Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Munafik
Semalaman Pandu tak bisa memejamkan matanya. Gelisah memikirkan keputusan apa yang akan diambilnya.
Keputusan yang dua duanya adalah pilihan yang sangat sulit.
Melangkah gontai keluar kamar dan melihat Risma yang tengah meringkuk di kasur yang ada diruang televisi bersama anak anaknya.
Pandu menatap lekat wajah istrinya yang tertidur pulas dengan hati yang dia sendiri tidak mengerti dengan apa yang dirasakan.
Selama menikah, Pandu belum pernah sekalipun menatap wajah Risma dengan begitu dekat.
Dengan perasaan tak menentu, Pandu terus memperhatikan Risma yang sedang tertidur pulas.
Perasaan yang biasanya hampa kini berganti rindu yang membuncah.
Perasaan yang biasanya datar, tiba tiba berubah bergetar seiring detak jantungnya yang tiba tiba tak beraturan.
"Harusnya perasaan ini hadir semenjak dulu, agar apa yang terjadi saat ini tidak pernah ada.
Harusnya aku lebih bisa menahan keinginan untuk kembali memiliki Clara. Maafkan aku, Ris."
Pandu bergumam lirih dan mulai ikut merebahkan tubuhnya di samping Risma dengan berlahan.
Sesuatu yang belum pernah sama sekali Pandu lakukan selama ini.
Selalu Risma lah yang pertama kali mendatangi dirinya. Tapi kini, Pandu melakukan apa yang harusnya dia lakukan dari dulu.
Terdengar adzan subuh. Risma terbangun dan membuka matanya, kaget dengan keberadaan Pandu yang sudah ada disampingnya dengan posisi miring yang menatap wajahnya dengan senyuman manis.
"Mas!"
hanya kata itu yang keluar dari mulut Risma untuk laki laki yang kini tengah menatapnya penuh rindu.
Risma segera bangkit dari tidurnya, namun dengan cepat Pandu mencekal lengannya.
"Tetaplah disini, ini perintah dari suami kamu!
Kita masih sah suami istri, jangan membantah ku untuk kali ini." Pandu berucap tegas dan mengingatkan Risma akan posisinya saat ini, istri yang masih mentaati suaminya. Karena hubungan mereka masih sah suami istri.
Risma terdiam, dan menarik nafasnya dalam, sebelum mengeluarkan kata katanya.
"Tolong, jangan bahas apapun saat ada anak anak diantara kita, Mas!"
Risma mendengus kesal, dan tetap memilih beranjak dari tempatnya.
"Sudah subuh, biarkan aku melakukan kewajiban ku." sambung Risma dan pergi begitu saja, membiarkan Pandu terdiam sendirian tanpa sepatah kata pun.
Risma mengatur nafasnya, berusaha untuk menghilangkan sesak di dadanya. Tidak ingin hanyut dengan perasaan. Melangkah menuju kamar mandi yang ada di kamarnya, mengguyur tubuhnya dengan air hangat.
"Harusnya kamu lakukan ini dari dulu, Mas!"
Risma bergumam dalam guyuran air shower yang kian menderas membasahi tubuhnya.
Setelah selesai melakukan aktifitasnya di dalam kamar mandi, Risma keluar dan Pandu sudah ada di depan pintu kamar mandi dengan tatapan yang tak biasa.
Tak ingin perduli, Risma melewati Pandu begitu saja, namun lagi lagi Pandu mencekal lengannya dan menarik Risma dalam pelukannya.
Hasrat yang sudah ditahannya dari beberapa hari yang lalu, ingin Pandu salurkan pagi ini.
"Hentikan, Mas! aku tidak mau kamu sentuh.'' tolak Risma yang terus memberontak dalam tangis, namun seolah Pandu tidak mau perduli dengan penolakan Risma.
Sekuat apapun Risma ingin melepaskan diri, tetap tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan tenaga Pandu yang memang terlatih dan kekar.
"Kenapa kamu lakukan ini padaku, Mas?" tanya Risma dengan air mata yang masih menetes di pipinya setelah melayani Pandu dengan terpaksa.
"Maafkan aku!" hanya kata itu yang keluar dari mulut Pandu yang kini tengah menatap wajah istrinya dengan perasaan bersalah.
"Sampai kapan, kamu terus menyiksaku dengan semua ini, Mas?
Saat kamu memasukkan wanita lain dalam hubungan kita, saat itu pula kamu ingin menarik ku dalam cinta semu yang kamu tawarkan. Aku lelah, sangat lelah menghadapi kamu."
Risma tak lagi punya tenaga untuk bicara, hatinya terlalu sakit dengan perlakuan Pandu yang sudah mengoyak harga dirinya sebagai seorang wanita.
Terlihat Pandu menarik nafasnya dalam, lalu membenarkan posisinya dan menatap Risma dalam.
"Aku tidak akan menceraikan kamu, semua gaji akan masuk ke rekening kamu beserta tunjangannya, dan besok kita akan memindahkan aset atas nama kamu. Aku janji akan memperbaiki hubungan di antara kita dan memulainya dari awal. Tolong maafkan aku yang terlambat menyadari keberadaan kamu di hatiku." Sahut Pandu tegas dan membuat Risma mengerjapkan matanya tak percaya.
"Apa kamu sudah memikirkan baik baik keputusan kamu ini, Mas?" Risma ingin memastikan apa yang diucapkan suaminya, dengan mencari kebenaran di kedua matanya, Risma menemukan itu di dalamnya.
"Aku sudah memikirkan semalaman. Kamu dan anak anak berhak mendapatkan itu semua." sahut Pandu yakin dengan senyuman tipis terukir di bibirnya.
Risma tersenyum miring, entah kini apa yang ada di dalam hatinya, bukannya bahagia tapi justru jantungnya terasa ditikam oleh belati tajam, sakit yang teramat sangat. Awal dia harus menjalani, hubungan poligami yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun Risma sudah menyiapkan hati dan hidupnya untuk itu.
"Lalu dengan apa kamu menafkahi istri muda mu, jika semua kamu berikan padaku? Apakah kamu tidak takut dia akan meninggalkan kamu, Mas?"
Balas Risma ingin tahu jawaban apa yang akan dilontarkan Pandu atas pertanyaannya.
Pandu terdiam, memilih beranjak dari tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan istrinya.
"Sebaiknya kita mandi dulu, masih ada waktu untuk sholat subuh." Sahut Pandu yang sudah berdiri di sisi ranjang.
"Mas saja yang duluan." sahut Risma tanpa menoleh dan menaikkan selimut menutupi seluruh tubuhnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Setelah selesai melaksanakan sholat subuh, Risma beranjak keluar kamar, dan mulai menyiapkan sarapan seperti biasa, dan Pandu mengikutinya dari belakang, terus menatap apa yang dilakukan istrinya hingga Risma selesai melakukan pekerjaannya dan menu sederhana pun sudah siap ia sajikan di meja makan. Telur dadar, tempe goreng dah udang goreng tepung jadi menu sarapan untuk keluarga kecilnya.
"Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan ku, Mas?"
Risma kembali membuka obrolan setelah selesai mengerjakan tugasnya, dan duduk dihadapan Pandu yang tengah menyesap kopinya.
Pandu mendengus kesal, karena Risma seolah ingin terus membuat keadaan tidak nyaman.
"Tidak perlu di bahas, Ma! jika semua itu membuat kamu pada akhirnya sakit hati. Aku sudah menuruti mau kamu. Biarkan Clara menjadi urusanku." Sahut Pandu datar dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Maaf, aku lupa. Saat menikah pun aku juga tak harus tau, mungkin kamu juga sudah menyiapkan dana kusus untuknya yang aku tidak tau. Beruntung sekali wanita mu itu!"
Gumam Risma sengit dengan tatapan tajam yang diarahkan pada Pandu yang mengusap wajahnya kasar.
"Dana apa lagi?
Dana yang seperti apa yang kamu maksud, Ma?
Bukankah aku sudah bilang sama kamu, gaji dan semua tunjangan akan masuk ke rekening kamu, semuanya!
Untuk Clara, bahkan aku belum tau, bagaimana aku harus menyampaikan ini semua. Tapi aku tau, kamu dan anak anak yang berhak menerima semua itu. Makanya aku bilang, biar Clara menjadi urusanku. Mau tidak mau dia juga harus menerima keadaan ini.
Sudah, jangan dibahas jika kita sedang berdua, itu akan menambah sakit hati kamu."
Pandu menarik nafasnya dengan tatapan lekat yang diarahkan pada sang istri yang terdiam mendengar ucapannya.
"Munafik!"
Sungut Risma di dalam hatinya.