Menyukai seseorang itu bukan hal baru untuk Bagas, boleh dibilang ia adalah seorang playernya hati wanita dengan background yang mumpuni untuk menaklukan setiap lawan jenis dan bermain hati. Namun kenyataan lantas menamparnya, ia justru jatuh hati pada seorang keturunan ningrat yang penuh dengan aturan yang mengikat hidupnya. Hubungan itu tak bisa lebih pelik lagi ketika ia tau mereka terikat oleh status adik dan kakak.
Bagaimana nasib kisah cinta Bagas? apakah harus kandas atau justru ia yang memiliki jiwa pejuang akan terus mengejar Sasmita?
Spin off Bukan Citra Rasmi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hipertenlove~ Bab 25
~Sasmita~
Dipandangnya dengan nyalang gerak gerik Bagas yang memutuskan untuk pulang malam ini.
Jangan, jangan pergi...diam dan tetap disini untukku. Lirihnya dalam hati, namun sepertinya Bagas tak dapat mendengar jeritan hatinya saat ini, hanya sesekali saja ia mencuri pandang pada Sasi dengan senyuman.
Sasi mendekap kedua tangannya demi melindungi tubuh dari dinginnya malam saat ia memaksa untuk ikut mengantar Bagas ke depan pintu rumah bersama ibun dan kang Alva.
"A Bagas ngga ikut nginep aja, kang? Takut di jalan ada apa-apa ih, udah malem...buar pulangnya besok subuh..." usulnya pada Alva saat Bagas sudah memakai sandal jepit pink berpita milik ibun, yang baru saja ia sadari kini.
Dibarengi oleh ocehan ibun mengomel dan tawa mang Eka, mang Ujang serta Candra, pemuda itu selalu mengundang tawa siapapun yang ada di dekatnya.
"Model sendal bujang taun 202X, ya kang..." goda mang Eka.
"Bagus Gas ahhh, besok juga saya mau pake kaya gitu biar keliatan banget kalo sayang istri..." ucap Candra. Bukannya marah, Bagas justru ikut tertawa, "ini teh peletnya mang, biar cewek-cewek pada nempel!" jawabnya justru dihadiahi tepukan ibun, "ngga liat-liat dulu kalo mau make sendal tuh..." omel ibun.
"Buru-buru, ibun yang maksa nyuruh cepet-cepet, jadi ngga sadar salah pake sendal." Akuinya.
Sasi sudah tak aneh lagi dengan keabsurd-an Bagas, bahkan tak jarang lelaki itu memakai bandana pink milik ibun demi membersihkan wajahnya dengan cleanser.
Jelas usulan tadi itu hanya alibi Sasi saja yang sedang menutupi perasaannya saat ini, tak dapat ia pungkiri jika ia ingin Bagas tetap ada dalam radarnya. Tetap dalam pandangannya. Entahlah...ia seperti sudah ketergantungan pada Bagas, yang selalu dapat menghiburnya, mengalihkan kesedihannya dan menjadi mood booster tersendiri untuknya.
Alva terkekeh lucu, seharusnya Sasi tau jika Bagas sudah terbiasa berkendara larut, terlebih ini baru menunjukan pukul 10 malam, sudah pasti itu bukan menjadi perkara untuk Bagas.
"Masih siang, Si...justru yang ditakutin tuh kalo mpap ngga ada temennya di rumah." Jawab Alva.
"Gas, buat sarapan kamu sama mpap...nanti ibun kirim dari sini."
"Iya."
"Hati-hati."
Pandangannya dan Bagas bertemu, "hati-hati a! Kalo ada polisi tidur bangunin dulu, suruh tidur di kasur!" serunya pada Bagas yang kemudian di kekehi yang lain.
"Ah, den rara mah aya-aya wae!" tukas mang Eka.
Bagas tersenyum lebar dan mengangguk pada Sasi, "nanti kuajak ngopi bareng dulu."
Ibun sudah masuk ke dalam kamar, sementara teh Katresna dan Dara sudah ngamar sejak tadi, biasalah emak-emak kalo ngelonin anak suka jadi ikut ngelonin diri sendiri. Dan kaum adam, masih di luar ngopi-ngopi sambil ngobrol santai, tak ingin tidur terlalu cepat.
Sasi baru kembali dari luar bersamaan dengan Asmi yang mengambil segelas air hangat dari kamar.
"Si, kirain udah ngamar?"
Sasi menggeleng, "teteh mau ngambil apa?"
"Minum air anget, mau 'nen-in Alit."
Sasi tergerak untuk membantunya, "Alit jangan ditinggal teh, biar Sasi yang ambilin..."
"Oh, makasih kalo gitu..."
Asmi mengurungkan niatannya ke pantry, membiarkan sang adik membantunya sementara ia kembali ke kamar.
Ditekannya tombol dispenser panas dan ia campur dengan yang dingin, tak sampai membangunkan ambu Lilis hanya untuk melakukan hal ini. Sasi cukup mandiri dan tau diri.
Tanpa harus repot-repot mengetuk pintu, Sasi langsung saja membuka pintu kamar Asmi, "teh..." ia masuk begitu saja ke dalam kamar, dimana pemandangan pertamanya adalah potret Asmi dan Alva dalam balutan kebaya pengantin terpampang di dinding.
Ditemani dengan wangi minyak telon khas anak bayi yang kini menghiasi kamar sepasang orangtua baru itu memanjakan penciuman.
"Makasih, Si." Asmi terbiasa meneguk terlebih dahulu air hangat sebelum kemudian ia meng-ASIhi Alit. Tidak segera keluar, Sasi justru memperhatikan gerakan gesit Asmi mengeluarkan sumber kehidupan anaknya, yang meskipun terlihat masih amatiran dan kaku tetehnya itu sangat berusaha.
Sasi bahkan sudah ikut membaringkan badannya di samping Alit yang sengaja di arahkan ke samping, menghadap ke arah sang ibu demi me-nyusuu.
"Udah keluar gitu ASI-nya teh?"
"Udah atuh..."
"Sakit teh?" Sasi ikut nyengir saat wajah Asmi nyengir kesakitan.
"Masih, justru makin lecet-lecet *ini* aku, Si..." akuinya menunjuk ke arah dada tepatnya pada nip le (pu tiiing) miliknya.
"Ihh, ikut ngilu teh.." ia ikut meringis membayangkan rasanya, mendadak dada Sasi ikut cenat-cenut.
Kemudian Sasi memilih menatap langit-langit kamar Asmi, seketika pikirannya melanglang buana ketika ketenangan ia dapatkan disini.
"Teh,"
"Hm?"
"Pasti kepikiran yang tadi, da?" tanya Asmi menebak apa yang ingin disampaikan Sasi. Namun Sasi menggeleng meski ia tak yakin karena ujungnya memang iya.
"Oh, kirain..." angguk Asmi.
"Sasi cuma mau cerita sebenernya," ucap Sasi ragu-ragu.
"Cerita apa, tumben...cerita *sakadang pecang*?" (seekor kancil) tawa Asmi bergurau digelengi Sasi, "itu mah dongeng neng Dara sebelum tidur atuh."
"Dongengnya versi aku mah udah beda....ketemu cowok ganteng terus jadian, baru dongengnya Sasi..."
Asmi mendengus geli, "cerita apa?"
"Ini mah cerita temen Sasi di sekolah sih..." ujarnya kembali berandai-andai.
"Temen kamu kenapa?" tanya Asmi lagi tak sabar.
"Bisa ngga sih teh, kalo ipar sama ipar pacaran?"
Asmi cukup dibuat menarik alisnya tinggi-tinggi, "maksudnya?"
"Iya. Jadi dia tuh cerita kalo dia punya kakak ipar, nah kakak iparnya tuh-----" jelasnya panjang lebar.
(..)
"Ya, sebenernya sih ngga ada larangan...cuma...ah ngga pantes atuh, Si!" jawab Asmi memantik Sasi untuk menoleh ke samping dengan raut wajah sedikit kecewa.
"Coba aja bayangin, yang katanya udah dianggap kakak--adik masa iya pacaran apalagi sampai nikah? Ngga pantes aja keliatannya. Lagian kalo itu jatohnya di keluarga kita...wah! Udah lah, amih sama apih pasti udah nolak mentah-mentah, jurus kitab suci dari kasepuhan bakalan turun 7 jilid!" tawa Asmi. Namun tawa itu jelas tak menular pada Sasi yang kini justru sudah dibayangi ketakutan, kekhawatiran dan kehilangan.
Sasi mengulas senyuman miring nan hambar, sangat kontras dengan raut wajahnya.
"Emang siapa sih? Bisa-bisanya suka sama ipar?" kini pertanyaan Asmi justru membuat Sasi gelagapan, untung saja ia tak sampai panik hingga mengundang kecurigaan Asmi.
"Temen Sasi, teh...teteh ngga akan kenal."
"Anjana?" tanya Asmi menebak yang langsung digelengi Sasi, gadis itu bahkan sudah beranjak dari tempatnya dan bergegas pamit ke kamarnya, "udah ah teh. Sasi udah ngantuk, balik kandang dulu...besok sekolah!"
"Dah Alit." Sasi membubuhkan kecupannya di pipi Alit yang tengah menyu suuu rampus itu.
Melihat kejanggalan itu Asmi menaruh sedikit kecurigaan pada Sasi, meski kemudian ia tak begitu peduli dan memilih ikut memejamkan matanya bersama sang putra.
.
.
.
.
.
Kamu kemanaaaa....
ko' gak nongolllll.....
tp kasian jugaa ya
semangat mbksin bikin sasi vs amih membara yah! 😉
beugh, sasi masih sma udah terjal aja jalan hidupnya, masih dengan amih yang sama ternyata....