Hipertenlove
...Gerentes asih ngagalindeng kangen, ngawirahma kana sukma. Yayi, pucuk asih sirungan rarenung na rasa....
...~Bagaskara Ragatan Niskala~...
* translate di akhir bab
"Neng?!" amih celingukan mencari Sasmita. Disaat salah satu panitia acara membisikan di pendengaran untuk bersiap memasuki acara *ngibing*, bocah satu ini malah ngilang entah kemana.
"Mih, kenapa?" Nawang melihat mertuanya yang gelisah saat ia khusyuk memperhatikan pengantin yang lagi tarik-tarikan *bakakak hayam* di dekat podium pengantin, kali aja kan mertuanya mendadak mules karena nervous, Nawang bakal kasih batu buat disempilin diantara lipatan stagen, mitos plus 62 yang mungkin masih dipercayai menak macam amih.
"Nyari neng Sasi, liat engga?" bisik amih bertanya. Nawang tau dari sorot mata amih, jika mertuanya itu sudah mulai khawatir sekaligus geram pada si bungsu karena mendadak hilang dari radarnya.
Katresna yang ikut terdistrack oleh kehebohan amih di samping ikut menoleh, "kenapa mih?"
"Sasi, mana?" tukas amih lugas nan tegas pada Katresna, terkesan menuduh dan menumpahkan kesalahan.
"Eh, bukannya tadi teh di----" Katresna memastikan jika pandangannya tadi tak salah, telunjuknya bahkan sudah mengudara ke arah belakang demi menunjukan arah dimana posisi Sasi, namun terpaksa ia turunkan kembali karena nyatanya Sasi tak ada.
Detik sebelumnya ia masih melihat adik ipar bungsunya itu di belakang, tapi sekarang ia sudah hilang bak ditelan air siraman.
"Tadi mah disini da!" ucapnya yakin jika matanya masih sehat, belum rabun.
"Eh si neng Sasi teh malah kemana?! Bukannya abis ini mau *ngibing* ngiringin Asmi?" ujar Katresna menggerutu.
Amih menatap Katresna dengan kerutan di dahinya, namun lain halnya dengan Nawang yang menganggap jika Sasi tengah kabur, siapa yang tak tau jika sebenarnya si bungsulah anak paling membangkang terhadap aturan amih di rumah, dengan dalih sibuk sekolah, dan ngumpet di ketiak apih untuk berlindung. Ia selalu berhasil mengalihkan ***perhatian dan fokus*** amih selama ini pada Rashmi.
Apalagi jika soal jaipongan, meskipun dirinya tak jarang dipaksa amih untuk berlatih jaipong. Karena menurut amih, jaipong adalah harga diri perempuan di keluarganya.
Dibanding Asmi yang penurut, Sasi lebih banyak berontaknya.
"Ck!"
"Biar Nawang cari, ya mih?" tawar Nawang menenangkan mertuanya yang sudah masuk mode Banaspati, bentar lagi abis nih tempat acara dibakar olehnya! Tak mungkin juga jika amihnya yang mencari Sasi sendiri mengingat ia adalah orangtua pengantin, yang sudah pasti akan dipanggil untuk ikut prosesi adat yang kini sedang berlangsung.
Amih mengangguk, "cepet neng!" titahnya, membuat Nawang bergegas berdiri dari duduknya, kakinya sudah mulai kebas karena sejak tadi duduk melipat kaki persis emak-emak lagi kumpulan sama bank keliling.
Diantara langkah terbatasnya karena samping yang melilit, Nawang meminta bantuan para ambu dan mamang, ia juga tak lupa menghubungi ponsel Sasi.
"Ambu liat Sasi?" tanya nya setiap bertemu dengan abdi dalem, "mang, liat den rara Sasmita?"
Nawang berdecak saat langkahnya mulai lelah, "Si!"
.
.
Di dapur, ketiga remaja tengah asik nyemilin penganan *awug* yang baru saja diangkat dari dandangnya.
"Awas masih panas den rara," pesan ambu Darmi yang langsung melengos pergi mengantarkan beberapa nampan penganan untuk para tamu ke bagian perjamuan.
"Aww...awww...panas ih!" Sasi mengibaskan tangannya dan menaruh kembali potongan awug itu ke dalam piring *hoe* (bambu/rotan) beralaskan daun pisang.
Bagas tertawa melihat Sasi kepanasan, "lapar cil? Tunggu dulu! Udah dibilangin panas, masih ngebul tuh!"
Sasi menatap keruh nan tajam pada Bagas lalu menepuk lengan lelaki itu, "ih! Biarin aja!"
Wilang tersenyum, ia beranjak dari samping Sasi, tangannya terulur mengambil *hihid* (kipas dari anyaman bambu) untuk kemudian mengipasi potongan awug milik Sasi, lalu dengan manisnya ia menyerahkan penganan manis itu pada radennya, "pelan-pelan makannya den rara."
Sungguh sikap itu bikin siapa saja gadis akan melambung dibuatnya, si pemuda hitam manis ini tersenyum dengan lesung pipi menggoda dibalik sikap gentlenya.
Bagas tak bisa lebih terkejut lagi melihat balasan sikap Sasi yang langsung menggigit awug dari tangan Wilang, *si alan! Anjirrrr! Gue dimupengin sama bocah*!
"Si, Elah! Lo punya tangan sendiri kan? makan tuh pake tangan sendiri, bukan nyosor kaya bebek gitu. Menak ngga boleh gitu!" Bagas menarik bahu Sasi, menghentikan aksi Sasi yang ingin melahap lagi awug dari tangan Wilang.
Tatapannya tak bersahabat, "a Bagas apa sih! Biarin kenapa sih, *Riweuh pisan* kaya amih, banyak ngaturnya! Lagian Sasi udah biasa disuapin Wilang, ya kan Lang?!" so, apa pula kakak barunya itu, toh Sasi sudah biasa *dimanjain* Wilang sejak mereka kecil, Wilang selalu ada untuknya, selalu menjadi yang terdepan.
Bagas semakin melotot dibuatnya, "disuapin?" ia tertawa sumbang, "cil...bocil....ck! Kalo gitu mulai sekarang jangan dibiasain...kebiasaan jelek itu!"
Ctak! Bagas menjitak kening Sasi, membuat Sasi memberengut dan mengusap kening.
Wilang mulai paham dengan apa yang terjadi, "ngga apa-apa kang. Saya ngga merasa keberatan. Lagipula sudah biasa..." ujar Wilang.
"Ngga bisa!" kekeh Bagas memancing gerakan tersentak dari Sasi dan Wilang, entah kenapa rasa lapar dan seleranya mendadak tertelan ke dasar bumi, kedua bocah yang sedang main *ibu-ibuan* ini mengusik ketenangannya.
"Pokoknya ngga bisa! Mulai sekarang, lo jangan ketergantungan gitu Si, kalo tangan si Wilang bekas cebok gimana?!"
Sasi mengernyit dengan alibi yang mengada-ada dari Bagas, "dih, ya ngga mungkin lah! Wilang ngga sejorok a Bagas, apa sih?!" sewotnya membela Wilang, yang justru pemuda ini sudah sibuk mengartikan sikap sewot Bagas saat ini, sepertinya memang Wilang lebih pintar dan peka daripada gadis oon di sampingnya.
"Enak aja." Bantah Bagas.
Perdebatan panas itu harus terhenti karena suara seseorang yang menyeru, "ya Allah! Dari tadi dicariin ternyata ada disini!" geram Nawang berkacak pinggang melihat si bungsu nakal.
"Teteh? Nyariin Sasi?"
"Den," Wilang membungkuk sekilas pada Nawang, bersama Bagas yang mengangguk sopan. Lirikan mata Nawang melihat Wilang dan Bagas bergantian seolah sedang bertanya, *lagi pada ngapain bertiga*?
"Si, kamu teh gimana. Itu amih udah ngamuk nyariin kamu, bentar lagi kan kamu ngibing bareng penganten."
"Astagfirullah! Lupa teh!" Sasi segera menyeka mulutnya dan mencari minum.
"Maaf den. Saya yang ajak den rara ke pawon jadinya den nganten nyari-nyari den rara." Wilang buka suara sambil menunduk singkat.
"Iya. Ngga apa-apa Lang, lain kali kalau ada acara begini jangan dulu ngajak Sasi melipir." Angguk Nawang.
Bagas mengangkat alisnya, bukan salah Wilang apalagi Sasi, tapi salah dirinya. Tapi kenapa Wilang mengambil kesalahan itu untuknya?! Yang benar saja! Mau so jadi pahlawan buat Sasi?
.
.
.
.
Note :
...***Bisikan cinta menyanyikan kata rindu. Menyampaikan sajak merindu pada jiwa. Dek, pucuk cinta bersemi terkenang dalam rasa***....
~ Bagaskara Ragatan Niskala~
.
.
.
Hay kalean, ada yang sama kaya aku ngga? Kangen banget Sasi sama pacar aku...si anak *baong* (nakal) tapi hati selembut kapas. (Bagas) 😂😂 Abis dari Malang Kita kembali ke Bandung yu ahhh, kangen sama anak ningrat sekaligus kejelimetan aturannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
jumirah slavina
ini novel k'2'mu yg ku baca on-going tp baru ini yg baca dr awal padahal baru 1 bab yg nongol.... secandu itu Aku ma karya'mu...
semangat berkarya Otor 😘😘
tp Krn ini kelanjutannya keq'y Aku harus baca dulu yg Rasmi brarti ya...
2025-01-17
14
PUMA
jadi gini ya rasanya baca novel yg banyak diselipi bahasa daerah yg bukan berasal dari daerah kita😅.
aku harus baca ulang2 tiap katanya , aku taunya cuma teteh itu kakak perempuan. selain itu gak tau sebutan2 buat keluarga di adat Sunda
2025-01-24
2
Vike Kusumaningrum 💜
Aaaaaah semoga nanti Kang Kuman banyak dispill, aku gamon sm kisah cinta kang Alfa sm menak gelo, 2 teratas Rama dan Alfa.
ini adiknya, makasih kak Sin. mana tau ada karya baru, udah part 8. sehat selalu Inces Hatari ( merk roti gabing) ey 🤭🤭🙏
2025-01-19
0