NovelToon NovelToon
Bintang Hatiku

Bintang Hatiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:894
Nilai: 5
Nama Author: lautt_

Di antara pertemuan yang tidak disengaja dan percakapan yang tampak sepele, terselip rasa yang perlahan tumbuh. Arpani Zahra Ramadhani dan Fathir Alfarizi Mahendra dipertemukan dalam takdir yang rumit. Dalam balutan nilai-nilai Islami, keduanya harus menavigasi perasaan yang muncul tanpa melanggar batasan agama. Bersama konflik batin, rahasia yang tersembunyi, dan perbedaan pandangan hidup, mereka belajar bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang kesabaran, keikhlasan, dan keimanan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lautt_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jalan Pulang Yang Tak Terduga

"Kadang, saat kita berhenti berharap, takdir justru datang membawa kejutan yang tak pernah kita duga."

 

Keputusan yang Mengubah Segalanya

Hari-hari terasa semakin berat bagi Fathir setelah percakapan panjang dengan Irwansyah tentang program pertukaran pelajar ke Indonesia. Hatinya berada di antara dua pilihan besar — melangkah maju atau tetap tinggal dan merelakan semuanya.

Di balkon asrama yang dingin, Fathir duduk termenung sambil memandangi langit malam. Ia kembali membuka pesan dari Irwansyah tentang program pertukaran itu. Rasanya seperti pintu yang tiba-tiba dibuka oleh Allah, tapi juga ujian untuk hatinya yang sedang belajar ikhlas.

Setelah berdoa panjang malam itu, ia mengetik pesan singkat kepada Irwansyah.

Fathir: “Yah, aku udah mutusin. Aku ikut program pertukaran itu. Aku pengen lihat langsung gimana keadaan semuanya. Kalau ini jalan dari Allah, aku akan ikuti.”

Tak butuh waktu lama, Irwansyah membalas dengan penuh semangat.

Irwansyah: “MasyaAllah! Gue bangga sama lo, bro. Apapun yang terjadi nanti, lo udah berani ngambil langkah ini. Gue yakin Allah udah nyiapin sesuatu buat lo.”

Fathir tersenyum tipis, meski hatinya masih diliputi kecemasan. Ia tahu, perjalanan pulang ini bukan sekadar soal jarak, tapi tentang keberanian menghadapi kenyataan — apapun hasil akhirnya.

 

Arpa yang Tak Menyangka

Sementara itu di Indonesia, Arpa masih menjalani rutinitas kuliahnya di Universitas Al-Hikmah. Meski dirinya terlihat sibuk dan kuat di luar, hatinya masih sesekali dihantui bayang-bayang masa lalu. Pesan dari Fathir beberapa minggu lalu membuatnya kembali tenggelam dalam harapan dan kebingungan.

Pagi itu, Arpa tengah duduk di taman kampus sambil mengerjakan tugas ketika Salma datang sambil membawa dua gelas kopi.

“Arpa! Ini buat kamu. Biar semangat ngerjain tugasnya,” sapa Salma sambil tersenyum.

“Wah, makasih, Salma! Pas banget lagi butuh kopi,” kata Arpa sambil tertawa kecil.

Salma menatap Arpa sejenak, lalu bertanya, “Kamu keliatan lebih ceria belakangan ini. Ada kabar baik?”

Arpa mengangguk pelan. “Fathir ngabarin aku beberapa waktu lalu. Kami akhirnya ngobrol panjang. Tapi… aku masih bingung harus gimana.”

Salma tersenyum lembut. “Aku ngerti. Tapi dengerin ini, Arpa. Kadang, hati kita udah punya jawaban, cuma kita yang belum berani ngakuin.”

Arpa terdiam, merenungi kata-kata itu. Ia tahu Salma benar. Di lubuk hatinya yang terdalam, ada bagian kecil yang masih berharap pada Fathir.

 

Beberapa minggu kemudian, kampus Arpa mengadakan acara tahunan Festival Budaya Islam yang menghadirkan mahasiswa dari berbagai negara. Arpa dan Salma menjadi panitia acara tersebut, mengatur segala persiapan mulai dari dekorasi hingga penerimaan tamu.

Di hari pembukaan festival, Arpa sibuk mengatur jalannya acara saat Salma tiba-tiba menghampirinya dengan wajah cemas.

“Arpa… kamu harus ikut aku sekarang,” kata Salma terburu-buru.

Arpa mengernyitkan dahi. “Kenapa? Ada masalah?”

Salma menarik tangan Arpa. “Ada seseorang yang harus kamu temui.”

Dengan langkah cepat, Salma membawa Arpa menuju aula belakang kampus, tempat di mana delegasi mahasiswa asing berkumpul.

Saat Arpa masuk ke ruangan itu, jantungnya berdebar kencang. Di antara kerumunan, berdiri sosok yang tak asing — Fathir.

Matanya membelalak tak percaya. “Fathir?” bisiknya pelan.

Fathir menoleh, dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, mereka saling bertatapan secara langsung. Ada kehangatan dan kebingungan dalam pandangan mereka.

Fathir tersenyum tipis. “Assalamualaikum, Arpa.”

“Waalaikumsalam…” jawab Arpa dengan suara bergetar.

Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa detik. Rasanya seolah waktu berhenti.

Fathir akhirnya memecah keheningan. “Aku di sini… karena program pertukaran pelajar. Tapi sebenarnya… aku di sini buat nemuin kamu.”

Air mata mulai menggenang di mata Arpa. Ia tak tahu harus berkata apa. Semua yang selama ini hanya menjadi angan, kini ada di depannya.

 

Percakapan yang Selama Ini Tertunda

Setelah acara selesai, mereka duduk di taman kampus.

“Aku nggak nyangka kita bisa ketemu kayak gini,” kata Arpa pelan.

“Aku juga nggak nyangka. Tapi aku yakin, ini cara Allah menjawab doa-doa kita selama ini,” balas Fathir.

Mereka terdiam lagi sebelum akhirnya Arpa bertanya, “Fath, kenapa kamu memutuskan buat balik?”

Fathir tersenyum. “Awalnya aku ragu. Tapi aku sadar, aku nggak bisa terus-terusan hidup dalam ketidakpastian. Aku butuh kejelasan, bukan cuma buat aku… tapi buat kamu juga.”

Arpa menarik napas panjang. “Aku sempat mikir buat ngelepasin semuanya. Tapi ada bagian dari hatiku yang nggak bisa sepenuhnya pergi.”

Fathir menunduk sebentar sebelum berkata, “Arpa, aku nggak di sini buat kasih harapan kosong. Aku datang karena aku serius. Aku pengen tau… apa kamu masih mau memperjuangkan ini bersama aku?”

Suasana menjadi hening. Jantung Arpa berdebar kencang. Ia merasa ada dua pilihan besar di hadapannya — bertahan atau melepaskan.

Dengan suara bergetar, Arpa menjawab, “Fath, aku udah berusaha ikhlas selama ini. Tapi ternyata, meskipun aku mencoba, rasa itu nggak pernah benar-benar hilang.”

Mata Fathir berkaca-kaca. “Aku juga merasakan hal yang sama. Dan aku di sini… karena aku mau kita berjuang bareng-bareng.”

 

Doa yang Selalu Terkirim

Malam itu, Arpa dan Fathir kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan campur aduk. Mereka tahu bahwa perjalanan ini belum selesai, tapi kali ini mereka punya keberanian untuk melangkah bersama.

Di kamarnya, Arpa menunaikan shalat Tahajjud. Dalam sujud panjangnya, ia berdoa,

"Ya Allah, jika ini adalah jalan-Mu, mudahkan langkah kami. Jika ini cinta yang Kau ridhoi, maka kuatkan hati kami untuk terus menjaga-Nya dalam batasan-Mu."

Di sisi lain kota, Fathir melakukan hal yang sama. Dalam sujudnya yang panjang, ia berbisik,

"Ya Allah, terima kasih atas kesempatan ini. Aku tahu perjalanan ini masih panjang, tapi aku percaya, selama Engkau di tengahnya, tak ada yang tak mungkin."

 

“Terkadang, doa yang paling lama kita panjatkan akhirnya menemukan jalannya pulang. Bukan karena kita memaksanya, tapi karena Allah tahu kapan waktu terbaik untuk mengabulkannya.”

1
Uryū Ishida
Gemesin banget! 😍
✨♡vane♡✨
Baca cerita ini adalah cara terbaik untuk menghabiskan waktu luangku
Dandelion: Jangan bosan ya bacanya
total 1 replies
KnuckleBreaker
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!