntut penjelasan darinya.
"Aku tidak tahu akan ada berapa lagi orang yang kamu maksud. Tergantung moodnya dia mau jadi siapa," jawab Leo.
Jawaban yang membuat Reca semakin bingung. Namun akhirnya Reca mengerti jawaban Leo. Laila adalah Mba Ara yang selama ini diceritakannya. Sebelum kejadian bunuh diri sebenarnya Mba Ara sudah pulih. Namun mentalnya kembali terganggu. Sekarang ia meyakini bahwa dirinya adalah Laila.
Setahu Leo, Laila adalah nama perempuan yang dihamili oleh mantan pacar Mba Ara. Perempuan yang berhasil menggagalkan rencananya. Perempuan yang kini membuatnya depresi.
"Ya Tuhan, kasihan sekali dia. Padahal cantik loh," ucap Reca.
Bukan hanya Reca, di hati yang paling dalam Leo juga kasihan pada Mba Ara. Hanya saja keberadaan Mba Ara selalu menjadi masalah dalam rumah tangganya. Sehingga Leo selalu membuang jauh-jauh perasaan ibanya.
"Mas, dia itu harus ditemani. Dia butuh teman bicara," ucap Reca.
Ya, ucapan Reca sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Pak Alam. Hanya saja Pak Alam terlalu berlebihan karena sempat meminta Leo untuk menikahi Mba Ara. Bukan tanpa alasan, setelah depresi hanya Leo yang bisa mengajak Mba Ara berkomunikasi dengan baik.
Agar Reca mengerti posisinya, Leo pun menjelaskan semuanya. Reca pun mengerti dan tidak menyalahkan Pak Alam. Mungkin semua ayah akan melakukan hal yang sama dengannya.
"Aku bisa ketemu sama Pak Alam gak?" tanya Reca.
"Mau ngapain?" Leo balik bertanya.
Leo panik. Takut jika Reca marah pada Pak Alam karena sudah sempat memintanya menikahi Mba Ara. Namun setelah tahu niat Reca, Leo mencoba menghubungi Pak Alam dan mencoba menjelaskan keinginan Reca.
"Tunggu di sana. Nanti pulang nganterin Ara, aku ke sana." Pak Alam mengakhiri panggilan.
Sekitar satu jam, pintu ruangan Leo diketuk. Setelah dipersilahkan Pak Alam masuk ke ruangan Leo. Tersenyum ramah pada Leo dan Reca.
"Ini istrimu?" tanya Pak Alam.
"Iya Pak," jawab Leo.
Reca segera mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. Pak Alam nampak berkaca saat mendengar langsung jika Reca ingin menemani hari-hari anaknya yang tengah depresi itu.
"Entah apa keberuntunganku sampai Tuhan mengirimkan malaikat baik hati dalam hidupku. Reca, terima kasih banyak sebelumnya. Kamu jangan khawatir, ada orang suruhanku yang selalu menjaga Ara. Kamu jangan khawatir masalah keselamatanmu ya," ucap Pak Alam.
Leo saja sampai lupa akan keselamatan istrinya. Ia baru ingat kalau Mba Ara sempat ingin bunuh diri sebanyak dua kali. Bukan tidak mungkin terjadi hal-hal yang tidak dikenalnya pada istrinya. Namun sekarang sudah terlanjur. Ia sudah bicara dengan Pak Alam.
Membuang pikiran buruk tentang hal itu, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri kalau Pak Alam akan menjaga Reca. Ia sudah pasti mengerahkan orang suruhannya untuk keselamatan mereka berdua.
"Sekarang Mba Aranya mana?" tanya Reca.
"Sudah aku bawa ke rumah," jawab Pak Alam.
"Bisa antarkan saya ke rumah Bapak?" tanya Reca.
Leo dan Pak Alam saling menatap. Mereka tidak menyangka jika kesungguhan Reca begitu kuat. Bahkan Reca meminta bertemu lagi dengan Mba Ara hari ini.
"Besok saja. Haru ini aku ada meeting. Aku rasa Leo juga masih banyak pekerjaan," jawab Pak Alam.
Ingin benar-benar menunjukkan keseriusannya, Reca bahkan meminta alamat Pak Alam dan akan pergi sendiri menggunakan jasa gojek.
"Nanti sore saja sama Leo, gimana?" ucap Pak Alam mencoba negosiasi.
"Kenapa gak sekarang? Saya juga bosan kalau harus menemani Mas Leo yang sibuk kerja," ucap Reca.
Pak Alam melihat ke arah Leo. Seolah meminta jawaban. Saat Leo terlihat menganggukkan kepala, Pak Alam akhirnya menelepon sopirnya untuk mengantarkan Reca bertemu dengan Mba Ara.
Saat dalam perjalanan, Reca bertanya banyak hal tentang Mba Ara. Mulai dari makanan kesukaan, warna favorit atau tempat yang paling disukainya. Setelah mengumpulkan beberapa data, Reca mengingatnya untuk bahan pendekatan dengan Mba Ara.
"Mari Bu. Sudah sampai," ucap sopir setelah mobil terparkir di depan rumah besar berwarna putih.
"Terima kasih Pak," ucap Reca.
Reca mengikuti langkah sopir itu hingga bertemu dengan orang bertubuh besar berdiri di depan sebuah pintu.
"Ibu Reca?" tanya orang itu.
"Iya," jawab Reca.
Pintu yang terkunci itu dibuka. Ruangannya sangat berantakan. Ukurannya besar tapi hanya ada beberapa benda saja di sana. Kasur yang tergeletak di lantai, dua buah bantal, selimut dan beberapa boneka berserakan. Rasanya sangat berbeda dengan nuansa mewah di setiap sudut ruangan rumah itu.
"Halo Mba Laila," sapa Reca.
"Laila? Kenapa kamu tahu dia? Dia itu perempuan jahat. Perempuan yang sudah merebut kebahagiaanku. Apa kamu kenal sama dia? Apa kamu sengaja datang ke sini disuruh sama dia?" tanya Mba Ara dengan amarah yang membuncah.
Melihat Mba Ara marah, orang yang membuka pintu itu segera menarik tangan Reca. Menghalangi Mba Ara yang melemparkan beberapa boneka ke arah Reca.
"Gak apa-apa Pak, biarkan saja. Saya gak takut kok," ucap Reca.
Reca melihat benda-benda di ruangan itu tidak berbahaya. Ia merasa berani untuk mendekati Mba Ara. Badan Mba Ara memang lebih besar, namun entah mengapa ia berani berlari dan memeluk perempuan dengan emosi yang tidak terkontrol itu.
"Mba, aku mau ngajak makan. Kita buat nasi goreng sosis ya!" bisik Reca.
Laki-laki bertubuh besar itu terkejut saat melihat Mba Ara tiba-tiba melemah. Amarahnya seketika hilang dan tersenyum. Namun saat Reca membawa Mba Ara keluar dari ruangan, laki-laki itu menariknya.
"Jangan Bu! Ini aturan dari Pak Alam. Biarkan Mba Ara tetap berada di sini," ucap laki-laki itu.
Mba Ara menatap Reca dengan tatapan sedih. Ia mengerti apa yang dikatakan laki-laki yang sering ditemuinya itu. Sorot matanya seolah meminta bantuan Reca agar bisa keluar dari ruangan itu.
maaf ya
semangat