Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Meminta Izin
“Agnes! Kamu mau ke mana?” tanya Mama Agnes.
“Aku ada janji dengan temanku.” Jawab Agnes santai.
“Jangan membuat masalah!”
“Aku tahu, Ma. Aku tidak akan membuat masalah.”
“Beruntung Papa mu sedang tidakada di rumah. Kalau dia ada di rumah, kamu tidak akan bisa keluar!”
“Bukankah masih ada Mama?”
“Mama tidak bisa terus-terusan menutupi kesalahanmu!”
“Tenang saja, Ma. Aku tidak akan merepotkanmu, jika aku sudah bisa mendapatkannya.”
“Apa maksudmu?”
“Tidak ada.”
Agnes mencium pipi sang mama dan pergi begitu saja. Saat ia keluar dari gerbang rumah, sudah ada mobil yang menunggunya. Segera Agnes masuk ke dalam mobil dan melakukan perjalanan ke kota S.
Sesampainya di kota S, Agnes memesan kamar di hotel yang sama dengan Atthara. Ia sudah tahu kegiatan Atthara selama di kota S, sehingga ia akan menjalankan rencananya sesegera mungkin.
Sementara itu, Lulu yang dengan setia menunggu Atthara di ruangannya sedang berbalas pesan dengan Ningsih yang mengabarkan jika atap dapur bocor setelah hujan deras yang melanda semalaman. Lulu mengatakan akan mengirimkan sejumlah uang untuk memperbaiki dapur.
“Risa.”
“Ya, Nona Muda.”
“Apakah ada ATM terdekat?”
“Ada di minimarket dekan kantor. Apakah Nona Muda mau ke sana?”
“Ya. Bisakah kamu mengantarkan aku ke sana?”
“Tentu saja.”
“Terima kasih.”
Lulu menghubungi Atthara yang keluar Bersama manajer Purba, tetapi tidak kunjung diangkat. ia mencoba sekali lagi, tetapi masih tidak diangkat.
“Risa, kita tunda ke ATM nya karena Mas Attha tidak mengangkat teleponnya.”
“Bukankah Nona Muda bisa pergi dengan saya saja?” tanya Risa tidak mengerti mengapa harus menghubungi Atthara.
“Ya, memang pergi Bersama kamu bisa. Tetapi aku harus mendapatkan izin dari Mas Attha untuk melakukannya.” Risa mengangguk, walaupun ia masih tidak mengerti maksud Lulu yang meminta izin kepada Atthara.
Sebagai istri atasan, ke manapun tempat yang ingin dituju sudah pasti akan ia antarkan karena Atthara telah menyerahkan keselamatan Lulu kepadanya selama atasannya tidak ada di tempat. Atthara bahkan sudah memberikannya kewenangan untuk bertindak dalam melindungi istrinya. Tetapi Lulu justru hanya berdiam diri di ruangan Atthara selama seminggu ini.
Jika itu orang lain, mungkin waktu menunggu akan mereka gunakan untuk jalan-jalan atau berbelanja agar tidak bosan. Yang bosan justru Risa yang tidak melakukan apa-apa selama menemani Lulu membaca di ruangan Atthara.
“Kenapa kamu menghubungi?” tanya Atthara yang baru saja kembali.
“Aku mau izin ke ATM sebentar, Mas.”
“Pergi saja. Kamu bisa meminta Risa mengantarkanmu. Kenapa menungguku?”
“Ke manapun aku pergi, aku harus mendapatkan izinmu, Mas.”
“Aturan itu lagi?” Lulu hanya tersenyum.
“Baiklah! Aku mengizinkanmu pergi ke ATM Bersama Risa. Kamu juga bisa pergi Bersama Risa ke tempat lain selain ATM.”
“Terima kasih, Mas.” Lulu menyalami Atthara dan pergi Bersama Risa.
“Apakah ada masalah di panti?” tanya Atthara yang menghubungi Bobby.
“Ya. Baru saja Rizki melaporkan kalau atap dapur panti asuhan ambruk karena hujan semalaman.”
“Suruh orang untuk melakukan renovasi bangunan panti!”
“Baik, Bos!”
Atthara tersenyum. Lulu selama menemaninya di kantor hanya duduk di sofa, membaca buku, makan, sholat dan duduk lagi dengan patuh. Bahkan untuk ke ATM saja menunggunya memberi izin. Merenovasi panti adalah penghargaan untuk Lulu.
Lulu yang sudah selesai menrasfer sejumlah uang ke rekening Ibu Asih, memberikan kabar kepada Ningsih untuk mengambilnya dan meminta orang untuk memperbaiki atap dapur panti. Ningsih mengatakan akan segera melakukannya.
“Nona Muda ingin ke mana lagi?” Lulu melihat ke sekeliling.
“Kita ke sana!” tunjuk Lulu pada sebuah coffee shop.
“Baik.”
Risa mengiringi Lulu di belakang, tetapi Lulu memintanya untuk berjalan beriringan. Risa akhirnya menuruti kemauan Lulu dan berjalan beriringan ke coffee shop yang ada di seberang kantor Atthara.
“Nona Muda bisa menunggu di sini, biarkan saya yang memesan.”
“Tolong americano 1, green tea frappuccino 1, red velvet roll cake, chocolate stroop waffle, dan cinnamon roll. Kamu juga sekalian pesan, pakai ini.” Lulu menyerahkan kartunya.
“Tidak perlu, Nona Muda. Saya sudah memegang kartu dari Tuan Muda.” Lulu mengangguk.
Setelah semua pesanan selesai, Lulu dan Risa kembali ke kantor Atthara bertepatan dengan Agnes yang baru saja sampai di sana. Agnes mencoba menekan egonya untuk menunggu waktu yang tepat, sehingga tidak melakukan apapun pada Lulu.
Begitu sampai di ruangan Atthara, Lulu menyajikan apa yang dibelinya di meja suaminya. Atthara yang sedang membaca beberapa file, meletakkannya dan mulai menikmati camilan dan kopi yang Lulu sajikan.
“Besok aku ada waktu senggang. Apakah kamu mau jalan-jalan?” tanya Atthara.
“Kalau Mas tidak sibuk, aku tidak menolak.” Jawab Lulu sambil tersenyum.
“Baiklah. Besok aku akan membawamu jalan-jalan.”
“Kapan kita kembali, Mas?” tanya Lulu yang sedari kemarin belum tahu kepastian mereka kembali karena Atthara hanya mengatakan akan membutuhkan waktu lebih lama.
“Sekitar awal bulan. Aku masih harus menstabilkan koneksi cabang ini, jadi masih perlu waktu untuk kembali. Apakah kamu ingin kembali?” Lulu menggeleng.
“Aku hanya bertanya karena Nenek menghubungiku tadi.”
“Apa katanya?”
“Mas tidak boleh hanya bekerja saja dan mengabaikanku.”
“Benarkah?” Lulu mengangguk.
“Nenek juga mengingatkan tentang bulan madu yang Mas janjikan.”
“Astaga! Aku melupakannya. Bisa-bisa Nenek akan mengomeli setiap hari jika aku tidak berangkat sesuai janji!” gerutu Atthara.
“Katakan pada Nenek, setelah dari sini aku akan meminta Bobby untuk memesankan tempat bulan.” Imbuhnya.
“Baik, Mas.”
“Apa mungkin kamu memiliki tempat yang ingin kamu kunjungi?”
“Tidak ada.” Atthara mengangguk dan menghabiskan kopi miliknya sebelum kembali membaca dokumennya.
Sore hari, keduanya bersiap untuk kembali ke hotel. Selama perjalanan dari kantor menuju hotel, Atthara memejamkan matanya, membuat Lulu khawatir. Lulu tahu Atthara sering terbangun di Tengah malam dan berpura-pura tidur saat dirinya juga terbangun. Tetapi Lulu tidak berani bertanya karena dalam perjanjian, ia tidak diperbolehkan mengurusi privasi Atthara.
“Apa Mas baik-baik saja?” tanya Lulu saat mobil sudah sampai di hotel.
“Aku hanya merasa sedikit pusing.”
Lulu keluar dari mobil lebih dulu dan membuka pintu Atthara. Ia membantu Atthara berdiri dan memapahnya memasuki hotel. Rudi yang menawarkan bantuan, ditolak oleh Lulu dan mengatakan akan membawa suaminya ke kamar sendiri. Atthara tidak protes. Ia seperti sudah tidak ada tenaga untuk mengatakan apapun, sehingga hanya bisa mengikuti langkah Lulu yang kesulitan memapahnya karena perbedaan tinggi badan.
Sampai di kamar hotel, Lulu meminta Atthara untuk duduk di tempat tidur. Ia membantu Atthara melepaskan jas dan dasinya, lalu melepaskan sepatu dan kaos kaki. Setelah itu meminta Attahra untuk beristirahat.
“Apa Mas menginginkan sesuatu?”
“Tidak.”
“Aku akan membangunkan Mas saat makan malam nanti.” Lulu merapikan selimut suaminya dan pergi untuk membersihkan diri.