Ketika wabah zombie mulai menyebar di sekolah, Violetta berusaha keras untuk menahan perasaannya. Luka hatinya akibat perselingkuhan Zean dan Flora masih segar, dan kini dia terjebak dalam situasi hidup dan mati yang mengharuskan dia untuk tetap fokus. Namun, perasaan sakit hati itu tetap menghantui, mengganggu konsentrasinya setiap kali dia melihat Zean atau Flora di dekatnya.
Di tengah situasi yang genting, Arshanan, cowok yang dikenal dingin dan tidak banyak bicara, justru menunjukkan perhatian yang mengejutkan. Meski jarang berbicara, ia selalu ada di sekitar Violetta, seolah memastikan gadis itu baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puja Andriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 03
Mereka berjalan menyusuri koridor dengan langkah cepat namun hati-hati, menyelinap melewati setiap sudut yang terasa seperti jebakan. Geraman samar dan teriakan jauh di belakang mereka mengingatkan bahwa bahaya bisa datang kapan saja.
Namun, di antara semua kekacauan itu, genggaman tangan kedua nya tetap erat, seolah menjadi sebuah pengingat bahwa mereka harus saling menjaga untuk bertahan hidup.
Di tengah langkah kaki yang terburu-buru itu, Arshanan tiba-tiba saja berhenti. Violetta baru saja ingin bertanya namun ketika ia mengarahkan matanya ke satu arah yang sama dimana Arshanan menatap, Violetta sontak menahan napas persis seperti yang dilakukan Arshanan. Cowok itu segera mengisyaratkan Violetta untuk tetap tenang sementara kepala Arshanan kini menatap ke sekeliling demi mencari jalan lain sebab kini di ujung koridor di depan mereka, terlihat sekelompok teman mereka yang sudah berubah menjadi zombie, berjalan dengan langkah terseret-seret tanpa arah. Seragam sekolah mereka sudah dipenuhi oleh bercak darah, suara napas yang berat terdengar bersama dengan suara geraman.
Arshanan dan Violetta perlahan bergerak mengambil langkah mundur selagi zombie-zombie itu belum menyadari keberadaan mereka.
"Kita harus cari jalan lain untuk keluar dari sekolah ini," gumam Arshanan dengan nada berbisik.
Kedua nya hampir berhasil melarikan diri dengan aman. Namun, saat Arshanan menoleh lagi untuk memastikan jalan keluar yang aman, ia malah bersitatap dengan salah satu zombie di ujung kerumunan.
Tatapan penuh nafsu primal seperti predator yang baru saja menemukan mangsa nya, zombie itu dengan suara geraman serak yang menyeramkan seolah memberi sinyal pada gerombolan zombie lainnya yang sontak membuat seluruh zombie yang berada disana mengetahui keberadaan Arshanan dan Violetta.
"Lari!" Arshanan berseru seraya menggenggam tangan Violetta lebih erat.
Zombie-zombie itu berlari ke arah mereka dengan gerakan liar dan tak terkendali, seolah dipacu oleh naluri berburu yang tak terpuaskan. Suara langkah kaki berat mereka menggema di sepanjang koridor, berpadu dengan suara geraman yang terdengar mengerikan.
Arshanan membawa Violetta berlari dengan seluru kekuatannya, melarikan diri secepat mungkin melewatin lorong-lorong sekolah yang kini terasa seperti labirin tanpa akhir. Violetta sendiri berusaha mengikutin langkah Arshanan, tapi tubuhnya bergetar dan napasnya mulai tersenggal-senggal.
"Arshanan... Gue gak kuat!" Violetta mengeluh di tengah kepanikannya.
"Jangan berhenti! Gue gak akan ninggalin lo!" Arshanan menyahut tanpa menoleh, suaranya terdengar tegas namun penuh tekanan.
Zombie-zombie itu semakin dekat. Ketika Arshanan melihat pintu ruang peralatan olahraga di sisi kanan koridor, ia membuat keputusan cepat, "Ayo kita ke sana!" Arshanan membuka pintu dan mendorong Violetta masuk.
Arshanan segera mengunci pintu dengan tangan yang gemetar, kemudian ia menyandarkan tubuhnya ke daun pintu untuk menenangkan napasnya yang memburu. Suasana di dalam ruangan itu terasa tegang dan mencengkam.
Sementara itu, Violetta yang berdiri di dekat dinding tampak terpaku di tempatnya. Matanya terlihat nanar, kedua tangannya disisi tubuh mengepal erat setelah melihat Zean dan Flora di sisi ruangan yang sama sedang berpelukan.
Arshanan bergeming di posisinya, napasnya masih tersenggal-senggal. Ia memperhatikan tiga orang yang berada di ruangan yang sama dengannya secara bergantian tanpa berkomentar apapun, Arshanan tidak ingin ikut campur.
Sementara Zean yang sedang mencoba menenangkan Flora yang sedang menangis ketakutan di dalam pelukannya terlihat terkejut setelah menyadari keberadaan Violetta. Pelukan mereka segera di akhir.
"Vio... Kamu gak papa?"
Zean baru saja mengambil satu langkah untuk mendekati gadis itu namun langkah berikutnya segera di tahan oleh kalimat bernada bergetar dan penuh amarah dari Violetta, "Stop! Jangan deketin gue!" Violetta membuang wajahnya, segera mengusap air matanya yang menetes dan menggigit bibir nya agar tidak mengeluarkan isakan. Sumpah demi apapun, Violetta sungguh sangat sakit hati melihat bagaimana Zean begitu perhatian dan menjaga Flora, selingkuhannya.
Sementara itu, Flora yang masih berdiri di sudut ruangan, mengusap air matanya, menatap kearah Violetta dengan sorot mata penuh penyesalan namun ia memilih untuk tidak mengatakan apapun.
Arshanan mendengus pelan, merasa di situasi yang sedang terjadi saat ini sungguh tidak tepat bagi mereka untuk membicarakan persoalan percintaan, "Kalau kalian mau drama, simpan dulu. Kita punya masalah yang lebih besar di luar sana," kata Arshanan terdengar sarkastik, menyela Zean yang baru saja membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu.
Violetta sontak mengusap air matanya yang baru saja mengalir, ia tidak menyahuti perkataan Arshanan. Sementara itu Zean tidak jadi mendekati Violetta. Ia hanya menghela napas, bergeming di tempatnya berpijak sekarang.
Kemudian, suara dentuman dari pintu di belakang Arshanan mengangetkan mereka semua. Meski pintu itu tidak sampai terbuka, namun suara keras yang terdengar seolah ingin mendrobrak pintu dari luar.
Arshanan sontak berbalik, kedua tangannya mencoba menahan pintu agar tetap tertutup, "Sial,"bisiknya sambil terus mencoba menahan dorongan dari luar.
Atmosfir di ruangan olahraga itu tiba-tiba diliputi ketegangan. Mata Violeta membulat, terbelalak, tubuhnya menjadi kak di tempatnya berdiri. Sementara itu Flora terlihat mencengkram tangan Zean dengan gemetaran. Namun Zean segera melepaskan cengkraman Flora untuk segera membantu Arshanan menahan pintu.
Zean mendorong tubuhnya ke pintu yang kembali bergerak dan suara geraman terdengar mengerikan dari baliknya. Flora menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menahan isak, ia sangat takut sekarang. Sementara itu Violetta masih berdiri kaku di tempatnya, masih terlalu terguncang untuk bergerak.
"lebih kuat lagi menahannya, Nan!" Zean dengan keringat dingin yang sudah membanjir dahinya sama seperti Arshanan berseru.
Sementara suara derak pintu yang menggema seakan berhasil menyentakkan Violetta, mengembalikan kesadarannya. Matanya bergerak cepat menatap ke sekeliling dengan panik, berusaha menemukan sesuatu yang mungkin bisa membantu Arshanan dan Zean yang masih bersusah payah dan berjuang menahan pintu.
Ketika ia menemukan sebuah meja berat di sudut ruangan, Violetta segera melangkah ke arahnya dan mulai menarik meja itu dengan sekuat tenaga. Tubuhnya masih gemetar, tapi ia terus memaksa dirinya untuk tidak berhenti.
Flora yang awalnya hanya berdiri terpaku seraya menangis, segera tersadar dan mencoba membantu Violetta, "Biar gue bantu...."
"Enggak usah!" Violetta segera menolaknya dengan tajam, suaranya penuh dengan amarah terpendam. Ia menatap Flora dengan tatapan dingin, " Gue gak butuh bantuan lo dan lo mending pergi jauh dari gue."
Mendengar penolakan Violetta tentu saja membuat Flora tertegun. Flora rasanya seperti tertampar oleh semua kalimat yang Violetta lontarkan.
Seolah tidak peduli dengan ekspresi sedih yang ditunjukan Flora, Violetta akhirnya berhasil menarik meja itu dengan susah payah ke arah pintu, "Ayo kita ganjal pintunya dengan meja ini!" Kata Violetta kepada Arshanan dan Zean.
Arshanan dan Zean lantas bergerak cepat. Memposisikan meja itu di depan pintu untuk menahan tekanan dari luar.
Napas Violetta memburu, keringat dingin membasahi wajahnya. Namun ia merasa lega melihat meja itu sudah menahan pintu untuk sementara waktu.
"Meja itu nggak bakal bertahan lama" Zean mengusap wajahnya dengan gusar.
"Kalau begitu kita harus mencari cara untuk segera keluar dari sini secepatnya," sahut Arshanan, " Kita juga butuh senjata," Arshanan menatap kesekitar dengan cepat, kemudian ia melangkah menuju lemari pelaratan olahraga di sudut ruangan, berharap akan menemukan sesuatu yang berguna.
Arshanan membuka lemari itu, membongkar sisinya dengan serius. Di dalam lemari, Arsahanan menemukan berbagai alat olahraga seperti tongkat baseball, raket tenis, bola basket dan beberapa barang lainnya.
"Kita bisa menggunakan ini" Arshanan melemparkan tongkat baseball pada Zean dan cowok itu menangkapnya dengan mudah. Kemudian ia juga mmberikan tongkat baseball lainnya pada Flora dan Violetta sehingga kini masing-masing dari mereka memegang tongkat baseball sebagai senjata untuk melindungi diri.
"Sekarang kita tinggal cari cara untuk keluar dari sini" kata Zean.
Dengan suara bergetar dan agak ragu, Flora bersuara, "Bagaimana kalau kita keluar dari jendela?"
Arshanan tidak mengatakan apapun atas usulan yang di berikan Flora, namun langkahnya terayun mendekati jendela kaca yang mengarah ke belakang sekolah itu. Menatap keluar sejenak untuk memastikan tidak ada ancaman di sekitar sebelum akhirnya ia memukulkan tongkat baseball ditangannya ke jendela kaca dengan keras.
Zean, Violetta dan Flora terkejut mendengar suara pecahan kaca tersebut. Sementara Arshanan segera menoleh pada yang lain dengan wajah serius, "Ayo, satu per satu. Kita harus bergerak cepat."
Zean menjadi orang pertama yang maju lebih dulu, memeriksa bagian bawah jendela untuk memastikan tidak ada pecahan kaca yang bisa melukai mereka, "Hati-hati saat keluar, jangan sampai nginjek pecahan kaca'"
Flora jadi yang kedua. Dengan bantuan Zean yang sudah berada di luar, ia melangkah dengan hati hati melewati pecahan kaca dan berhasil kelar juga.
Violetta yang melihat bagaimana sikap Zean saat membantu Flora tadi menjadi lebih kesal dan sakit hati.
"Violetta, giliran lo!" Namun suara Arshanan segera mengalihkan perhatiannya. Dengan raut sebal ia segera bergegas melewati jendela untuk menyusul Zean dan Flora. Arshanan menjadi orang terakhir yang keluar dengan mudah.
"Sekarang kita kemana?"
Pertanyaan yang di ajukan Violetta belum sempat di jawab sebab mereka berempat sudah lebih dulu dikejutkan dengan beberapa Zombie berseragam yang sama dengan yang mereka kenakan sedang melangkah mendekat.
"Ayo, kita harus segera pergi dari sini!"