Morgan & Emily,
Perjanjian bisnis orang tua Morgan, memmbuat Morgan & Emily harus menikah.
"Walaupun pernikahan kita atas dasar org lain, tapi aku tidak ingin ada org lain dalam rumah tangga ini ketika nanti kita sah menjadi pasangan suami istri". ucap Emily
Menjadi seorang Wanita karir sekaligus seorang istri, Emily selalu berusaha membuat suaminya bahagia dan menjaga rumah tangganya ditengah-tengah kesibukannya mengejar target menjadi kepala rumah sakit dan menyelesaikan proyek pembangunan rumah sakit miliknya sendiri.
"Aku hanya ingin kau fokus dengan Rumah tanggal & kandunganmu Emily, aku tidak meminta kau berhenti bekerja setidaknya kurangi beban pekerjaanmu". ucap Morgan frustasi sambil mengacak-ngacak wajahnya dengan telapak tangannya
Disaat Hubungan dengan Suaminya mulai terbangun sebuah peristiwa mengubah segalanya & membuat Emily keluar dari rumah dan meninggalkan segalanya dalam keadaan mengandung
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GRACIA SYLIA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENEMUKAN EMILY
.
.
.
Hari ini Emily mendapat tugas dari rumah sakit untuk menjadi pembicara dalam seminar tang dihadiri oleh beberapa dokter dari 4 negara, termasuk salah satunya dari Indonesia.
Semua Rumah sakit yang pernah menjadi Emily bertugas mengakui bagaimana kinerja dan profesionalitasnya seorang Dokter Emily. Bahkan belum ada setahun ia kembali aktif menjadi Dokter namanya sudah menjadi perbincangan dikalangan tenaga medis beberapa rumah sakit.
Semua peserta seminar dan para kru sudah standby, acara pun dimulai dan kini Emily dipersilahkan naik ke podium memberi sambutan.
Semua mata menatap kagum pada Emily, ia menyapa peserta menggunakan 4 bahasa itu sekaligus.
Dokter Emily sedang menjelaskan prosedur medis dan mebahasa isu kesehatan yang lagi menjadi perhatian serius bagi Dunia kesehatan.
Matanya tiba-tiba bertemu dengan seorang Dokter yang sangat ia kenali, dia adalah Dokter Hans.
Dengan perasaan gugup ia mencoba fokus dan mengalihkan pandangannya untuk tidak melihat ke arah tempat duduk Dokter Hans.
Tidak terasa satu jam lebih acara tersebut, sebelum ditutup semua peserta melakukan sesi foto bersama.
Emily yang masih ditempat karena mengobrol dengan para petinggi-petinggi rumah sakit bemar-benar dibuat frustasi, pasalnya Hans menunggunya diluar ruangan tersebut.
Setelah selesai, Emily pun pamit ia pun segera keluar dari ruangan.
Ia bernafas lega ketika tak melihat Hans didepan ruangan, dengan langkah buru-buru ia segera berjalan meninggalkan lorong tersebut.
"Emily?"
Langkah Perempuan itu seketika terhenti, Emily menoleh sambil menghembuskan nafasnya dengan lirih.
Keduanya saling menatap dalam diam beberapa saat.
Hans melangkah mendekati Emily dengan perasaan campur aduk. Ia marah, kecewa, sedih namun disaat itu juga ia bahagia akhirnya bertemu lagi dengan Emily.
Hans memeluk Emily dengan lemas, bagaimana tidak seperti tidak diberi aba-aba Emily hilang dalam kehidupannya.
Sontak saja Emily terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Hans, Hans memeluk Emily beberapa saat tidak perduli akan orang yang lalu lalang melewati atau bahkan menatap mereka.
Emily & Hans pun beranjak ke sebuah taman rumah sakit untuk mengobrol. Kedua tampak canggung entah bagaiman harus memulai obrolan.
"Aku menunggumu setiap hari dirumah sakit Emily." ucap Hans membuka obrolan.
"Aku juga sudah mendengar kabar tentang rumah tanggamu dari Hans sendiri saat ia menemui untuk meminta bantuan jika aku sudah menemukanmu." Lanjutnya lirih.
"Apa dia sering mendatangi rumah sakit?" Tanya Emily dengan nada rendah.
"dia bahkan belum lama ini dirawat di rumah sakit, dia sering sekali mendapatkan rawat inap, cuma dia lebih sering minta dirawat di rumah sakit milikmu?." Kata Hans
Mendengar hal itu, Emily terkejut mengetahui bahwa suaminya sering keluar rumah sakit.
"Emily, jika aku boleh egois aku ingin menggantikan posisinya. Aku mencintaimu." Kata Hans dengan yakin
Hans benar-benar tidak ingin kehilangan Emily lagi. Emily dan Han bertemu ketika ia pendidikan spesialis, seiring berjalannya waktu Emily juga memiliki perasaan terhadap Hans.
Hanya saja pria itu terlalu dingin, dan tidak inisiatif untuk memulai suatu hubungan. Jika dia tidak dinikahkan oleh kedua orang tuanya mungkin saja Emily masih menunggu Hans sampai hari ini.
"Sejak kapan kau mencintaiku Hans?" ucapnya lirih.
"Sejak pertama kali aku melihatmu, semua yang aku lakukan selama kita kenal bukan atas dasar persahabatan karena aku mencintaimu Emily." Kata Hans tertunduk lesu.
Air mata Emily mulai terjatuh.."Tapi kenapa kau tidak pernak mengatakannya Hans, kenapa? Kenapa kau diam saja saat aku mengabarimu akan menikah!." ucap Emily terisak sambil memukul dada Hans.
Hans tidak merasakan sakit, todak ada yang lebih sakit ketika melihat orang yang dia cintai menderita karena orang lain.
"Aku datang kesini, untuk menemui Emily. salah satu rekan doktermu adalah temanku saat studi banding. dan aku tidak sengaja melihat fotomu dari postingan istagramnya." tutur Hans.
Emily tidak menjawab apapun, ia masih menangis. Bagiamana bisa disaat dulu ia sangat mengharapkan laki-laki di hadapannya bisa mengungkapkan perasaannya, namun kini ia mengungkapkannya diwakti yang tidak tepat, disaat ia sudah menikah dan memiliki anak.
Sejujurnya perasaan Emily terhadap Morgan sudah tidak ada, perempuan itu seperti mati rasa oleh Morgan. Ia sudah tidak ingin berharap apapaun terhadap laki-laki itu, tidak ada yang perlu dipertahankan untuk membuatnya bahagia dalam rumah tangganya.
Setelah mencurahkan isi hati satu sama lain, Emily pamit meninggalkan Hans sendirian ditaman setelah mendapatkan Telepon dari Keyla. Sebelumnya Emily meminta Hans untuk merahasiakan keberadaannya saat ino terutama pada Morgan.
Dan Hans pun menyetujuinya.
Dirasa cukup jauh dari Hans ia baru mengangkat telepon itu.
Panggilan suara itu kini berubah menjadi panggilan vidio, Emily pun dengan buru-buru mengusap layar panggilan telepon.
Yang pertama kali terlihat ada wajah Saka yang sedang menangis.
"Mamiii.....iiiih....Hikksss...Hikss atitt." rengek Saka pada Momy.
"Kenapa sayang? Kenapa dek?." Tanya Emil sambil berjalan menuju parkiran.
"Tiba-tiba muntah Kak, trus katanya kepalanya pusing" ucap Keyla menjelaskan.
"Saka habis makan apa nak?" ucap Emily mulai panik.
"Dakk ada Momy," ucap Saka
"Jajan yang tadi kakak siapkan buat Saka, aku tadi ngasih itu aja kak. Terus dia sempat main-main terus datang-datang ngeluh kepalanya pusing ga lama kemudian dia muntah." Kata Emily menjelaskan kronologinya.
"Gausah dimatiin ya dek, aku sekarang on the way rumah, coba dicek berapa suhu badannya."
Setelah Emily mengetahui suhu badan anaknya, ia bernafas lega pasalnya ia takut kalau Saka sampai kejang-kejang.
Tin..nongg, suara pintu apartemen terbuka.
Saka yang melihat Momynya langsung mengulurkan tangannya minta digendong.
"udah muntah berapa kali dek?" Tanya saka mulai memeriksa saka.
" 3 kali kak sama ini." ucap Keyla.
" Dari jam berapa?"
"Belum ada dua jam deh kak." ucap Emily.
Setelah selesai memeriksa Saka, Emily membawanya ke kamar dan menyiapkan obat untuk anaknya.
Saka termasuk anak yang susah untuk minum obat, dan ia paling tidak suka dengan rumah sakit, beruntungnya Mommynya adalah seorang Dokter jadi terjadi sesuatu Emily tau bagaimana penangannya tanpa harus bergantung ke rumah sakit.
"Aaaa....sayang saka mau kepalanya sakit terus." ucap Emily ketika saka tidak menutup mulutnya.
"Miii....hiksss...pyiss mommy saka dak suka paittt." Rengek Saka sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"yaudah kakak keyla tolong dibuang obatnya, biar Saka disuntik aja sama Dokter lain." Kata Emily dengan wajah datarnya sambil mengulurkan tangannya pada keyla
Baru mendengar 5 kalimat pertama Mommynya, Saka menahan tangan Emily beruntungnya obat itu tidak tumpah.
"Idakk...idakkk...Mommy pyis..angan malah...hikksss...mommyyy." ucap Saka panik ketika melihat wajh mommy, belum ketika mendengar kata suntik.
"Yauda, jadi ini mau diminum tidak?" Kata Emily tegas namun masih dalam nada suara yang lembut.
Saka tidak menjawab badannya makin bergetar karena menangis, sambil menatap wajah Emily raut wajahnya begitu gemas.
"Mommy hitung sampai 3 ya.."
Belum satu, Saka sudah membuka mulutnya.
Ketika sendok sedikit lagi masuk mulutnya, saka memundurkan kepalanya.
"Kak kela mana lotinya iii..hiksss...hikss." ucap Saka protes karena ia harus menelan mentah-mentah obat tersebut.
Melihat itu Emily seketika menunduk tertawa melibat tingkah lucu Saka, sambil terus mempertahankan posisi tangannya yang memegang sendok berisi obat.
Keyla pun maju, Emily dan Keyla kode mata karena tak tahan untuk ketawa.
"Udah siap? Ga ada drama-drama langusng ditelan." Kata Emily pasalnya ia hafal betul gaya model Saka ketika minum obat.
Ia akan pura-pura batuk untuk memuntahkannya.
Emily pun langsung memasukkan obat itu ke dalam mulut Saka, bersamaan Keyla memeberikannya gelas berisi air putih dan tentunya 1 potong roti.
"Udah kan?" ucap Emily ketika Saka sudah menelan obat itu.
Emily pun menggendong saka dan mengayunkannya.
"Habis ini bobo ya." Kataa Emily sambil menepuk-nepuk paha bohayyy Saka.
...*******...
Ditempat lain diwaktu yang bersamaan seorang gadis kecil sedang menangis, anak kecil itu adalah Zoya.
ia menangis ketika mengetahui Morgan sedang dirawat dirumah sakit, beda halnya dengan Zara setelah diberi pengertian ia tidak bertanya panjang lebar lada Maminya.
"Mau sama Uncle ogan Mami." Rengek Jane.
"Gabisa sayang, yang boleh ke rumah sakit itu hanya orang besar." Kata Jane sambil memangku Zoya
30 menit tantrum akhirnya zoya tertidur karena kecapean. Jane pun mengangkatnya ke kamar.
Malam ini Morgan kembali masuk rumah sakit, karena keluhan yang sama kecapean.
...****************...