Xin Yue, seorang wanita cantik dengan kecerdikan yang mematikan, hidup dari mencuri dan membunuh. Namun, sebuah insiden membuatnya terlempar ke dunia kuno tanpa apa-apa selain wajahnya yang menipu dan akalnya yang tajam. Ketika dia mencuri identitas seorang wanita misterius, hidupnya berubah drastis—dari buronan kekaisaran hingga menjadi bunga paling dicari di Ruoshang, tempat hiburan terkenal.
Di tengah pelariannya, dia bertemu Yan Tianhen, pangeran sekaligus jenderal dingin yang tak pernah melirik wanita. Namun, Xin Yue yang penuh tipu daya justru menarik perhatiannya.
Dipaksa berpura-pura menjadi kekasihnya, keduanya terjebak dalam hubungan yang penuh intrik, adu kecerdikan, dan momen-momen menggemaskan yang tak terduga.
Akankah Xin Yue berhasil bertahan dengan pesonanya, atau akankah hatinya sendiri menjadi korban permainan yang ia ciptakan?
Tagline: Di balik wajah cantiknya, tersembunyi rencana yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Perang tanpa Suara (Revisi)
Saat Xin Yue dan Tianheng berjalan menyusuri koridor panjang istana, udara terasa semakin berat. Langkah mereka sunyi, hanya suara langkah sepatu yang terdengar di lantai marmer yang berkilau. Xin Yue tetap tenang, namun ada kilatan tajam di matanya yang mengisyaratkan bahwa pikirannya jauh lebih sibuk daripada yang terlihat. Tianheng memperhatikan setiap gerak-geriknya, rasa khawatir dan kekaguman campur aduk di dalam hatinya.
“Kau berani sekali,” ujar Tianheng pelan, suaranya rendah namun penuh arti. Ada rasa kagum yang tak bisa disembunyikan, tetapi juga kekhawatiran yang jelas terdengar.
“Berani atau bodoh?” Xin Yue tersenyum tipis, namun senyum itu tidak mencapai matanya. Wajahnya tetap datar, seolah tidak ada yang bisa menggoyahkan ketenangannya.
“Berani,” jawab Tianheng dengan tegas, menatapnya dengan penuh perhatian. “Namun aku khawatir kau telah menarik perhatian terlalu banyak. Ibu Suri tidak akan tinggal diam setelah ini.”
Xin Yue berhenti sejenak, memandang Tianheng dengan tatapan yang tajam. “Kalau begitu, kita harus bergerak lebih cepat,” jawabnya, suaranya tegas dan penuh perhitungan. Tidak ada rasa ragu dalam kata-katanya. Dia tahu persis apa yang harus dilakukan.
Tianheng mengangguk, namun sebelum dia sempat melanjutkan pembicaraan, seorang pengawal pribadinya berlari mendekat, wajahnya tampak cemas.
“Tuan Jenderal,” bisiknya dengan nada tegang, “kami menemukan sesuatu.”
Tianheng mengerutkan kening. “Apa itu?” tanyanya, suaranya mulai menegaskan rasa urgensi yang ada.
Pengawal itu melirik Xin Yue dengan ragu, seolah mempertimbangkan apakah harus berbicara di hadapannya. Namun Tianheng mengangguk, memberi isyarat agar pengawal itu berbicara.
Namun, suara lembut namun tegas Xin Yue memecah keheningan. “Tianheng, kita baru saja meninggalkan aula. Tidak bijak berbicara di sini. Mata dan telinga di istana ini lebih banyak dari yang kau kira.”
Tianheng menatapnya sejenak, kemudian matanya yang dingin mereda. Dia tahu Xin Yue benar. Tanpa kata, dia mengangguk perlahan dan menoleh kepada pengawalnya.
“Ke ruang belajar pribadiku,” perintahnya singkat, namun nada suaranya penuh otoritas. “Kita bicara di sana.”
Pengawal itu menunduk dalam, memberi hormat sebelum mengikuti langkah Tianheng yang sudah bergerak lebih dulu. Xin Yue berjalan di sisinya, jubahnya yang sederhana namun anggun berayun mengikuti langkahnya. Setiap gerakan Xin Yue seolah dihitung, penuh ketelitian. Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi tatapannya yang penuh kewaspadaan menunjukkan bahwa dia tidak pernah lengah.
Setibanya di ruang belajar, Tianheng menutup pintu dengan hati-hati, memastikan tidak ada satu pun celah yang bisa digunakan untuk menguping. Dia menoleh kepada pengawalnya yang berdiri di tengah ruangan, tampak gugup dan penuh kecemasan.
“Sekarang, katakan,” perintah Tianheng dengan nada rendah, tetapi penuh otoritas yang tak terbantahkan.
Pengawal itu menunduk dan berbicara dengan hati-hati. “Kami telah mengawasi rumah tempat pria sakit yang disebutkan itu tinggal. Malam ini, ada seorang dokter istana yang datang diam-diam, membawa obat-obatan yang sangat mahal.”
“Malam ini?” Xin Yue menyipitkan mata, pikirannya langsung bekerja cepat. “Itu aneh. Jika dia hanya seorang pria sakit biasa, mengapa dokter istana harus datang secara sembunyi-sembunyi?”
Pengawal itu mengangguk, wajahnya tampak cemas. “Bukan hanya itu, Nona. Salah satu orang kami melihat sesuatu yang mencurigakan. Ada seorang pelayan yang keluar dengan sebuah kotak kayu, sepertinya berisi dokumen, tetapi ketika kami mencoba mendekat, dia menghilang begitu saja ke gang sempit.”
“Dokumen?” Tianheng bergumam, matanya menyala dengan keseriusan yang mendalam. “Ada apa di dalamnya?”
Pengawal itu menunduk lebih dalam, seolah takut akan reaksi Tianheng. “Kami tidak tahu, Tuan. Tetapi sepertinya sangat penting, karena setelah itu, penjagaan rumah tersebut diperkuat.”
Xin Yue terdiam beberapa saat, kemudian berkata dengan suara dingin yang menusuk. “Kita harus tahu apa yang ada di dalam dokumen itu. Jika itu benar-benar tentang rencana Ibu Suri, kita tidak bisa menunggu lebih lama.”
Tianheng menatapnya lekat-lekat, kilatan dingin di matanya mereda, tetapi ada sesuatu yang berbeda di sana—sebuah penghargaan yang semakin tumbuh. “Baik. Aku akan mengirim orang untuk menyelidikinya.”
Namun sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, seorang pelayan istana tiba dengan tergesa-gesa, membungkuk di depan mereka.
“Yang Mulia Ibu Suri memanggil Jenderal Yan ke kediamannya sekarang,” katanya dengan nada tegang, tampaknya tidak ingin terlibat lebih jauh.
Xin Yue dan Tianheng saling bertukar pandang. Panggilan mendadak ini tidak pernah menjadi pertanda baik.
“Kelihatannya, Ibu Suri tidak sabar menunggu untuk bergerak,” bisik Xin Yue, senyum dingin menguasai wajahnya. “Tapi itu hanya akan mempercepat permainan kita.”
Tianheng menarik napas dalam-dalam, matanya menyala dengan tekad yang lebih kuat. “Kita akan lihat siapa yang lebih cepat, Ibu Suri atau kita.”
***
Mereka selesai berbicara dan bersiap untuk meninggalkan tempat itu, namun tiba-tiba seorang pelayan muncul di hadapan mereka dengan langkah cepat. Wajah pelayan itu tampak cemas, seolah ada sesuatu yang mendesak.
"Jenderal Tianheng," pelayan itu berkata dengan suara lembut namun penuh urgensi, "Kaisar baru saja hadir di acara perjamuan, dan Ibu Suri memanggil Anda untuk segera kembali ke aula."
Tianheng mengerutkan keningnya, ekspresinya menunjukkan ketidaksenangan. Dia lebih suka menghindari keramaian perjamuan yang penuh dengan politisi dan intrik. Namun, dia tahu bahwa menolak panggilan Ibu Suri akan dianggap tidak sopan, dan meskipun dia merasa enggan, dia tetap mengangguk.
"Baiklah, aku akan segera ke sana," jawabnya singkat, meskipun hatinya sedikit tertekan.
Namun, sebelum Tianheng bisa melangkah lebih jauh, pelayan itu menambahkan sesuatu yang membuatnya berhenti sejenak.
"Namun, Ibu Suri hanya memanggil Anda, bukan Xin Yue," pelayan itu melanjutkan dengan suara lebih rendah, seolah-olah menyampaikan informasi yang sangat penting.
Xin Yue memberinya kode bahwa dia akan baik baik saja. Dengan langkah cepat, Tianheng melanjutkan perjalanan menuju aula perjamuan, namun hatinya tidak bisa menepis rasa curiga yang mulai muncul. Ada sesuatu yang aneh tentang situasi ini.
Sementara itu, pelayan yang sama membimbing Xin Yue menuju paviliun kecil yang terletak jauh dari keramaian aula perjamuan. Jalan setapak menuju paviliun itu tampak sepi, hanya ada suara langkah kaki mereka yang memecah keheningan. Paviliun kecil itu sederhana, namun terasa seperti tempat yang penuh dengan tipu daya.
"Karena perjamuan masih akan berlangsung lama, nona Xin Yue, Ibu Suri memutuskan agar Anda beristirahat sejenak di paviliun ini," pelayan itu berkata dengan suara penuh keramahtamahan, meskipun matanya sedikit waspada.
Xin Yue hanya mengangguk, wajahnya tetap tenang meskipun di dalam hatinya dia sudah mulai mencium bau tipu daya. Sejak awal, dia sudah tahu bahwa pertemuan ini tidaklah sesederhana yang terlihat.
Pelayan itu membuka pintu paviliun dengan hati-hati, lalu membiarkan Xin Yue masuk. "Silakan beristirahat," katanya sambil menambahkan, "Saya akan membawa teh hijau untuk Anda."
Begitu pintu tertutup, Xin Yue mengamati sekeliling dengan saksama. Paviliun itu kecil, hanya terdiri dari satu kamar sederhana, namun atmosfernya terasa aneh. Dia bisa merasakan bahwa tempat ini bukan untuk beristirahat, melainkan sebuah jebakan.
Pelayan itu segera kembali dengan secangkir teh hijau, meletakkannya di atas meja dengan senyuman. "Nikmati teh ini, semoga bisa membuat Anda merasa lebih segar," katanya, lalu meninggalkan paviliun.
Xin Yue mengamati teh itu dengan tatapan tajam. Bau teh hijau itu sudah dikenalnya, aroma yang khas dari racun yang sering digunakan oleh para pembunuh. Senyum sinis tersungging di bibirnya. "Trik murahan," gumamnya dalam hati.
Namun, dia tahu ini adalah kesempatan untuk memanfaatkan situasi. Dengan perlahan, dia meminum teh itu, pura-pura menikmati rasa yang seolah menenangkan. Tak lama setelah itu, tubuhnya terkulai lemas, dan dia jatuh ke tempat tidur dengan ekspresi seolah pingsan.
saya suka bagus banget 🙏
cuma tolong perhatikan kata kata nya, cerita nya seperti loncat loncat seperti tidak menyambung dan seperti terulang ulang kata kata nya dan cerita nya dalam 3 bab ini😊
sukses selalu thor saya suka ceritanya
saya nanti kan kelanjutan ceritanya lagi Thor
semangat 💪